WILLSTONED

Standard

~ Geologist Never Die, They Just Get Stoned ~ 

.

“Yang, seru juga ya kalau cerita-cerita perjalanan dan manjat aku ditulis. Waw, keren!”

                                                 “Iya tuh, sayang banget kalau dipendem sendiri, kamu tulis lah, kamu buat blog aja..”

“Ah kamu mah, kan aku gak bisa nulis kaya kamu, aku gak ngerti caranya yang. Kamu aja deh yang nulis, aku yang ceritain, yah? yah?”

                                                   “Yaudah, tapi ceritanya dari mana kamu masih inget gak?”

“Waduh hehehe, dari mana yah yang, bingung aku mulainya…”

.

______________________________________________________________________________________________

Siapa sangka sayang, akhirnya aku menulis juga. Menulis untuk kamu.

Mungkin aku tidak akan pernah tahu tentang perjalanan-perjalananmu. Sampai kamu pergi pun, kamu memilih untuk memanjat tebing itu dalam diam. Tebing tertinggi. Tebingmu yang paling sakral. Di mana hanya ada tebing, Tuhan dan kamu.

Ini lah sebuah kisah tentang kamu, tentang kita. Sepenggal perjalananmu yang singgah menghampiri pelataranku. Sesaat sebelum kamu pergi mendaki kedamaian yang abadi.

Aku masih dapat mendengarkanmu mendendangkan lagu itu sayang, lagu kebesaranmu. Sayup-sayup kamu bernyanyi sambil melangkah pergi……

“Ku daki jalan mulia, tetap doaku ini lah,

ke tempat tinggi dan teguh,

Tuhan mantapkan langkahku.

Ya Tuhan angkat diriku, lebih dekat kepada-Mu

Ke tempat tinggi dan teguh,

Tuhan mantapkan langkahku……” (KJ 400)

.

Teruntuk kamu, Willson Joshua Mangihuttua Sibarani

Seorang kekasih dan sahabat yang tak kan pernah mati

.



______________________________________________________________________________________________

.

Menuliskan kembali tentang kamu membutuhkan keberanian. Tak sedikit tarikan nafas ketika hati sesak dengan kenangan. Kata-kata yang ingin ku tulis berkali-kali menghujam di tenggorokan, melunturkan tembok airmata yang sudah tak kokoh lagi. Ada saat di mana aku takut untuk bertemu muka dengan senyum, suara dan semua kenangan tentang kamu.

“I want to write about you, love. But everytime i look at the screen thinking of you, my eyes start to tear up, my vision becomes blurry. It all pours out of me like a waterfall. I can’t see anything… I can’t type anything… it’s so frustrating…”

Tapi tak sedikit pun aku mau menafikanmu, kenanganmu adalah anugrah yang harus ku terima dengan hidup. Pesan terakhirmu harus terdengar sampai semua sudut. Dengan begitu aku akan bersyukur atas mu dan doa-doa tak kan terputus olehmu. Dengan keberanian yang kamu ajarkan, aku menulis tentang kamu, tentang pendakianmu yang terakhir, tentang kita… =)

.

Si Muka Merah

Awalnya tidak ada yang istimewa, kali pertama bertemu pun biasa saja. Teringat kala pertama berjanji temu, dia mengenakan kemeja merah maroon, aku menemuinya di pelataran Starbucks Plaza Semanggi yang terletak di sebelah kampusku. Dia tengah merokok. Melihatku datang dia setengah panik mematikan rokok dan mengulurkan tangannya menyalamiku, lalu mengajak masuk ke ruang non smoking di dalam.

Pembicaraan antara kami juga sebenarnya tak kalah ngawur dan tak nyambung, Willson menghabiskan sebagian besar hari-harinya di daerah dengan kegiatan-kegiatan outdoor pecinta alam, sementara aku selalu hidup di kota besar bersama gedung-gedung dan kegiatan seni. Aku menekuni bidang psikologi, dia menekuni bidang geologi. Aku gemar bicara dengan manusia sedangkan dia gemar bicara dengan batu. Begitulah kami, dua dunia berbeda jadi satu. Kami seperti kutub utara dan selatan. Tapi mungkin itu lah yang selalu menjadi magnet pertemuan-pertemuan kami selanjutnya, karena itu pula kami selalu tertarik mendengarkan cerita masing-masing dan saling mengintip dunia yang berbeda.

Satu kesan yang tak pernah aku lupa ketika pertama kali mengenalnya. Setiap kali bertemu dan berbicara denganku mukanya selalu merah dan tidak berani menatap lama. Aku sampai berfikir, orang ini sangat pemalu atau memang warna mukanya merah sih? Karena sudah beberapa kali bertemu tetap saja begitu, si muka merah. Ternyata memang, dia sangat pemalu.

“Aku kan pemalu yang, apalagi kalau lagi naksir hehe…”, begitu katanya menjelaskan reaksi mukanya waktu itu sambil cengengesan.

“Ah kamu, pertamanya doang pemalu, sekarang bawelnya kaya mamak-mamak..” tukasku.

“Iya, aku cerewet kaya mamak-mamak ya? Temen-temen aku juga bilang aku bawel apalagi kalau pas di kostan dulu, kalau ada yang bikin kotor gitu, aku paling bawel yang hehe. Ah tapi bodo amat dah, yang penting kamu sayang aku..” katanya menggodaku. Nah kalau dia bilang gitu aku bingung mau bilang apa.

Yah, mau gimana lagi ya yang, namanya juga pacar sendiri, aku terima aja deh” jawabku sok pasrah sambil tertawa.

Seiring dengan berjalannya waktu, aku semakin mengenalnya.

__________________________________________________________________________________________

Tentang Dia

Masa Kecil

Willson Joshua Mangihuttua Sibarani, anak kedua dari tiga bersaudara. Lahir di Jakarta, 7 Mei 1985. Masa kecilnya dihabiskan di Jakarta, dia bersekolah di Marsudirini sampai berhasil menyelesaikan tingkat SMP. Seperti kebanyakan anak laki-laki lain, dia anak yang “sehat”. Sehat artinya anak laki-laki yang cukup kreatif untuk memunculkan ulah yang memusingkan. Cerita yang aku ingat dan pernah ditambahkan salah seorang temannya ketika dia bereksperimen membunuh burung peliharaannya sendiri untuk dimasak dan dimakan ramai-ramai bersama teman-temannya. Dia menceritakannya dengan rasa puas, seakan-akan itu prestasi pertamanya dalam mencari nafkah. Ya, mungkin naluri pemburunya sudah ada semenjak kecil hehe. Cerita-cerita lain dapat ditambahkan oleh teman-teman masa kecilnya.

Muntilan

Setelah berhasil menyelesaikan SMP, Willson memutuskan untuk melanjutkan jenjang SMA di Pangudi Luhur Van Lith, Muntilan, Magelang. Willson selalu bilang kehidupan di asrama dapat membentuk karakter anak, dia belajar banyak hal tentang kehidupan di sana. Dia mengaku tidak menyesal sekolah di asrama, walau dia mengaku di awal terasa sulit baginya yang terbiasa hidup di kota untuk beradaptasi di asrama Muntilan. Saat yang paling menyedihkan adalah perasaan ketika pertama kali ditinggal oleh keluarganya. Selalu terngiang diingatan suara mobil dan klakson ayahnya ketika mobil itu berangsur pergi meninggalkan asrama. Rasanya menyesal dan ingin segera berlari menyusul mobil itu, tapi toh tidak dia lakukan. Selalu ada yang pertama untuk segala sesuatu, dan akhirnya dia dapat beradaptasi dengan baik.

“Yang, pokoknya ntar kalau kita punya anak musti di sekolahin di sekolah yang ada asramanya yah, biar dia bisa belajar banyak. Bagus loh sekolah asrama gitu. Kalau dulu pas SMA aku tinggal di Jakarta, mungkin sekarang aku jadi bandel banget kali ya, untung dulu masuk asrama” katanya.

“Yah, orang kalau mau bandel mah bisa di mana aja kali yang, emang di asrama gak ada yang bandel apa? Buktinya aku di Jakarta tapi gak bandel tuh wooo..” jawabku mementahkan kesimpulannya.

“Ya sebandel-bandelnya anak di asrama, ya beda lah sama bandelnya anak pergaulan di Jakarta, apalagi cowok. Paling enggak di asrama itu bisa mandiri” katanya penuh pembelaan.

Willson selalu menggambarkan suasana asrama dan sekolahnya semasa SMP sebagai tempat yang penuh dengan kesejukan. Dia tidak sabar untuk memperlihatkanku apa yang selama ini diceritakannya tentang alam di sana. Mungkin di sini kecintaannya pada alam pertama kali muncul. Seperti kebanyakan orang, pada masa remaja ini lah dia belajar arti pertemanan. Apalagi hidup di  asrama yang membutuhkan toleransi besar, belum lagi percik-percik cinta masa SMA. Ya, cinta semasa SMA memang terdengar paling konyol namun selalu menjadi hal menarik untuk diceritakan. Banyak perihal yang dapat dipelajari ketika jauh dari keluarga dan hidup bersama orang lain, banyak hal yang menjadi pertama kali baginya. Dan seperti pepatah bilang, yang pertama kali selalu menjadi pelajaran yang paling melekat diingatan. Masih banyak kenangan-kenangan lain yang mungkin bisa dibagikan oleh teman-teman semasa SMA nya.

Pukulan yang membuka mata dan masa kuliah

Tepat setelah ia menyelesaikan bangku SMA dan ingin melanjutkan ke jenjang perkuliahan, keluarga Willson harus menghadapi pukulan berat. Ayahnya sakit keras dan sempat dirawat beberapa saat sampai akhirnya harus berpulang ke Rumah Tuhan pada tanggal 3 Juli 2003. Hal ini mengubah semuanya, Willson harus mandiri, tidak bisa mengandalkan ayahnya lagi. Ayahnya meninggalkan seorang putri dan dua orang putra. Kaka perempuan Willson masih berkuliah, Willson sendiri baru akan masuk kuliah dan adiknya masih di bangku sekolah. Ibunya pun segera memutar otak untuk mempertahankan kehidupan keluarganya, baik itu dengan menjual mobil-mobil, aset yang tidak terlau mendesak dan segera membuka usaha bahkan di saat hatinya masih berduka. Biaya perawatan ayahnya menggoyang kehidupan perekonomian mereka yang tadinya sangat baik, sekarang semuanya harus direncanakan dengan matang.

“Makanya yang, mama papa itu musti punya asuransi, jangan kaya papa aku dulu langsung ludes semua jerih payahnya karena sakit. Obat-obatan itu mahal nya setengah mati, bener-bener bisa ya bikin orang bangkrut. Pokoknya aku sekarang mau masukin mama aku asuransi juga, gak boleh pusing masalah biaya kalau buat kesehatan nanti” paparnya.

Begitulah dia menjalani kehidupan perkuliahan sebagai anak yang mandiri dan prihatin. Namun hal tersebut tidak menghalangi prestasinya di perkuliahan, dia bahkan berhasil lulus dengan predikat “Cumlaude”. Sangat membanggakan keluarga terutama ibu yang selama ini berjuang untuknya.

“Mungkin ini udah rencana Tuhan, aku SMA di sekolah asrama, jadi semuanya udah terbiasa mandiri dan disiplin. Pas kuliah harus hidup sederhana juga udah gak terlalu kaget lagi, coba kalau aku dari SMA di Jakarta, mau jadi apa aku?” katanya.

Hal yang paling mengagumkan bagiku, dia dapat menceritakan kesulitan yang dihadapinya pada saat itu seakan dia menikmati semuanya. Dia menceritakannya sambil tertawa dan menyisipkan setiap hikmah yang dia dapat sebagai anugerah. Pernah satu kali dia datang ke rumahku, kami makan siang bersama. Aku protes karena dia hanya mengambil nasi sedikit saja, aku menyuruhnya mengambil lebih banyak.

“Jangan yang, nanti kalau aku mau nambah aku ambil lagi kok, yang penting nasinya jangan sampai sisa. Sekarang aku udah gak kuat lagi makan banyak, kalau dulu waktu kuliah aku makan satu piring nasinya sebanyak ini nih” katanya sambil menirukan gundukan besar dengan telapak tangannya di atas piring.

“Ih, kamu rakus banget” kataku sambil memperhatikan gundukan tangannya.

“Yeee, bukannya rakus atuh. Wong dulu kan kalau gak punya duit, aku cuma bisa makan sekali sehari, jadi sekali makan harus sampe kenyang banget buat satu hari itu. Wah seru dah dulu mah” katanya sambil tertawa-tawa.

Aku hanya diam memperhatikannya tertawa. Bagiku ceritanya tidak lucu sama sekali, aku terlalu sibuk dengan rasa haru. Aku membandingkan kehidupan masa kuliahnya dengan kehidupan masa kuliahku dulu. Hampir setiap hari bisa makan di mall yang ada di sebelah kampusku, ngopi di cafe sambil mengerjakan tugas kuliah, nonton bioskop dan shopping bersama teman-teman dan setiap hari pulang pergi dengan mobil pribadi pemberian ayahku. Betapa banyak hal yang harus ku syukuri, betapa banyak pelajaran hidup yang aku lewatkan dari gaya hidup metropolitan ini. Aku tahu dia bisa saja meminta dari keluarga atau sanak saudaranya pada waktu dia kuliah dulu, tapi dia memilih untuk mencukupkan semuanya. Sebisa mungkin tidak meminta bantuan jika masih bisa makan, begitu prinsipnya. Hebatnya, dia jarang sekali sakit. Ya, dengan pola makan begitu anak itu jarang sekali sakit.

Aku merasa malu, sejak mengenalnya aku pun bertekad untuk tidak memberatkan orangtua lagi. Sejak tahun lalu aku memberanikan diri mengatakan pada orangtuaku bahwa aku akan membiayai hidup sendiri. Oke, pertama kali aku bilang aku akan “mencoba” untuk tidak dibiayai lagi. Padahal kala itu aku masih skripsi dan sebenarnya cukup khawatir apakah pekerjaanku sebagai freelance akan mencukupi kebutuhan hidupku. Ayah dan ibu hanya tersenyum-senyum setengah tertawa seakan berkata dalam pikirannya “Nih anak manja belagu banget mau biayain diri sendiri, masak aer aja gosong. Kita liat aja dia bisa bertahan sampai kapan”. Ya aku tahu benar mereka tertawa dalam hati, tidak percaya. Yasudah lah aku sendiri pun sebenarnya ragu kok hehe. Tapi setiap kali aku mengingat Willson dan perjuangannya, aku selalu merasa cukup, aku selalu merasa mampu, aku pasti bisa. Tak terbayang betapa bangganya aku ketika berhasil membayar uang kuliah dari jerih payahku sendiri kala itu, rasanya sudah seperti bisa membeli seluruh dunia ini. Begini toh rasanya jadi orang kaya, pikirku. Aku berfikir betapa hebatnya orangtuaku yang telah menghidupiku sejak bayi dari hasil jerih payah mereka, membayar uang kuliah saja aku sudah bangga setengah mati. Akhirnya aku mampu, sampai sekarang pun aku mampu membiayai diriku sendiri tanpa memberatkan orangtuaku dengan atau tanpa pekerjaan tetap. Sebuah kebanggaan bagiku. Semuanya bermula dari tekad dan keinginan. Terimakasih sayang, semuanya karena semangatmu.

Bagiku dia adalah orang terkaya yang pernah aku kenal. Sungguh, dia kaya raya! Aku tidak pernah melihatnya sebagai orang yang kekurangan karena dia selalu merasa cukup, dengannya semua cukup. Berapa banyak orang bergelimangan harta yang aku kenal, rumah banyak, mobil banyak namun hidup dengan penuh kekurangan, keluhan, iri hati, merasa belum cukuplah, kurang ini lah, kurang itu lah dan akhirnya lebih memilih untuk korupsi karena merasa harta kekayaannya belum cukup. Sulit sekali bersyukur jika kita selalu merasa kurang dan tidak cukup. Sedangkan bersama Willson, aku selalu merasa cukup. Semuanya cukup, Tuhan mencukupkan semuanya. Ya, bagiku dia adalah orang terkaya sedunia! =)

Willson gemar berdialog dengan dirinya sendiri, terkadang menyendiri atau sekedar berjalan-jalan sendiri. Dulu teman-temannya bilang dia seperti anak autis (jangan gunakan kata autis dengan sembarangan ya) karena dia terkadang terlihat menikmati kesendirian. Pergaulan masa SMA tentu berbeda dengan perkuliahan, interaksi pertemanan dirasanya jauh lebih kompleks. Dia melihat beberapa konflik terjadi bukan karena pertemanan saja namun juga pekerjaan, untuk percintaan dia mengaku tidak terlalu ambil pusing, dia lebih suka melakukan perjalanan dan project pekerjaan magang. Ya, mahasiswa geologi sering kali kedapatan pekerjaan magang, di sini lah konflik menarik pertemanan banyak terjadi ketika berhubungan dengan profesionalitas dan uang katanya. Dia menceritakanku beberapa project di mana dia harus belajar mengenali sifat-sifat orang dan bagaimana menyikapinya. Baginya ini seperti sebuah permainan. Di sini lah kata-kata andalan yang selalu ditulisnya itu terlahir.

“There is always a game that u can’t play alone.”

Palawa & Skygers

Selain belajar, Willson mengisi hari-hari perkuliahan dengan kegiatan berorganisasi. Hobbi nya antara lain Rock Climbing, Caving, Mountaineering dan sesekali bermain basket. Ya, semua hobinya memang melulu berhubungan dengan kegiatan outdoor dan alam. Bagaimana tidak, sejak tahun 2004 Willson sudah tergabung dalam Palawa UNPAD (Perhimpunan Mahasiswa Pencinta Alam). Belum cukup juga, sejak tahun 2005 Willson pun ikut bergabung dengan Skygers (Indonesian Rock Climbing Federation). Dia pemanjat tebing yang handal, semua temannya bilang begitu. Aku sendiri ingin sekali melihat langsung dia memanjat, tapi tidak pernah punya kesempatan.

“Aduh, kamu jangan liat aku manjat deh, nanti kamu tambah jatuh cinta sama aku, repot loh” katanya sok sambil cengar-cengir.

“Idih Ge-Er amat sih lo! Curang ah, kamu udah pernah liat aku perform nyanyi, masa aku gak boleh liat kamu manjat” desakku.

“ Aku belum pernah liat kamu maen teater!” katanya tak mau kalah.

“Lah, salah sendiri kerja jauh-jauh amat, setiap aku main kamu gak pernah di Jakarta. Tapi kan kamu udah pernah liat videonya, aku liat dong video kamu manjat manaaaaaa..” pintaku.

“Waduh, di mana ya tuh dokumentasinya. Nanti deh kita ke Bandung ya, sekalian aku kenalin juga sama temen-temen Palawa aku, wah nanti pasti rame banget deh kalau kita dateng, seru-seru deh orangnya yang” katanya bersemangat.

Dia memang selalu bersemangat jika membicarakan tentang Palawa dan mengenang perjalanan-perjalanan bersama teman-teman Palawa. Betapa seringnya dia tinggal di senat Palawa dan mengalami kejadian-kejadian yang tak terlupakan di sana. Konflik, sakit hati, senioritas, masa-masa keemasan, kegembiraan, keriangan, kekompakan, kekonyolan, persaudaraan semua cerita campur aduk jadi satu. Mereka sudah seperti keluarga besar. Dia pernah menceritakan ku beberapa perjalanan memanjatnya tapi aku tidak pernah ingat tebing-tebing apa saja yang sudah ditaklukan. Aku hanya ingat betapa bersemangatnya dia setiap kali melakukannya. Hanya teman-teman seperjuangannya di alam itu lah yang dapat menceritakannya.

Kalimantan

Setelah lulus kuliah Willson bekerja di PT Kasongan Bumi Kencana Gold (Pelsart) yang terletak di Kalimantan selama kurang lebih delapan bulan sebagai Mine Geologist. Dia mulai berusaha untuk membantu kebutuhan rumah dan kuliah adiknya. Di sini lah aku mulai mengenalnya. Dia bercerita tentang pekerjaannya dan betapa dia nyaman dengan suasana kerja dan orang-orang di sekelilingnya. Namun keinginannya untuk terus belajar itu lah yang mendorongnya untuk mencari kesempatan belajar yang lebih baik. Di saat orang lain merasa nyaman jika pekerjaan cukup lowong dan santai, dia malah merasa saat itu lah dia harus menginjakkan kaki ke tempat lain yang lebih dalam. Dia mengundurkan diri dari sana dan meraih keinginannya untuk belajar sebagai Exploration Geologist.

Eksplorasi yang! Itu bagian paling keren dan paling koboi, semua-muanya berawal dari eksplorasi, top dah!” katanya bersemangat.

Pulau Wetar

Willson menjadi Exploration Geologist di PT Batutua Tembaga Raya yang terletak di Pulau Wetar selama kurang lebih lima bulan. Di sana dia mendapat kesempatan untuk berkontribusi dalam overseas project di Nuku kepulauan Fiji, Australia. Aku teringat kala itu tidak ada sinyal di sana, aku kehilangan kontak dengannya hampir 2 minggu. Selama ini aku hanya menganggapnya tak lebih dari teman ngobrol yang unik dan menyenangkan, niat yang diutarakannya untuk menjalani hubungan yang lebih serius denganku pun hanya kutanggapi dengan bercanda dan sambil lalu. Tapi ternyata jarak dan waktu membunyikan banyak lonceng. Kehilangan kontak pada saat itu membuat perasaan campur aduk antara khawatir, takut dan cemas. Hal-hal itu membuatku sadar betapa besar kepedulianku padanya dan mungkin aku juga memiliki perasaan lebih seperti dirinya. Hal yang menjadi pertimbanganku pada saat itu adalah kenyataan bahwa dia seorang pekerja lapangan yang tidak bisa selalu hadir. Aku tidak begitu khawatir untuk masa pacaran karena aku terbiasa untuk melakukan segala sesuatu sendiri, tapi bagaimana nanti setelah menikah, apakah aku siap ditinggal suami pergi terus-terusan? Pikirku jauh sekali ke depan. Tapi aku belajar dari keluarga abangku yang juga merupakan seorang pekerja lapangan. Aku memperhatikan kehidupan keluarga dan istrinya. Semua bisa berjalan lancar jika kita memiliki komitmen yang kuat, tidak ada kehidupan yang terlalu sulit, semua bisa dijalani. Pada masa ini hubungan kami memasuki tahap yang lebih serius walaupun dia sering kali ragu aku benar-benar dapat menerimanya.

Tulis di facebook dong yang, in a relationship sama aku gitu. Gimana menurut kamu? Norak ya?” katanya seakan bertanya sekaligus menjawab, grogi dengan permintaannya sendiri.

“Ntar lah..” jawabku singkat.

“Tuhkan, kamu mau cari pacar lagi ya” katanya sambil manyun dan merajuk.

“Yee, brewok-brewok manja! yaudah sana kasih request di facebook kalau kamu mau jadi pacar aku, ntar kalau ada waktu aku approve deh. Aku pikir-pikir dulu tapi ya” kataku bercanda dengan nada sok jual mahal.

“Tuhkan kamu mah, jahat bener sih” tambah manyun.

“Iya sayang, nanti aku approve ya. Yang penting kan sekarang aku sudah meng-approve kamu di hatiku” jawabku gombal sambil tertawa menggodanya. Aku baru mau mempublikasikan semuanya beberapa bulan kemudian setelah aku benar-benar yakin dengan hubungan ini.

Willson sangat menyukai alam di kawasan Wetar. Dia bercerita tentang keindahan alamnya, pantainya dan binatang yang ada di sana. Dia pernah mengirimiku sebuah fotonya di satu sore yang menawan setelah dia bermain snorkling. Aku sempat menuliskan puisi menggelitik campur aduk dari foto ini. Aku mungkin belum dapat memastikan komitmen apa pun padanya kala itu, satu-satunya hal yang bisa aku pastikan kala itu adalah rasa rindu, rindu dan rindu.

.

http://christinamariapanjaitan.blogspot.com/2010/09/dawn.html

.

Dawn

Senja itu genit sekali
Tersipu malu di sela-sela rambut mu
Kamu tertunduk, merekahkan kilau tetes air di ujung hidungmu
Tumpah di riak laut yang mulai kelabu

Aku iri pada langit yang menaungimu
Dan laut yang merengkuh tubuhmu
Aku iri padamu yang tengah merayu bintang
Padamu yang asyik mencumbu samudra

Now,

The sun is about to leave
The sky is about to hide
If only you know how scared am i to lose my self in the dark
Heart shaking hard in a palm of my cold hope

The dawn is about to come
Would you wake me up in your arms?
Take me to that high cliff
Cause i don’t wanna miss the sun

Please don’t give up on me tomorrow
Cause today, i give my faith in you
Would you promise me,
That you gonna save me from my self

-Christina Maria Panjaitan, 9 September 2010-

.

Halmahera

Aku pernah bertanya kepadanya suatu kali, jika ada kesempatan mendapatkan beasiswa apakah dia ingin melanjutkan kuliah S2. Dia hanya menggeleng sambil berkata,

“Aku bingung kalau mau ngambil S2 buat apaan ya. Aku ngerasa semua pelajaran dan kemampuan yang aku pelajari di S1 aja belum maksimal aku aplikasikan dan aku kembangin, ngapain sok-sokan belajar S2. Nanti kalau udah jago di lapangan baru lah belajar lagi ngambil S2″ katanya berapi-api.

Tapi hal itu tidak berlangsung lama.

Ketika akhirnya dia pindah ke NHM perusahaan terakhirnya di Halmahera, dia menyadari bahwa gelar itu penting untuk meraih banyak hal dalam pekerjaan. Walaupun dia masih merasa harus mengaplikasikan banyak ilmu yang didapat di S1 dia begitu semangat untuk dapat bersekolah lagi. Aku tak akan pernah melupakan semangatnya untuk belajar, dia seorang yang cakap dan cerdas semua rekannya bilang begitu. Satu perkataannya yang selalu aku ingat

“Geologist itu bukan sekedar pekerjaan, Geologist itu profesi. Kapan pun dan di mana pun dia berada, Geologist tetap akan dikenal sebagai Geologist.”

Kamu fokus, kamu total. Kamu membuktikan bahwa seorang Geologist bukan hanya terlahir dari lapangan, kamu sudah mengabdikan hidup di sana bahkan sampai akhir hayat pun untuk mengemban tugas lapangan. Geologist memang bukan sebuah pekerjaan, Geologist adalah kamu. Kamu benar, di mana pun kamu berada sekarang, semua orang akan mengenal kamu sebagai Geologist.

And That’s why Geologist never die, they just get stoned! =)

.

Keluarga

Seorang anak yang hebat dibentuk dari keluarga yang hebat. Willson sering kali menceritakan padaku kenangan mengenai ayahnya dan nilai-nilai yang ditanamkan oleh ibunya. Ayahnya dikenal sebagai orang yang sangat dermawan semasa hidup, beliau selalu berusaha untuk membantu orang lain. Malahan bagi keluarganya beliau terkesan terlalu baik, karena terlalu sering membantu orang lain tanpa pamrih. Wilson selalu mengenang ayahnya sebagai sosok panutan, mungkin kebaikan dan kelembutan hatinya menurun dari ayah. Willson selalu tidak tega melihat kesusahan orang. Contoh kecil yang aku ingat adalah ketika dia menghampiri sebuah warung mie di kawasan Jakarta Utara, saat itu hujan. Willson memesan semangkuk mie hangat. Ada seorang anak jalanan yang terus memperhatikan Willson makan. Ketika Willson menghirup mie pesanannya, anak itu ikut menirukannya tanpa sadar, mungkin karena sangat lapar. Willson yang melihat hal itu tertawa geli dan segera memanggil anak itu untuk ikut makan bersamanya. Tak lama, beberapa anak jalanan lain datang menghampiri anak yang duduk bersama Willson itu. Mereka heran melihat temannya bisa duduk santai di warung mie. Willson tanpa ragu memberi makan mereka juga, bahkan beberapa anak lain yang kemudian datang. Willson sempat menegur penjual mie yang menghidangkan mie dengan ogah-ogahan karena tempatnya dipenuhi anak jalanan.

“Mas, yang bener dong ngehidanginnya. Saya kan bayar semuanya dengan harga yang sama dengan yang lain” ujarnya.

Begitulah dia, selalu berusaha untuk memberi. Mungkin itu yang selalu dia ingat dan diajarkan oleh almarhum ayahnya. Kadang dia terjebak dengan rasa tidak tega. Mengapa aku bilang terjebak? Karena di dunia belakangan ini banyak sekali orang yang memanfaatkan kebaikan orang dengan cara jahat. Willson bisa saja dimanfaatkan dengan mudah oleh tipu muslihat orang. Willson orang jujur, mungkin kematiannya ini merupakan rahmat dari Tuhan supaya kebaikannya tetap kekal. Seperti kata-kata indah yang dipilih oleh keluarga untuk mengukir batu nisannya.

“Orang jujur akan menikmati ketentraman meskipun mati sebelum waktunya karena hidupnya baik, orang jujur dicintai Allah. Ia diambil dari tengah-tengah kaum berdosa dan disentak supaya budinya tak terjerat tipu daya. (Kitab Kebijaksanaan Salomo, bab 4, ayat 7, 10-11)

Aku selalu damai membaca ayat di atas nisannya ini. Dia pasti sudah damai dalam lindungan Bapa, tempat nya memang di sana.

Willson juga sering kali membicarakan tentang ibu dan nilai-nilai yang dia dapat dari beliau. Ibunya seorang pelayan Tuhan. Beliau diberi kekuatan untuk membesarkan 3 orang anak seorang diri selama 8 tahun ini. Tapi hal itu tidak membuat niatnya untuk melayani menjadi surut, beliau tetap melayani dan menjalani peradatan dengan baik. Ya, bagi suku bangsa batak adat merupakan hal yang dijunjung tinggi. Aku sendiri sering terkagum jika melihat beliau bercerita, dia benar hafal menyebut marga (nama keluarga) teman-temannya dan fasih dengan istilah adat. Sampai sekarang pun dia tetap aktif menjalani peradatan yang ada di keluarga Sibarani walaupun suaminya telah meninggal. Bagiku itu luarbiasa. Satu hal yang pernah Willson katakan padaku.

“Yang, kalau nanti kita nikah nih. Terus suatu hari kita mau pergi ke pesta dan kamu udah dandan, udah pake kebaya cantik dan tiba-tiba ada kerabat yang meninggal. Aku gak mau tahu loh, kita harus pergi ke tempat yang meninggal. Kamu harus ganti semua baju kamu dengan baju duka. Kita harus hadir untuk orang-orang yang berduka, kalau pesta mah bisa bikin pesta dan seneng-seneng kapan aja, tapi yang kedukaan harus selalu didahuluin dan didukung” paparnya suatu kali.

Pesannya itu dalam dan selalu aku ingat. Pesan itu dia dapat dari pengajaran ibunya. Dia juga selalu mengingat kerabat yang dulu selalu mendukung keluarga mereka setelah ayahnya meninggal. Dia ingin sekali membalas jasa-jasa mereka. Mungkin karena itu pula ibunya tergerak untuk selalu melayani orang yang kesusahan. Sebelum meninggal, Willson sempat membanggakan ibunya.

“Kamu ntar liat deh yang mama aku di lingkungan dan di adat kaya gimana, kamu pasti bangga sama dia deh” ujarnya.

Aku sebenarya heran mendengar kalimat itu. Kenapa aku yang bangga? Dan kapan aku bisa melihat ibunya di adat, kami tidak bersaudara. Tapi 2 hari kemudian Willson ternyata meninggal. Aku menyaksikan bagaimana orang-orang banyak berdatangan melayat dan membuat banyak acara penghiburan untuk keluarga di rumahnya. Ini kah yang kamu maksud? Kamu benar, mama kamu melayani dengan baik di lingkungan dan adat. Banyak sekali yang datang mendoakan dan menghibur beliau. Ya kamu benar, aku bangga melihatnya. Kamu benar.

Semenjak awal menjalin hubungan, Willson pernah mengingatkanku satu hal. Aku selalu ingat kata-kata ini, terlalu kuat untuk aku lupakan.

“Yang, kamu harus tau sesuatu. Aku ini gak punya apa-apa, yang aku punya cuma mama, ka Beatrix dan adeku Richard. Cuma mereka yang aku punya” katanya.

Aku sangat tersentuh, aku mengangguk dan memeluknya. Dia selalu terbeban untuk membantu keluarga karena posisinya sebagai anak laki-laki tertua. He’s simply a Family Man. Jika dia begitu mencintai keluarganya seperti ini, aku yakin dia juga dapat menjadi ayah yang baik dan bertanggungjawab.

Kebiasaan keluarga mereka untuk berdoa pagi bersama juga sangat menginspirasiku. Aku yakin walaupun ayah dan kini Willson telah pergi, ikatan keluarga mereka akan tetap kuat dengan doa-doa itu.

A Family that Prays Together Stays Together

.

Dia dan Wanita

Judul ini sulit, karena dia memang sulit. Teman-temannya bilang dulu banyak wanita yang menyukainya di kampus, tapi tak ada yang berhasil. Dia sendiri mengaku suka terganggu jika banyak teman-teman wanita yang menontonnya saat latihan memanjat wall-climbing. Dia sengaja menunggu sampai suasana agak sepi baru memanjat. Kalau pun dia menyukai wanita pasti lah tidak berani menegur. Pernah satu kali teman-teman menjebaknya untuk berkenalan dengan wanita yang dia sukai, hasilnya setelah itu Willson selalu menghindar karena malu. Jadi dia ini seperti kombinasi antara pemalu, gengsian dan cuek, tentu campuran yang sulit untuk urusan cinta.

“Males mikirin cewe, cewe selalu ada maunya. Apalagi cewe batak, duh belagunya. Aku pikir nanti aja kalau udah sukses baru dah semua cewe ngantri” katanya sambil terkekeh-kekeh.

“Halo, perkenalkan namaku Christina Maria Panjaitan. Cewe batak yang sekarang jadi pacar kamu. Pantesan antriannya kosong ya? Kamu belom sukses sih, jadi gak ada yang mau ngantri” jawabku sambil tertawa.

“Kalau kamu kan aku yang ngantri buat kamu, aku serobot semuanya! Kamu pengecualian dong” gombalnya.

Kami pernah bertukar kisah tentang cinta monyet semasa SMP atau SMA. Aku tidak tahu kapan dia sampai di titik di mana dia merasa wanita tak perlu atau hanya bikin susah. Dia memang terkesan selalu menghindar dengan komitmen percintaan. Tapi yang jelas pada saat kuliah akhirnya dia bertemu dengan seseorang yang bisa mencintai dia dengan tulus, di situ pemikirannya mulai berubah walau pun masih tetap kesulitan dengan kata komitmen. Setidaknya dia paham kalau cinta itu tidak melulu soal keduniawian yang bisa diukur manusia tapi juga ketulusan seseorang yang rela menanti dan mengerti dirinya apa adanya. Aku bersyukur Willson pernah melewati masa itu, aku sempat beberapa kali meminta dikenalkan dengan wanita yang pernah singgah dalam hatinya untuk berterimakasih. Walaupun hubungan yang terjalin sebentar, mereka pasti telah memberi pelajaran yang baik sehingga Willson bisa menjadi kekasih yang hebat seperti sekarang.

Dia selalu bilang dia banyak berubah. Mungkin karena dunia kami begitu berbeda, aku tidak memiliki peergroup pertemanan yang sama dengannya jadi aku tidak mengerti apa yang dia maksud. Tidak ada orang yang bisa aku tanyakan tentang dia yang dulu. Satu kali aku pernah bertemu dengan temannya ketika kami jalan bergandengan bersama, temannya tampak begitu terkejut.

“Bisa pacaran sekarang kau con?” kata temannya.

“Iya dong, nih kenalin pacarku” katanya dengan tampang malu-malu.

Belakangan temannya bercerita bahwa dia tidak pernah melihat Willson bersama wanita atau bahkan terlihat bergandengan seperti itu. Memang benar aneh anak ini, pacaran kok ngumpet-ngumpet? kataku sambil meledeknya.

“Ya gak tau, gak pernah aja. Aku juga dulu gak pernah smsan atau teleponan setiap hari sesering ini loh, wah dulu mah cuek parah. Sms juga singkat-singkat aja” katanya.

“Have you ever fall in love before, sayang? Orang pacaran itu sms dan telepon atas dasar rasa kangen. Kangen itu karena cinta bukan karena disuruh, ngarti ora? Emang pernah aku nyuruh kamu smsin yang banyak atau telepon setiap hari minimal 10 kali gitu? hadeuh” kataku tak habis pikir.

“Hehehe, iya makanya ini aku heran yang kenapa aku bisa begini ya sama kamu” ujarnya.

“Ya ampun bener-bener emang aneh ya kamu. Yang heran tuh kalau kamu sayang sama aku terus kamu gak mau sms dan telpon aku, itu baru heran! Gimana sih kamu mikirnya kok kebolak balik?” tanyaku lagi makin tidak habis pikir.

Terkadang aku sangat gemas dengan tingkah laku dan pikirannya yang polos. Aku sendiri tentu saja pernah mencintai sebelumnya. Aku tidak bisa bilang cintaku padanya lebih besar dari cintaku yang sebelumnya atau sebaliknya, karena aku selalu mencintai dengan cara begini. Cara mencintaiku sama, yang berbeda hanya orangnya, individu yang aku hadapi. Berhasil atau tidaknya hubungan tergantung dari cara kedua pihak mempertahankan komitmen, bukan melulu hanya soal cinta. Apalah arti cinta tanpa komitmen pikirku. Bahkan cinta kepada Tuhan saja membutuhkan komitmen, untuk hidup sesuai kitab suci, untuk terus beribadah. Mencintai bangsa juga begitu, membangun kemerdekaan, berprestasi untuk mengharumkan nama bangsa. Apa lah arti cinta yang cuma dirasa-rasa saja tapi tidak ada perbuatan nyata. Cinta yang berhasil adalah cinta yang dapat membuat kedua belah pihak merasa menjadi orang yang lebih baik, lebih bahagia.

Willson selalu menjaga prinsip-prinsipku, walau pun dia selalu mendorongku untuk menjadi lebih baik, dia tidak ingin merubah aku menjadi orang lain. Salah satu contoh saja seperti prinsipku soal virginitas. Aku tidak sedang menghakimi antara orang yang memegang teguh prinsip ini dan yang tidak. Prinsip itu suatu pilihan, seperti memilih agama mana yang baik buat dirimu dan bagaimana cara kamu menyembah Tuhan. Tidak ada urusannya dengan orang lain, ini murni dari dalam diri. Sejak dulu aku menganggap virginitas merupakan hal penting yang harus dijaga sampai menikah. Anggap saja pemikiranku usang dan kolot, tapi toh masih tetap antik. Sudah agak jarang pasangan terutama diperkotaan menerima hal ini dan aku bersyukur Willson bukan hanya menerima tapi mendukung prinsipku itu. Walaupun banyak orang bilang kami pasangan yang selalu terlihat romantis, tapi Willson berhasil menjagaku (prinsip) sampai akhir hayatnya. Dia tidak berusaha merubah pemikiranku, bahkan justru mendukung batasan-batasan itu. Aku tahu dia sudah berusaha keras. Katakan, apa lagi yang aku butuhkan dari seorang pria? Dia sempurna bagiku.

Willson selalu membantuku memulihkan hubungan dengan orang-orang terdekat juga keluarga dengan kesabarannya. Willson berubah, mungkin juga benar. Dia lebih sabar dan pengertian, aku terkadang heran darimana dia mendapat kesabaran itu terhadapku. Aku tidak pernah mendengarnya berkata kasar sampai satu hari aku membaca tulisannya di jejaring sosial. Aku bersyukur tidak harus mendengarnya langsung, karena dia pasti begitu marah. Hal ini terjadi karena ada seseorang yang menyamar sebagai dirinya dan menyebarkan berita bohong kepada teman-temannya bahwa dia sudah bertunangan dan akan menikah dengan satu orang yang bahkan tidak dikenalnya. Sungguh konyol. Aku sudah tau lama bahwa ada orang lain yang membuat beberapa akun Facebook palsu mengatasnamakan dia dan seorang wanita yang juga punya beberapa akun mengaku sebagai kekasihnya. Wanita ini semenjak kuliah mengirimi Willson beberapa barang tapi Willson sendiri tidak pernah bertemu dengannya. Yang lebih menggelikan lagi adalah ketika aku berhasil menemukan twitter yang mengatasnamakan Willson! ASTAGA. Ketika aku melihat twitter palsu itu, aku ingin tertawa sejadi-jadinya. Seorang Willson punya twitter? Ketika aku ceritakan padanya dia sudah pasrah.

“Terserah lah mereka mau bikinin aku apa, yang penting gak ada bukti atau foto apa pun kalau aku ada hubungan sama mereka” katanya.

“Sayang, kamu hebat banget sih sampe punya fans-fans fanatik begitu. Kamu coba bayangkan effort mereka, tenaga dan waktu yang mereka keluarkan untuk bikinin kamu facebook-facebook, nomer-nomer HP palsu dan TWITTER hahahhahaha” kataku masih tidak bisa berhenti tertawa membayangkan Willson bertwitter-ria. Punya BlackBerry saja dia tidak mau.

“Wong tinggal di hutan, Exploration Geologist pula, mau buat apa aku punya teknologi gaul gitu, facebook aja  jarang” katanya kesal.

“Makanya kamu jangan sok misterius deh, kalau ada orang yang suka sama kamu, kamu tuh jangan jual mahal, jangan dicuekin, ntar mereka makin penasaran loh” kataku masih tak berhenti tertawa.

“Sebodo teuing deh, orang gila mah gila aja!” katanya tak sabar.

.

Thing Hapens for Those who Believe

Suatu hari dia merencanakan satu tur untukku, dia ingin memperlihatkan banyak hal. Bandung, kota mana lagi yang bisa mencuri hatinya, dia bahkan bercita-cita untuk membangun rumah tangga di sana. Aku sendiri sangat senang waktu itu, bukan hanya karena perjalanannya namun karena dia begitu bersemangat bercerita. Sepanjang perjalanan dia bercerita tentang Palawa mulai dari pelantikan, latihan fisik, pemilihan ketua dan kejadian-kejadian menarik di sana. Dia juga bercerita tentang kehidupan kos di Jatinangor dan teman-teman perjuangan semasa kuliah. Dalam perjalanan, kami sempat melewati satu tebing yang pernah dia panjat, tebing yang terlihat curam itu membutuhkan usaha besar untuk ditaklukkan. Sungguh, sepanjang perjalanan dari Jakarta – Bandung dia bercerita tiada henti, aku hanya mendengarkan. Dia baru menyadari hal itu ketika kami sudah hampir sampai.

“Eh, kok perasaan dari tadi aku ngomong mulu ya? Kamu bosen ya yang? aku cerewet ya? Sekarang gantian kamu deh yang cerita” ujarnya bingung.

Aku hanya tertawa, aku senang mendengar dia bersemangat seperti itu, aku menyuruhnya melanjutkan cerita-ceritanya. Ceritanya selalu menarik.

Walaupun aku lahir di Cimahi dan tidak asing dengan daerah Bandung, namun itulah kali pertama aku mengunjungi Kawah Putih. Udara di sana sangat dingin, aku sesekali menggigil.

“Nikmatin dinginnya yang, jangan dirasa-rasa dingin apalagi dibawa menggigil nanti kamu makin kedinginan. Nikmatin udaranya” katanya sambil mendongak ke langit, memejamkan mata dan menghirup nafas dalam seakan ingin mencontohkan maksudnya padaku.

Dia bercerita tentang perjalanan Palawa. Di udara yang sedingin ini, hujan turun, mereka basah kuyub tapi masih tetap harus menempuh perjalanan. Berjalan kaki dengan baju yang basah sampai baju kembali kering. Aku hanya menggeleng-geleng kepala. Betapa kuatnya manusia-manusia ini, pikirku. Ketika hari menjelang sore aku mengingatkannya agar kami cepat kembali supaya hari tidak semakin larut. Namun dia bersikeras untuk mengunjungi satu tempat lagi.

Situ Patengan, sebuah danau. Aku heran. Jadi daritadi dia bersikeras ke tempat ini hanya untuk melihat danau ini? Untukku sendiri tempat itu tidak begitu menarik apalagi mengingat kami dikejar waktu. Kami hanya duduk di sana dan mengambil beberapa foto. Dia bertanya apa aku ingin naik perahu? Aku menggeleng. Tidak lama kami habiskan waktu di sana.

Suatu hari ketika aku sedang menonton televisi di rumah, aku mendapati sebuah acara yang menceritakan tentang tempat wisata. Pada saat itu mereka sedang membahas Situ Patengan, tempat aku dan Willson pergi. Ada legenda yang mengisahkan tentang sepasang kekasih Ki Santang (keponakan Prabu Siliwangi, Raja Pajajaran) dan Dewi Rengganis (Putri Kerajaan Majapahit). Perang Bubat yang melibatkan Kerajaan Pajajaran dan Majapahit memisahkan sepasang kekasih itu. Karena rasa cinta yang sangat dalam, mereka tetap saling mencari dan pada akhirnya dapat bertemu di sebuah tempat yang hingga kini bernama Batu Cinta. Itu mengapa tempat ini dinamakan Situ Patengan yang berasal dari kata ‘Pateangan-teangan’ (bahasa Sunda) yang artinya saling mencari. Dewi Rengganis meminta Ki Santang dibuatkan danau dan sebuah perahu untuk berlayar bersama. Perahu inilah yang sampai sekarang menjadi sebuah pulau yang berbentuk hati (pulau Asmara/pulau Sasaka). Konon pasangan yang mengelilingi pulau Asmara dan singgah ke batu Cinta akan mendapatkan cinta abadi seperti pasangan tersebut.

Aku terkekeh-kekeh dengan apa yang ada dipikiranku, jangan-jangan kemarin Willson sangat bersikeras untuk mampir ke Situ Patengan karena legenda ini. aku segera menelepon Willson.

“Yang, masa tadi aku nonton tv terus ada liputan tentang Situ Patengan gitu loh yang. Katanya pasangan yang ke sana cintanya bisa abadi ya? Kok kamu gak cerita sih” kataku setengah meledek. Aku memang jarang percaya dengan hal-hal begitu. Willson masih percaya dengan mimpi atau firasat-firasat dasar seperti mata kedutan, atau jantung tiba-tiba berdebar, aku sendiri hampir tidak percaya semua. Aku sering kali salah menebak firasat dan mimpiku seakan selalu kacau dari kenyataan, jadi lebih baik untukku untuk tidak percaya semua.

“Iya, tapi aku gak gitu percaya ah” katanya menghindar.

“Masa sih, kemaren aja ngotot banget pengen ke sana. Yaudah sih, yang bagus-bagus mah diaminin aja. Ayang, kamu romantis deh, aturan kamu ceritanya pas di sana atuh, kan kita belum ke batu cinta hahahhahaa” aku tak kuasa untuk tidak meledeknya.

“Ah kamu mah, ya tergantung kita aja kok…” katanya, dia belum selesai.

“Kamu emang pernah mikirin kemungkinan untuk orang lain ya? Aku enggak loh, gak pernah kebayang selain kamu” ujarnya. Aku terdiam, dia tampaknya serius.

“Yang ada dipikiran aku kalau ngebayangin masa depan ya cuma si christina ini aja, kalau terjadi sebaliknya aku gak ngerti gimana. Makanya aku suka stres kalau denger cerita temen-temen aku di lapangan, malah ada yang ditinggal kawin sama cewenya. Takut aku” ujarnya.

“Ya gak semua kejadiannya begitu kan yang, ada juga kan contoh baik yang bisa langgeng terus. Ya kita jalanin aja sebaik mungkin” kataku.

“Aku gak bisa ngebayangin gak ada kamu. Aku ngerintis semuanya dari bawah bareng kamu, aku mau nanti kalau aku sukses aku bisa nikmatin semuanya sama kamu juga. Aku gak mau orang lain yang cuma kenal aku pas sukses aja. Kalau udah sukses semua orang juga pasti bakal mau-mau aja, tapi aku cuma mau kamu” ucapnya.

Aku jarang kehabisan kata-kata tapi kalimat sederhananya itu terdengar begitu tulus, aku tidak sanggup menimpali. Sekarang ketika dia sudah pergi, aku terkadang tak kuasa menahan kesedihan tiap kali teringat ucapannya itu. Jika waktu itu dia tidak bisa membayangkan masa depannya tanpa aku. Sekarang, aku benar-benar harus menjalani masa depanku tanpanya. Kenyataan yang harus aku telan bukan lagi sekedar ketakutan belaka.

Bukan karena legenda dan tempat-tempat sakral dia mendapatkan cinta abadinya, tapi karena keyakinannya. Keyakinannya itulah yang sakral. Dia yakin cinta yang dia bawa akan selamanya dan kematian telah memateraikan cintanya. Aku tak dapat menahan tangis sewaktu membaca satu kalimat untukku di jejaring sosial, beberapa saat setelah Willson pergi.

“Cinta abang Wilson akan selalu untuk Christina..

Karena cinta abang Wilson abadi..

Christina Maria Panjaitan adalah cinta terakhir Wilson Sibarani”

Situ Patengan, dan baju ini. Baju yang sama, baju yang akhirnya kamu kenakan ketika kamu pergi ke keabadian.

.

HARI-HARI TERAKHIR

Setiap orang bertanya padaku, sebagai kekasihnya apa kah ada firasat dia akan pergi? Apakah ada pesan-pesan terakhir. Aku bingung menjawabnya. Sungguh, bagiku semua yang ada di dalam dirinya adalah pesan. Tidak lama aku mengenalnya, kurang dari 2 tahun. Hubungan kami sebagai sepasang kekasih cukup sederhana, kami lebih sering berdiskusi dan berbicara tentang perasaan, perubahan dalam hidup, makna dari keluarga, masa depan dan hal-hal yang mendalam. Baginya aku adalah sebuah diari, dia mungkin tidak pintar menulis tapi aku selalu mencatat pemikirannya di hatiku. Kesederhanaannya membuatku belajar banyak hal, baginya hidup adalah untuk menolong orang disekitar kita, sudah itu saja. Jadi tidak perlu menyombongkan diri, atau merasa paling benar dari orang lain. Dia tidak suka memperdebatkan sesuatu, dia lebih suka diam dan mengalah. Dia tidak mau pusing dengan perihal pemerintahan lah, koruptor lah, negeri yang bobrok lah apalagi dengan berita dan gosip yang menjelek-jelekkan orang. Dia pusing mendengar semua orang memperdebatkan kejelekan orang lain, kenapa tidak memperbaiki diri sendiri? kenapa tidak mengulurkan tangan pada orang terdekat, kenapa tidak menolong orang-orang di sekitar kita dulu? katanya. Dia selalu mengingatkanku “Sayang, don’t judge the wheel that still spinning. People change.” Dia mampu membuatku menjadi seorang yang lebih baik, aku bersyukur akan setiap saat yang ku jalani bersamanya. Dan entah lah itu firasat, kami memang selalu begini. Berkelimpahan kata-kata sayang dan menjalani semuanya dengan kepenuhan. Tapi jika ditanya tentang hari-hari terakhirnya, mungkin ini lah memori yang hendak diwariskannya padaku. Harta yang dia ingin selalu ku simpan. Bagaimana caranya ku simpan sendiri? Tentu akan aku bagikan.

.

Berawal dari sebuah mimpi dan perasaan yang berbalik

Group accapella ku akan mengisi beberapa acara di Freeport selama beberapa hari. Entah kenapa hari-hari sebelum keberangkatan ke Papua, Willson selalu mengeluh, moodnya buruk, dia seperti tiba-tiba galau dan khawatir berlebihan padaku. Aku tidak nyaman dengan hal itu, aku butuh latihan, aku butuh dukungan dari dia. Akhirnya, aku protes dengan sikap kekanak-kanakannya, sampai di satu titik di mana aku benar-benar marah padanya. Jadwal kerja Willson di NHM adalah 4 minggu di lapangan dan 2 minggu field break di Jakarta, begitu seterusnya. Dia selalu meninggalkanku setiap bulan selama 4 minggu, aku rela menunggu dengan sabar. Sekarang kenapa hanya karena aku pergi beberapa hari saja dia sudah begitu bawel dan tidak supportif? Sebenarnya aku tidak seharusnya juga marah karena mungkin dia khawatir karena aku akan memasuki area tambang untuk pertama kali. Tapi entah mengapa aku merasa sangat kesal padanya, aku marah, aku benar-benar ingin pergi. Kemarahan ku pada saat itu sungguh tak wajar, aku mengambarkannya sebagai amarah dalam kesedihan mendalam. Aku membayangkan bahwa aku akan pergi meninggalkan dia, aku ingin tahu bagaimana rasanya tanpa dia. Apa aku bisa? apa aku sanggup meninggalkannya? Pikiran ngawur itu merajaiku. Aku bahkan sempat menghapus semua fotonya dari profile pictureku di Facebook. Berlebihan? Ya, sangat berlebihan. Menyadari kemarahanku dia berusaha dengan sabar menelepon dan mengirim sms berkali-kali untuk membujukku agar tersenyum lagi. Aku ingat malam itu dia meneleponku, aku mengangkat teleponnya tapi aku tidak mau dan tidak mampu bersuara, aku hanya menangis dalam diam, meneteskan air mata banyak sekali, aku hanya mendengarkan suaranya, seakan menikmatinya dengan tangisanku. Selama beberapa menit dia terus mengatakan “Halo, sayang, halo yang, jawab dong yang, maafin aku, kamu jangan marah, kamu nangis ya? yang jangan nangis dong, aku harus gimana?” dan hal semacam itu. Dengan sabar dia bersuara terus untuk menyabarkanku. Aku hanya mendengarkan sambil menangis. Tidak, aku tidak sedang mendapat syndrom PMS seperti wanita kebanyakan. Aku hanya ada di tahap berlebihan, kekhawatirannya mungkin berlebihan tapi amarah dan kesedihanku juga tak kalah berlebihan. Bahkan ketika dia mengantarkan ku dari rumah ke Bandara, sepanjang perjalanan di taksi tak henti-hentinya dia membujuk, memeluk dan meminta maaf. Aku tak tahu kenapa sangat sulit memaafkannya, padahal apa sih kesalahannya? Aku tidak mengerti kenapa begitu, yang aku paham saat itu adalah amarahku akannya tak kunjung padam. Seakan dia melakukan kesalahan yang teramat besar.

Tapi kalau ditanya sekarang, mungkin semuanya jadi tampak masuk akal. Pada saat itu mungkin alam bawah sadar, atau firasat atau apa lah itu, pokoknya aku tahu dia akan pergi meninggalkan ku untuk selamanya, sebentar lagi. Oleh karena itu aku merasa saat itu lah waktu di mana aku dapat melampiaskan kemarahan dan kesedihan ku padanya. Tapi entah lah, semua masih misteri.

“Aku bego banget ya yang, masa mau pergi aja aku gak bisa bikin kamu senyum, malah bikin kamu kesel kaya gini” katanya menyesal.

Aku hanya diam saja, bingung mau menjawab apa. Dia menjadikannya begitu dramatis, seakan-akan aku mau pergi untuk selamanya.

“Nanti kamu hati-hati ya naik heli nya, kamu jangan pernah pergi sendirian kemana-mana, harus bareng sama temen-temen, dengerin instruksi safety nya, kabarin aku terus!” ucapnya tak beraturan.

“Biarin aja aku mati” kataku asal. Sengaja ingin membuatnya kesal.

“Kamu ngomong apa si? Kamu tuh suka kaya gitu deh, suka sembarangan kalau ngomong! Pokoknya beneran deh yang, kalau sampai ada apa-apa aku bakalan terbang ke Papua” ucapnya serius.

Aku masih diam, bingung dia bicara apa. Papua masih Indonesia, aku tak pergi begitu jauh, kenapa harus bersikap begitu? Pikirku. Di perjalanan ke bandara dia bahkan menyempatkan untuk memfotocopy KTP ku beberapa lembar dan menaruh fotocopy KTP itu di dompetnya.

…….

Aku ingat sebelum Willson datang ke rumah untuk mengantarku ke Bandara, siang itu aku dan mama pergi untuk membeli jaket. Jaket ku yang ada tidak cukup tebal untuk menahan suhu dingin di pegunungan Papua. Waktu itu aku masih marah padanya karena bersikap kurang suportif akan kepergianku ke Papua. Aku tahu dia khawatir, tapi kan tiket sudah di pesan dan semua tak mungkin batal. Dia harus mendukung. Dia sebenarnya sudah minta maaf dan menyesal tapi sisa-sisa ngambek ku masih ada.

“Tin, kamu kayanya bakal putus deh sama Willson” mama tiba-tiba memecah kesunyian di dalam mobil. Aku diam. Berpura-pura konsentrasi menyetir namun telinga waspada.

“Kenapa coba?” kata mama yang seakan tidak puas dengan reaksi diamku.

“Tadi malam mama mimpi loh. Mama mimpi kalian jalan berdua gandengan tangan. Kalian jalan aja terus, tapi kalian diam aja gitu. Tapi terus lama-lama jalan kalian misah. Willson ke kiri ke tempat pohon-pohon gitu, kamu kearah lampu-lampu neon terang. Pisah kalian lama-lama, mama liat gitu.” ceritanya bersemangat.

Aku tetap diam. Di benakku aku masih berprasangka, ini cerita si mama beneran apa enggak sih. Mama seakan mendengar pikiranku, dia lalu cepat berkata.

“Bener loh, mama mimpi kaya gitu, Willson pake kemeja merahnya itu.” katanya lagi.

Aku teringat akan kegigihan Willson mempertahankan hubungan kami, tekad dia untuk membangun masa depan bersamaku. Aku tak tahu apa yang akan membuat dia mundur, masih belum terbayang untukku jika mimpi mama itu jadi kenyataan. Willson seorang pejuang, aku tak yakin dia akan menyerah. Apa yang dapat membuat kami berpisah?

Sebuah sms membuyarkan lamunanku. Willson. Dia bilang sudah ada di rumah.

“Tuh orangnya sms, udah di rumah dia” kataku.

“Loh, kok kamu gak kasih tau mama si Willson mau dateng ke rumah, dia mau nganter ke bandara?” Tanya mama heran.

“Gak tahu deh…” jawabku malas.

“Berarti kalian berantem, bener mimpi mama, berantem kalian kan? Pasti lah itu, masak begitu mimpi mama, paling enggak betengkar kalian” ujar mama sambil mengangguk-angguk yakin.

Aku segera pulang ke rumah dan menemuinya. Aku sibuk packing sementara dia asik ngobrol dengan mama di ruang tamu. Ada perasaan hangat ketika aku melihat mereka bicara bisik-bisik dan menahan tawa, mereka tampaknya sudah mulai akrab. Pastilah mereka sedang bergosip tentang aku, apalagi yang membuat mereka senyambung itu? Tapi tak apa, Willson pasti senang bisa lebih dekat dengan mama. Menjelang malam, Willson pun membantu aku packing. Pesawatku berangkat sekitar jam 10 malam. Dia mengantarkanku sampai bandara, mengganti SIM Card XL ku ke Nomer Simpati yang sudah dia siapkan (Karena di Freeport hanya dapat menggunakan Simpati), memastikan koperku aman terkunci dan mencium pipiku sebelum aku masuk untuk boarding. Semuanya sempurna, semuanya berjalan baik. Aku tak pernah memikirkan mimpi mama itu lagi, mungkin karena aku tak percaya, mungkin karena aku tak mau percaya, mungkin karena aku takut. Entah lah, aku tak memikirkannya lagi.

…….

Selama di Papua, Willson protes terus. Dia bilang aku jarang memberikan kabar dan dia selalu khawatir. Aku menjelaskan bahwa di sini jadwalnya padat, bukan jadwal acara tapi jadwal jalan-jalannya.

“Kamu kan pernah TA di sini 3 bulan yang, kamu tahu di daerah atas sampe Grashberg, daerah setinggi itu mana ada sinyal. Kalau aku sampe guest house kan aku selalu kabarin.” Kataku memberi alasan.

Dia paham, tapi mengingat sifat manjanya kalau lagi kangen memang kadang tak masuk akal, aku pun jadi sedikit terusik.

“Iya deh biarin aja aku gak ngabarin, akhirnya kamu ngerasain kan rasanya kalau ditinggal terus gak ada sinyal, gak tau mau nanya sama siapa, gimana tuh rasanya, enak gak?” tanyaku menantang.

“Enggak enak yang, aku gak mau” jawabnya lirih.

“Lah gak mau gimana, mau gak mau itu yang aku rasain klo kamu gak ada kabar, gak ada sinyal, gak enak kan ditinggal? Rasain lo!” aku puas meledeknya.

“Iya yang, ampun yang, ampun. Ih gila, ampun dah. Sekarang aku tahu rasanya gimana,  gak enak banget ya, enggak deh yang, aku gak mau lagi. Aku bakal selalu ngabarin kamu.”

Aku tertawa puas, akhirnya dia mengerti, tapi masak dia baru mengerti sekarang sih?

“Kamu masih untung yang, aku tinggal cuma beberapa hari, kamu tiap bulan ninggalin aku, udah gitu 4 minggu pula, belum lagi kalau gak ada sinyal, hadeuh…” kataku menambahkan. Aku teringat ketika dia  tugas di pulau Fiji dan tidak mendengar kabarnya hampir 2 Minggu. Rasa khawatir campur rindu jelas bukan percampuran rasa yang menyenangkan.

Dia lalu menjawab.

“Iya yang, gak akan lagi, aku gak akan bikin kamu khawatir lagi. Aku gak mau ninggalin kamu begitu…” katanya pelan seperti berbicara kepada diri sendiri.

Aku diam. Entah kenapa hatiku terasa luluh mendengarnya. Aku tidak bermaksud membuatnya sedih. Aku berhenti meledeknya, aku bahkan meminta maaf telah membuatnya khawatir dan berjanji besok akan sering mengabari.

Setelah itu kami ngobrol panjang, seperti biasa obrolan panjang sebelum tidur. Aku rasa kami dekat, semakin hari semakin dekat. Aku bisa merasakannya.

Sekarang aku mengerti mengapa dia berkata begitu, dia tidak bohong. Dia memang tidak mau meninggalkan aku lagi. Dia tak akan membuat ku khawatir lagi. Dia akan selalu menemaniku di hati, dia tak kan pergi, tidak akan pergi lagi.

Seandainya aku tahu maksud perkataannya, aku rela menanggung ribuan kekhawatiran. Sungguh, aku tak akan mengeluh sedikit pun lagi. Aku rela khawatir berjuta-juta kali untuknya asalkan dia tetap di bumi. Andai saja kenyataan bisa ditawar… Andai saja takdir bisa mendengar… Andai saja…

.

1 Agustus 2011

Hari itu aku dan Willson mengatur rencana bertemu di Ratu Plaza, kawasan Sudirman. Dua hari lagi dia akan pergi kembali ke lapangan, jadi sebisa mungkin kami mengunakan waktu yang tersisa untuk bertemu. Aku masih merasa bersalah telah meninggalkannya 5 hari ini ke Papua, sementara dia sedang field break 2 minggu di Jakarta. Entah kenapa field break kali ini dia selalu rewel ingin bersamaku dan kekhawatirannya selama aku di Papua cenderung berlebihan. Yah, paling tidak aku sudah kembali dengan selamat, toh kemarin sewaktu aku sampai di Jakarta, dia juga yang menjemputku di Bandara dengan wajah sumringahnya. Setelah aku mencium kedua pipinya dia segera mengambil tas dari tanganku dan dengan riang mengantarkanku pulang ke rumah. Di perjalanan pulang aku tertidur beberapa kali dibahunya. Dia tak berhenti memelukku. Rasanya lelah sekali. Setelah itu kami masih punya 2 hari bersama sebelum dia pergi.

Dan inilah hari pertama, aku sudah memasuki kawasan Ratu Plaza. Dia bilang sudah sampai dan menungguku di dekat lobby. Segera ketika aku memasuki pintu utama, aku melihat sosoknya. Langkahku terhenti, leher ku bergerak mundur dengan cepat, aku terkejut. Aku benar-benar terkejut.

Dia mengenakan baju batik rapih, begitu tampan, begitu menawan. Entah kenapa, hari itu dia begitu lain, entah kenapa. Aku mengerenyitkan dahi selagi dia menghampiriku, dia menggenggam tanganku cepat dan bertanya.

“Kenapa yang?” katanya heran.

Aku terdiam sebentar, bingung atas reaksi tubuh yang tidak meminta persetujuan itu.

“Enggak kok, gak apa-apa. Kamu kok rapih banget yang?” kataku sekenanya sambil menghapus semua reaksi aneh itu.

“Iya, abis cuma ini aja baju yang bersih” katanya berusaha memberi alasan.

Selalu begitu deh, gengsi nya besar kalau dalam masalah ini. Dia tidak mau terlihat berusaha berpenampilan rapih, berusaha terlihat tampan, berusaha untuk berdandan. Selalu punya alasan supaya tidak dianggap berusaha berpenampilan menarik untuk jalan denganku. Aku tersenyum-senyum sendiri mendengar jawabannya.

“Bo’ong! Emang kenapa sih kalau kamu ganteng? Apa salahnyaaaa… Kamu ganteng ayang, aku suka kok” kataku seraya tersenyum padanya.

Dia seperti biasa hanya menunduk, tersenyum malu dan mengalihkan pembicaraan.

Kami berjalan kaki ke Plaza Senayan, aku baru tahu ada jalan belakang dari Ratu Plaza ke Plaza Senayan. Dia menemaniku makan sushi. Makanan kesukaanku. Dia tidak pernah suka sushi atau daging mentah lain, tidak pernah. Satu-satunya alasan dia berada di sini adalah karena dia tahu aku sangat suka sushi terutama Salmon Sashimi. Dia mencoba untuk suka atau memesan makanan lain yang lebih matang. Aku rasa dia tidak peduli dengan rasanya, dia selalu suka melihat aku makan dengan lahap, itu hobinya. Ya, memperhatikanku saat makan.

Setelah itu kami kembali ke Ratu Plaza untuk mengambil mobil dan melanjutkan perjalanan.

“Oke, sekarang kita kemana yang?” tanyaku ketika kami sudah berada di dalam mobil. Hari itu terik, aku mengenakan kacamata hitamku.

“Terserah kamu, aku mah yang penting sama kamu” katanya sambil menatap lurus sok misterius.

“Gombal…..!!” seruku.

“Yang, kamu kok make kacamata item sih?” tanyanya.

“Loh, emang kenapa yang? Kan panas terik tuh” jawabku heran sambil menunjuk ke atas.

“Ahhhh ayang mah, aku jadi gak bisa ngeliat mata kamu!” katanya merajuk.

Aku heran, super heran. Biasanya dia tidak pernah masalah jika aku memakai kacamata hitam, bahkan dia selalu bilang “Ayang keren”. Begitulah. Tapi kali ini benar-benar aneh.

Aku memutuskan untuk pergi ke EX. Setelah memarkirkan mobil di EX kami lalu mencari ACE Hardware karena aku harus membeli cat pelapis transparan untuk melapisi sebuah batu kenang-kenangan yang aku dapat dari Papua kemarin. Setelah bertanya kepada satpam, ternyata Ace Hardware terdekat ada di Grand Indonesia. Akhirnya kami pun berjalan kaki menyusuri EX, Plaza Indonesia sampai Grand Indonesia.

“Ya ampun, tau gitu kita parkir di Grand Indonesia aja yang, ngapain ke EX ya?” katanya sambil tertawa.

“Ya gak apa-apa lah yang, biar kita jalanin semua, jadi kan kita udah ke EX, ke Plaza Indonesia terus ke Grand Indonesia, semua mall udah kita jalanin, kita udah kemana-mana jadinya” kataku riang. Aku balas tertawa sambil mengayun-ayunkan tangan kami.

Aku tidak tahu apa yang baru saja aku katakan, terucap begitu saja. Kami pun melanjutkan perjalanan.

Willson selalu suka berada di Ace Hardware, dia suka melihat barang elektronik, keperluan outdoor, sampai figura tengkorak atau bola-bola dunia.

“Enak nih yang, terang, keliatan semua globe nya, aku mau yang kaya gini” katanya sambil memperhatikan sebuah bola dunia yang bersinar dari dalam. Setelah itu dia asyik memperhatikan barang-barang lain.

Setelah selesai membeli keperluan di sana. Kami pun beranjak kembali ke EX menyusuri jalan panjang yang telah kami lalui di awal. Kaki rasanya pegal sekali, perjalanan bolak balik Grand Indonesia-EX ternyata tak sedekat yang aku bayangkan. Kami bahkan sempat tersesat di tempat permainan anak-anak. Dia begitu senang melihat wall climbing khusus anak-anak di sana.

“Nih, nanti anak kita mainannya yang beginian nih. Nanti di rumah kita aku bangun wall climbing macam begini..” katanya bersemangat.

Aku hanya mengangguk-angguk saja. Kaki ku terasa nyut-nyutan.

Kami kesulitan mencari tempat untuk makan karena pada saat itu menjelang jam berbuka puasa. Willson juga mencari tempat yang menyediakan stop kontak, karena aku ingin mengcopy beberapa CD khotbah favoritku selama dia di lapangan kemarin. Aku selalu memesan CD khotbah yang isinya bagus dan meng-copy-nya ke laptop Willson. Dia juga ingin melihat sisa foto dan video selama aku di Papua karena dia belum sempat melihat semuanya sewaktu di rumahku kemarin.

Setelah berputar sana-sini dan belulm menemukan tempat juga, Willson tiba-tiba berkata.

“Kamu lagi mau Yoghurt kan? Kita di J.CO aja yuk…” ajaknya.

Aku terkejut mendengarnya, dari tadi di dalam pikiranku memang selalu yoghurt, tapi aku tahu dia belum makan siang dengan kenyang. Makanan di Sushi Tei tadi apakah sudah cukup mengenyangkannya? Daging dalam mangkuk noodle nya pun dia tidak suka. Tapi darimana dia tahu aku sedang ingin sekali yoghurt?

“Kamu tahu darimana aku lagi pengen yoghurt?” tanyaku heran.

“Tau dong, aku gitu loh!!” katanya sambil tersenyum puas dan menarik tanganku.

“Eh, seriusan ah yang, kamu tahu darimana aku mau yoghurt?” tanyaku lebih memaksa sambil menarik balik tangannya.

“Ya aku tahu aja yang..” katanya singkat.

“Enggak ah, kita makan nasi, emang kamu udah kenyang tadi?” tanyaku.

“Yah kan ntar beli donat juga, aku beli selusin kamu harus habisin ya” katanya.

“Loh kok jadi aku?” tanyaku sambil lalu. Dia sudah kembali menarik tanganku.

Sesampainya di J.Co Willson hanya membuka laptop tapi tidak menyalakannya. Kami malah asik mengobrol panjang lebar, waktu benar-benar tidak terasa berlalu, kami membicarakan banyak hal. Banyak sekali.

Sampai akhirnya dia menanyakan pertanyaan itu. Pertanyaan yang sama, pertanyaan itu lagi.

Aku ingat waktu itu aku tengah bersandar malas di sofa J.CO , dia duduk di sampingku. Dia memajukan duduknya lalu menghadapkan wajahnya kepadaku. Pergerakannya tiba-tiba.

“Yang, aku mau tanya sama kau, dijawab ya” Katanya serius.

“Apaan sih kamu, sok misterius ah. Pertanyaannya apa sih?” kataku agak deg-degan juga. Aku juga heran kenapa jantungku berdebar, hanya dia begitu serius melakukannya. Aku menegakkan tubuhku sedikit.

“Kenapa sih kamu sama aku, kenapa kamu milih aku, kenapa gak yang lebih enak, lebih mapan, itu semua yang deketin kamu. Aku masih harus nabung dulu, masih harus merintis semuanya? Kenapa gak yang lain yang?”

Aku tahu dia ingat aku pernah menjawab pertanyaan ini, aku tahu dia pasti ingat dia pernah menanyakan hal ini sebelumnya. Dulu aku pernah menjawabnya dengan sangat jelas, aku masih ingat benar. Dulu aku menjawab begini:

“Kamu memang gak lebih baik dari mereka, tapi yang aku tahu, kamu membuat aku jadi orang yang lebih baik. Kalau pun suatu saat aku harus kehilangan kamu, aku gak akan nyesel. Aku udah belajar banyak dari kamu.”

Sekarang, jika aku teringat jawabanku pada saat itu, rasanya ada sebuah boomerang sedang berbalik dan menghajarku tepat di ulu hati. Hatiku sesak. Begitu mudah aku mengatakannya pada saat itu. Sungguh aku tak pernah berfikir sedikit pun harus kehilangan dia dengan cara begini. Tapi ya, tentu saja aku tidak akan menyesalinya, semua yang ku ucapkan benar adanya. Pernyataanku itu seakan sudah dimateraikan dengan kematiannya.

Jawaban itu, sungguh sudah sangat jelas aku mengucapkannya, tapi kenapa dia bertanya lagi? Pertanyaan yang sama. Untuk apa? Sebenarnya aku kesal mendengarnya, entah kenapa aku kesal untuk menjawabnya. Tapi aku akhirnya menjawab juga, tapi kali ini jawabanku tak sama.

“Aku gak tahu yang, aku hanya tahu Tuhan kasih kamu ke aku. Kamu dari Tuhan” jawabku. Aku terdiam sebentar.

“Belum tentu pada saat ini, pada waktu ini, ketika aku memilih untuk bersama orang lain, aku bisa sebahagia saat ini, detik ini. Ya, sebahagia ketika aku bareng sama kamu sekarang” kataku sambil menatap matanya dalam-dalam.

Dia menunduk, tersenyum, dan mengangguk-angguk pelan. Lalu mukanya berangsur memerah. Aku lupa kapan terakhir kali aku melihat wajahnya semerah itu, wajah merah yang dulu selalu terlihat ketika pertama kali dia mendekatiku.

“Makasih ya yang”, katanya sambil tersenyum. Mukanya masih merah. Dia sekarang berani menatapku, matanya berbinar senang. Aku bahagia melihatnya.

“Makasih kenapa?” kataku menggoda.

“Makasih buat semuanya…”

.

______________________________________________________________________________________________

2 Agustus 2011

Besok Willson pergi.

Aku akan ke rumahnya hari ini. Aku masih merasa bersalah meninggalkan dia ke Papua selama beberapa hari, maka itu aku harus menebusnya dengan meluangkan waktu sebanyak mungkin untuk bertemu. Sebelum ke rumah Willson aku menyempatkan diri mampir ke Pondok Indah Mall untuk membeli saat teduh untuk kami pakai Bulan Agustus, sayang saat teduhnya tinggal satu. Aku pun membelinya dan melanjutkan perjalanan panjang menuju rumahnya.

Di rumah hanya ada Willson dan Richard adiknya. Richard sedang berada di lantai atas.

“Richard lagi ngerjain skripsi di atas..” katanya.

“Wow rajin ya, udah gimana skripsinya?” tanyaku

Willson lalu menceritakan tentang skripsi Richard beserta topiknya, aku sudah mendengar hal ini sebelumnya tapi dia tetap menceritakannya lagi. Dia senang menceritakannya. Topiknya cukup sulit, lebih kurang tentang sensor mata, tapi Willson yakin adiknya bisa, dia ingin adiknya mendapat bimbingan dari alumnus yang dapat membantunya dengan topik itu. Dia pernah bilang kalau adiknya itu harus mendapat pekerjaan yang lebih baik darinya.

“Gak apa-apa lah kalau dia punya kerjaan lebih baik dari aku…” katanya. Dia diam sebentar sambil menatap lurus, kata-katanya belum selesai.

“Ya, harus lebih baik sih..” katanya menambahkan.

Setelah itu kami makan siang. Sudahkah aku katakan kalau dia paling suka melihatku makan? Ya, dia selalu saja menambahkan apa pun ke atas piringku.

“Tambah, tambah, kamu harus tambah biar gendutan…” katanya. Dia tak segan-segan mengambil piringku dan menambahkan lauk atau mengambil bagian terbaik dari makanannya dan menaruhnya di atas piringku.

“Yeh, kamuuuuu. Kaya gak kurus aja, kamu juga musti tambah, masa banyakan aku makannya” protesku.

“Tenang sayang, aku nambah kok”, katanya sambil mengunyah dan tersenyum dalam satu waktu.

Setelah makan dia memintaku untuk menyatukan tulang-tulang ayam yang ada di piringku ke piringnya.

“Jangan dibuang tulangnya ya yang, satuin ke aku. Mau aku kasih hadiah buat anjing depan, pasti seneng tuh dia, pesta pora hehehee.” katanya cengengesan. Mungkin dia sedang menirukan wajah anjing yang kegirangan itu.

Aku tersenyum. Bukan kali pertama aku melihatnya mengumpulkan sisa makanan. Dalam hatiku, “ya ampun yang, sama anjing aja kamu perhatian, selalu kamu inget-inget, baik bener sih kamu.”

Satu hal yang aku yakin, sekarang ini, anjing di depan rumahnya itu pasti kangen setengah mati sama Willson, pasti!

Aku lalu mengcopy cd khotbah favoritku bulan kemarin, Willson juga melihat sisa-sisa fotoku di Papua.

“Nonton ini yang, keren. Aku lagi nonton nih untuk yang kedua kalinya” katanya sambil mengeluarkan sebuah DVD dari laptopnya.

“Apa nih? DVD yang kamu ceritain kemarin?” tanyaku. Dari beberapa hari yang lalu dia menyebutkan film ini terus.

“Iya, ini judulnya Sanctum. Kisah tentang sport paling bahaya sedunia, Cave Diving. Tonton deh yang, keren. Nih kamu bawa aja, aku cari bungkusnya di atas ya” Katanya bersemangat. Aku mengangguk.

Aku tak menyangka bahwa DVD itu akan menyampaikan banyak isi hati Willson. Tak heran dia ingin sekali aku menontonnya. Aku merasa setiap perkataan dalam film itu adalah dia yang tengah berbicara padaku. Pemeran utama dalam cerita itu pun bernama “Joshua” sama dengan namanya. Dan Goa tempat cave diving bagi atlit dan pekerjanya adalah Sanctum yang berarti tempat suci, tempat kudus, seperti sebuah gereja. Mereka tak pernah menyesal sekalipun jika harus mati di sana. Begitulah cara dia melihat alam, sebagai tempat maha suci. Ya, di situ lah dia memilih untuk menghembuskan nafas terakhirnya, di tengah alam, di pinggir tebing, di tempat maha suci-nya.

Tak lama kemudian dia kembali membawakan bungkus DVD itu. Aku pun mengerenyitkan dahi melihat pakaiannya. Sebelumnya dia mengenakan celana basket dan baju basket tak berlengan. Sekarang dia mengganti celananya dengan jeans panjang lengkap dengan ikat pinggangnya, tapi baju basket tak berlengan itu tetap dipakainya.

“Loh, kamu ngapain ganti celana? Emang mau kemana?” tanyaku heran.

“Ya di rumah aja. Ini kalau orang Jawa bilang Toto Kromo yang, masa ada tamu dateng aku pake nya celana kolor?” terangnya.

“Hahahaa, yang bener aja yang, ada-ada aja kamu hahhaa..” aku makin tertawa, bagaimana tidak, dia mengganti celana tapi tidak mengganti baju tak berlengannya yang mirip kaus kutang itu.

Dia lalu memelukku gemas, aku balas memeluknya. Di situ aku mencium aroma yang tak biasa.

“Hmm, yang. Kok kamu wangi banget sih?” tanyaku sambil mengendus-endus bajunya.

“Ini wangi setrikaan kali yang, itu loh wangi-wangian yang buat setrikaan” jelasnya.

“Ohhh..” kataku. Lalu kembali memeluknya. Baunya tercium lagi, aku tak yakin.

“Gak mungkin ah! Masak wangi setrikaan begini. Tuhkan pasti bohong deh, kamu pasti beli parfum ato apa deh. Orang wangi banget, Ya kan? Ngaku! Ayo ngaku!” kataku bersemangat. Seperti anak kecil yang tengah menemukan lawannya dalam permainan petak umpet.

“Lagian kamu juga sih, udah tau gak mungkin bau setrikaan masih ditanya juga” katanya dengan bibir monyong seperti anak kecil merajuk. Dia terlihat malu-malu.

“Ahahahaaa, ya ampun yang… yang…. Mau wangi buat aku aja malu-malu, masak make parfum baru buat ketemu aku aja malu gitu? kamu kan pacar aku. Ihhhh dasarrrr anehhh…” kataku sambil mengelikitinya. Dia minta ampun.

Willson adalah manusia paling gelian sedunia, jangan coba-coba meletakkan apa pun dengan sengaja di atas lututnya dia bisa melonjak-lonjak seketika.

Hari itu aku merasa senang sekali, dia begitu ceria. Kami membayangkan hidup dalam kebersamaan seperti itu tanpa ada perpisahan lagi, akan menjadi sebahagia apa hari itu?

“Makanya, kapan kamu ngelamar aku? Cepetaaann” kataku bercanda sambil mentertawakannya. Tapi diluar dugaan seketika raut cerianya berubah drastis.

“Yang, kamu jangan ngomong gitu dong, aku sedih tau dengernya…” katanya dengan nada putus asa.

Aku heran. Dia yang selalu bilang kalau dia berusaha sekuat tenaga supaya dapat memenangkanku, memimpikan keluarga baru bersamaku. Melihat wajahnya yang sedih saat itu aku seperti tidak bisa berkata-kata, seakan dia begitu putus asa.

“Ayang, kamu kenapa? Aku kan cuma becanda, aku tahu kok kamu udah usaha..” kataku sambil tersenyum.

Dia memelukku lagi.

“Mama pulang jam berapa yang?” tanyaku.

“Sebentar lagi palingan, Richard yang jemput” jawabnya.

“Aku pulang ya, sebelum mama kamu pulang..” kataku. Aku sendiri heran kenapa aku harus pulang? Aku datang ke rumah Willson tentunya bukan hanya ingin bertemu dia, tapi ingin bertemu mamanya juga. Seperti biasa menanyakan kabar atau sekedar mengobrol, kalau tidak untuk apa aku ke rumahnya? Tapi entah kenapa aku merasa harus pulang. Pokoknya Harus.

“Oh, kenapa?” tanya nya singkat.

“Nanti kan kamu mau pijet refleksi kan? Nanti kalau mama pulang terus ngobrol-ngobrol dulu sama aku makin dikit waktunya, makin malem” jelasku.

“Ya kan gak apa-apa yang, pijetnya bisa rada maleman” katanya memberi alasan.

“Enggak ah, kamu sama mama kamu aja dulu, tar kalau ngobrol-ngobrol sama aku lagi jadi lama, ngerepotin, kamu sama mama kamu dulu aja pokoknya” jawabku. Sungguh aku tak tahu apa yang aku katakan. Yang aku mengerti pada saat itu hanya aku tidak boleh mengambil waktu Willson dari mamanya hari itu. Aku ingin memberikan mereka waktu, untuk apa? Entah lah, hanya Tuhan yang tahu mengapa aku merasa begitu sore itu.

“Aku pulang ya…” kataku sambil mengemasi barang. Richard sudah berangkat untuk menjemput mama Willson.

“Iya, hati-hati yah sayang..” katanya. Dia memeluk dan menciumku. Aku lalu bersiap pergi. Tepat ketika hendak membuka pintu depan rumah, aku merasakan sesuatu.

“Eh yang, kita foto-foto yuk” tukasku tiba-tiba. Seketika saja aku merasa ingin berfoto dengannya.

“Ayuk…” katanya sambil tersenyum bersemangat.

“Sayang, kamu beneran berubah jadi narsis ya, gak pernah nolak difoto” aku cengengesan.

Kami pun mengambil beberapa foto. Ada satu foto yang dia suka.

“Yang, aku suka foto ini, mau dong…” katanya.

“Iyah sayang, nanti yah..” kataku sambil merentangkan tangan memeluknya lagi.

Ketika aku memeluknya dia balas memelukku erat sekali. Dia selalu begitu kalau memeluk gemas. Aku rasa dia benar-benar memeluk dengan sekuat tenaga. Aku selalu protes kalau dia begitu, karena dia kan begitu kuat, aku pasti kesesakan. Tapi hari itu aku tidak protes, tidak sama sekali. Dia bahkan bertanya.

“Sakit gak yang?” tanyanya.

“Enggak, enggak sakit” kataku saat dia melepaskan pelukannya.

“Ayang, aku mau dipeluk gitu lagi dong” kataku sambil tersenyum.

Dia memelukku lagi dengan erat, sesudah itu menciumku. Aku tidak pernah menyangka itulah pelukan dan ciumannya yang terakhir. Aku bisa mendengar jantungnya dengan jelas seakan itu jantungku sendiri. Aku merasakan jantungnya masih berdetak bahkan berdebar. Aku ingin tertidur di situ hanya untuk mendengarkannya. Aku ingin waktu berhenti di situ. Aku berharap dia memelukku sangat erat hingga nafasku berhenti di situ.

_____________________________________________________________________________________________

Setelah aku pulang, dia menghabiskan malam itu dengan pijat refleksi bersama mamanya. Reaksinya sesuai dugaanku, dia kegelian setengah mati. Jangan kan pijat refleksi, ditiup saja dia sudah kegelian.

“Yang, ini sekarang aku pake kaos papua yang kamu kasih, pas banget loh” katanya.

“Masak sih yang? Muat ukuran L nya?” tanyaku. Selagi di Papua aku membeli 2 kaus ukuran L dan S. Satu untuknya dan satu untuk ku.

“Muat kok, pas banget” katanya meyakinkan.

“Oke, kalau begitu ntar kita pake jalan bareng yuk kapan-kapan” ajakku.

“Ayuk…”

Hari itu aku memilih tidur di kamar mama, aku menarik kasur tambahan beserta sarung kasurnya dan meletakkannya di depan televisi di dalam kamar mama. Aku tidak suka menonton televisi, tapi toh akhirnya aku tidur di situ juga. Entah kenapa… Aku pun lelap tertidur.

Aku tidak menyangka bahwa aku akan tidur di kasur itu dan di kamar itu, untuk beberapa minggu ke depan.

______________________________________________________________________________________________

3 Agustus 2011

Pagi itu telefon kembali berdering, telepon itu membangunkan ku seperti biasa di pagi hari.

Handphone ini sudah seperti alarm, yang ini, ya.. Selalu handphone yang ini, dan bunyinya selalu terdengar begini..

“Kriiiinggg… Kringggg.. Kringgg… Kringgg…”

Karena di tempat kerja Willson hanya dapat menggunakan nomer M3, terpaksa aku sebagai pengguna XL harus punya handphone khusus untuk nomer M3. Willson sempat menawarkan untuk membelikan handphone baru untukku, karena bertelepon setiap saat dan setiap hari dari M3 ke XL adalah kesediaan untuk dirampok, pulsa langsung kandas seketika. Waktu itu aku bilang tidak usah, karena aku bisa pakai handphone bekas papa dulu. Handphone tua, tidak berwarna dan tidak berkamera tapi toh masih prima dan bisa digunakan. Toh hanya untuk menerima telepon, biaya membeli handphone baru bisa untuk dia tabung. Dia pun akhirnya setuju.

Jadi inilah si handphone yang berjasa mengirit pulsa kami, handphone yang sudah diwanti-wanti Willson supaya yang tahu nomer itu hanya dia seorang. Terkadang dibalik kelelakian dan keberaniannya, aku melihat dia sebagai sosok kekasih yang manja, posesif dan terkadang sangat bawel, menggemaskan memang hehe. (maap ya yang, aku kadang pake handphone ini kalau telepon temen aku yang punya nomer m3, jadi sedikit bukan rahasia lagi).

Dering pagi ini mungkin agak mengesalkan, karena aku tahu dia akan pergi kembali ke lapangan, meninggalkan aku satu bulan ke depan. Tapi rasa rindu tiap pagi membuat dering ini selalu menjadi hadiah teristimewa, hadiah yang selalu ku tunggu-tunggu, selalu.

Semalam entah kenapa aku memilih untuk tidur di kamar mama. Mama yang terlebih dahulu bangun sigap mengambil telepon itu dan membaca nama sang penelepon.

“Nih si Willson haletmu nih, angkat..” katanya terburu-buru melihat aku baru saja terbangun dari tidur.

Aku meraih telepon itu dan segera menyapanya

“Halo..”

Tak berapa lama dia menjawab,

“Heeey…”

Selalu begitu cara dia menjawab, dengan sebuah ‘hey’ yang panjang dan dalam. Sebuah ‘hey’ yang selalu membangunkanku dari kerinduan malam.

Pagi itu kami berbincang panjang lebar, dia sudah ada di ruang tunggu bandara dan akan menghabiskan waktu meneleponku sampai waktunya masuk pesawat.

Gairah pagi itu akan kata-kata sayang dan hujanan peluk cium menentramkanku akan kepergiannya. Dia tahu aku tak pernah suka ditinggal, lagi pula, siapa yang suka ditinggal pergi kekasih hati? Bahkan ketika alasannya untuk bekerja dan hanya untuk beberapa saat.

Perbincangan kami akhirnya selesai karena Willson harus masuk pesawat. Pesawat Garuda itu akan mengantarkannya ke Manado, sampai di Manado perjalanan akan dilanjutkan ke Halmahera tempatnya bekerja dengan menggunakan Helikopter.

“Aku sayang kamu. Muahhh…”

“Sayang kamu juga. Muahhh..”

Telepon ditutup, aku pun kembali melanjutkan tidur dan aku bermimpi…

Aku bermimpi turut pergi bersamanya..

Sesaat kemudian aku terbangun..

.

Willson:

“Sayang… aku udah sampe manado yah. Ayang udah bangun?”

.

Christina:

Sent Wed, 9.50 AM

“Udah, aku udah bangun terus bobo lg. Terus aku mimpi aku ikut kamuuuu huhuuu.. Kangen ayang, pengen gelendotan kamuuuu… =* “

.

Willson:

Received Wed, 9:51 AM

“Masa tadi di pesawat pas aku bobo mimpi cium sama peluk ayang. Jelas banget, terasa beneran ayang.. =( =* =* “

Aku sedikit terkejut, berarti kami sama-sama tertidur dan bermimpi. Aku di tempat tidurku dan dia di dalam pesawat. Mungkin kah kami bertemu dalam mimpi siang tadi?

.

Christina:

Sent Wed, 9:54 AM

“Wahhh, berarti kita beneran ketemu di mimpi ayang, sama2 saling mimpiin hihi. Ayang, tapi kamu pas mimpi gak ngigo kan? Tau2nya kamu beneran meluk sama nyium penumpang pesawat di sebelah kamu lagiiiii hihiiihihi 😀

.

Willson:

Received Wed, 9:56 AM

“Jangan gila dong ayangggg =p =* =* bener deh tadi tuh ayang trus bangunin aku gitu sambil cium aku =* =* =* sayanggg I love u”

.

Christina:

Sent Wed, 9:58 AM

“Love u too my dear. =* =* =* Ayang berangkat dari manado nya jam berapa? Naik apa? Nunggu sama siapa di sana yang?”

.

Willson:

Received Wed, 10.03 AM

“Jam 2 yang.. naik chopper.. sama rimba, famhi, sama Trinity-miss boss.. Ahhhhhhh ayanggggg.. saat teduhnya ketinggalannnnn!!!! =( =( =( =(“

.

Christina:

Sent Wed, 10:12 AM

“Yahhhhhhhhhh kamuuuuuuu mahhhhhhhh =( =( =(. Yaudah telpon Richard, suruh dia yg pake.. Kemaren itu padahal tinggal satu2nyaaaa.. =( =( =(“

.

Willson:

Received Wed 10:16 AM

“Yahhhh.. aku payah nih… kesel akuu =( =(“

Hari sebelumnya ketika pergi ke rumah Willson, aku membawakan saat teduh nya. Sudah menjadi kebiasaan bagi ku sebelum dia pergi ke site, selalu membelikannya saat teduh “Manna Surgawi”. Herannya, di Gramedia Pondok Indah Mall, aku hanya menemukan sebuah buku saja. Padahal waktu itu baru tanggal 2 Agustus. Saat teduh yang terbit tiap bulan ini seharusnya punya stock banyak di awal bulan. Tapi entah lah, aku akhirnya membeli juga saat teduh itu untuk dia. Untuk ku, aku bisa cari lagi nanti di tempat lain. Begitu pikirku.

.

Christina:

Sent Wed, 10:22 AM

“Ayang bawa alkitab ga?”

.

Willson:

Received Wed 10:24 AM

“Bawa dong… kan alkitab mu yang mangamputua ada di site =) =* =* ayang udah mandi blum kamu?”

Aku teringat beberapa bulan lalu ketika menghadiahkan sebuah alkitab untuk Willson. Seharusnya itu menjadi hadiah yang serius, karena dia mengaku jarang baca alkitab karena tidak punya alkitab sendiri, aku ingin dia selalu dekat dengan alkitab ini. Tapi aku malah salah menuliskan nama pada bagian depan alkitab itu. Aku menulis namanya “Willson Joshua Mangamputua Sibarani”. Padahal nama sebenarnya adalah “Willson Joshua Mangihuttua Sibarani”. Entah kenapa aku selalu lupa, selalu salah menyebut Mangihuttua dengan Mangamputua. Dia tidak pernah bilang kalau aku salah menuliskan nama, dia baru mengakuinya ketika aku tanya. Dia memang selalu begitu, selalu menutupi kesalahan orang lain. Tapi semenjak itu, dia sesekali menggodaku karena kesalahan nama mangamputua itu.

.

Christina:

Sent Wed, 10:24 AM

“Ah ayang, kenapa sih diingetin mulu yg mangamputua, aku kan maluuu =( udah diganti belum namanya yang? Ayang baca2 Amsal tiap hari. Kata pendeta, Amsal itu tulisan para raja, siapa pun yg menghayati Amsal dan melakukannya, dia akan berfikir dan bersikap seperti raja dan tidak ada seorang manusia pun yg akan memperlakukan dia seperti budak. Begitu katanya yang =) “

.

Willson:

Received Wed, 10:45 AM

“Amsal berapa yang? Semuanya? Udah aku ganti kok yang =* =* ayang lagi apah?”

.

Christina:

Sent Wed, 10:48 AM

“Semua Amsal yang, baca2 aja tiap hari gitu. Hehe.. Aku lg bobo2an, ntar malem kayanya aku mau ke sanggar yang, diajakin Ivan. Udah lama gak ketemu temen2.”

.

Willson:

Received Wed, 10:50 AM

“Ke dokter kulitnya kapan? Sanggar di atma yang?”

.

Christina:

Sent Wed, 10:50 AM

“Dokter kulitnya sore yang, sanggar Teater Koma di Bintaro, deket kok..”

.

Berselang sejam kemudian Willson kembali mengirimakan sms…

.

Willson:

Received Wed, 11:53 AM

“Sayang.. =* =* =* “

Hmm, tampaknya penyakit manja nya sedang keluar pikirku. Aku lalu membalas.

.

Christina:

Sent Wed, 12:12 PM

“Sayang, sayangku.. Sayangnya akuuuu =* “

.

Willson:

Received Wed, 12:14 PM

“ =* =* =* pacar akuuu =) sayang kamuuu =* “

.

Christina:

Sent Wed, 12:18 PM

“Ayang, aku pengen nyari duit yg banyak deh terus kita pensiun muda. Abis itu kemana2 kita bisa bareng terus. Aku nemenin kamu manjat, kamu nemenin aku nyanyi ato teateran.. Waw!! =) =* =* ayang, nanti kabarin ya kapan bisa OL, kita coba2 webcame nyaaa.. =* “

.

Willson:

Received Wed, 12:20 PM

“Iyah aku juga mauuu cari yang banyakkkkk.. aku mupeng banget dari tadi ngeliatin bule2 couple pada baru dari bunaken =( aku mau sama ayanggg.. =* =* =* =* “

.

Christina:

Sent Wed, 12:22 PM

“Oke lah kalau begitu!! Semangat!! Kita pasti bisaaaa!! =* =* =* “

.

Willson:

Received Wed, 12:24 PM

“Pasti dong sayanggg.. kan kita keyen.. =* =* kangennnn kamuuuuu =* =* apa kabar mama sayang?

.

Christina:

Sent Wed, 12:28 PM

“Mama aku itu yang, ngomongnya sih selalu nyuruh aku cari yang lebih baik, cari yg lebih mapan lah dll. Tapi padahal dia seriiiinggg bgt nanyain kamu, malah kemaren dia minta foto aku sama kamu dimasukin ke HP nya dia hahahhaa. Ayang, kamu pinter2 ngambil hati mama aku yaa =*”

.

Willson:

Received Wed, 12:57 PM

“Hah? Seriusan kamuu, mama minta foto kita? Terus ayang kasih yang mana? =* =*  Udah jam 2 blum berangkat2 uy.. sepertinya mendung.

Iyah sayang, kamu juga jangan lupa berdoa yah.”

.

Aku membaca sms terakhirnya itu, aku hendak membalas tapi entah kenapa kantuk menguasaiku, padahal kalau dipikir-pikir aku belum beranjak dari seputaran tempat tidur. Mulai dari pagi tadi ketika dia membangunkan ku, setelahnya aku kembali meneruskan tidur. Willson sampai Manado aku terbangun lalau sms-an dengannya sambil makan karena perutku lapar. Dan sekarang sudah hampir jam 1 WIB dan aku mau tidur lagi? Berapa jam lagi yang aku butuhkan untuk tidur? Aku seperti ditarik ke alam mimpi berkali-kali.  Aku pun kembali tertidur.

Tak pernah ku sangka, semua tak kan sama ketika aku bangun.

Sore itu, ketika akhirnya aku terbangun, aku merasakan badanku agak berkeringat. Aku meraba-raba leherku dan ahhhh benar saja. Aku sedikit demam. Mungkin karena terlalu banyak tidur, entahlah….

Aku mengirimkan beberapa sms padanya, menanyakan keberadaannya. Tapi tak satu sms pun berbalas.

Aku lupa, aku lupa apakah aku bermimpi atau tidak. Hari itu, entah mengapa aku tertidur terus, tertidur banyak sekali….

Mungkin kah aku bersamanya? Mungkin kah dia ingin aku menemaninya? Kalau iya, aku bersyukur aku telah menemaninya. Kalau iya, aku bersyukur telah memeluk jiwanya untuk yang terakhir kali sebelum dia pergi.

Dan itu lah kontak terakhir, semua sms yang aku kirimkan setelah itu tidak ada yang terkirim, semua pending, semua mendung. Ya sayang, kamu benar, sepertinya mendung, sejak saat itu semua mendung.

Tapi mendung telah mengubah terik menjadi teduh, malah mewarnainya dengan pelangi yang luarbiasa indah.

“Jangan lupa berdoa ya..” itu lah kata-kata terakhirnya. Dia ingin aku berdoa terus. Aku tak akan lupa berdoa  sayang. Seperti aku tak kan melupakanmu.. =)

.

______________________________________________________________________________________________

Terperangkap dalam mimpi

Tadinya aku ingin menghilangkan babak ini. Babak kesedihan, kemuraman, kegelapan. Babak paling traumatis dalam hidupku. Tapi aku sadar bahwa ini adalah bagian dari keseluruhan. Aku harus menerima dan menghadapi kesedihan terdalam sebelum dapat bangkit darinya.

.

Sore itu aku terbangun.

Aku meraih HP ku untuk membalas sms yang tadi tidak sempat aku kirim karena rasa kantuk yang tiba-tiba menyerang.

Christina:

Sent Wed, 4:02 PM

Gak bisa yang, soalnya dari BB ke HP mama gak bisa hihihi. Kamu udah nyampe belum yang? Hari ini aku tidur mulu deh. Ampe anget badan aku xP

.

Sms kali ini aku tidak mendapatkan laporan terkirim, sms dinyatakan pending. Aku pun bersiap-siap untuk berangkat ke dokter kulit bersama mama. Beberapa hari di Tembagapura dan pegunungan Papua yang berhawa sangat dingin membuat kulitku terbakar karena perubahan cuaca yang amat drastis. Setelah diperiksa oleh dokter dan menjalani beberapa treatment aku pun pulang.

Aku bingung, kok belum ada kabar juga dari Willson?

.

Christina:

Sent Wed, 6:38 PM

Yang, kamu dmn? Gak ada kabar? =(

.

Sms kembali pending. Oh, yasudahlah, mungkin baterai HP nya habis atau HPnya eror. Aku kembali bersiap-siap untuk berangkat ke Sanggar Teater Koma di kawasan Bintaro.

Senang sekali rasanya bertemu dengan teman-teman di sana, mengingat sudah lama aku tidak berkunjung. Semenjak pementasan Teater Sampek-Engtay berakhir, hanya beberapa kali aku mampir ke sana dalam forum jumat rutin. Rindu juga.

Aku tengah serius mengikuti pembacaan naskah “ANTIGONEO” sebuah pentas yang akan dimainkan oleh Teater Koma tanggal 7-16 Oktober 2011 di Gedung Kesenian Jakarta. Aku memperhatikan dan mendengarkan naskah dibaca bergiliran. Aku sedang membayangkan tokoh utama yang diceritakan sedang berjuang mempertahankan kuburan orang yang dikasihinya dari gusuran. Tidak peduli proyek besar itu telah berhasil menggusur kuburan-kuburan lain dengan bayaran dan uang ganti besar kepada pihak keluarga, dia tetap bersikeras mempertahankan kuburan itu. Dia tidak perduli ancaman, tidak peduli suap, tidak peduli gunjingan orang. Karakter yang menarik dan sangat jarang kita temui hari-hari ini. Aku sedang serius mengikuti alur ceritanya ketika HP ku bergetar. Ah, ada telepon. Tapi entah dari mana, aku tidak kenal nomernya. Telepon masuk beberapa kali, aku tak bisa angkat. Semua orang dalam posisi tenang dan memperhatikan. Sampai akhirnya sebuah sms masuk.

Received Wed, 9:05 PM

“Cristina in saya fahmi, temen Wilson d gosowong, sudah dpt kbr dr Wilson blom? Kt ad kabar kurang baik kl chopper yg dianiki Wilson hilang, sampe saat in blom ad kbr dr tim sar, smg kabar baik segera datang, kt tunggu bersama. Lht jg d metro am tvone dah masuk jg tentang updatenya. Sabar ya”

.

Langit runtuh, bumi seakan menciut dan masuk ke dalam rongga mulutku yang tengah terbuka lebar. Semua otot muka dan mata menegang. Waktu berjalan pelan, satu detik serasa seabad. Aku bisa merasakan jantungku yang berdebar cepat ini seperti dieja-eja tak beraturan. Tanganku gemetar. Aku membaca sms itu berulang-ulang kali, seakan-akan isinya bisa berubah ketika aku membacanya lagi. Aku tidak mengerti apa maksud sms itu, atau mungkin aku tidak mau mengerti.

Tuhan Yesus……

Aku beranjak berdiri, hendak mencari angin dengan melangkah entah kemana, karena aku tidak mendapat asupan udara. Aku lihat seorang temanku bernama Yogi baru saja masuk arena sanggar. Bagaikan melihat malaikat, aku mencengkram tangannya, tanganku gemetar tak karuan seakan hendak minta ampun. Dia seketika panik melihat reaksi ku itu. Aku memberikan isyarat untuk membaca isI sms di HP ku. Sedangkan kedua tanganku berusaha menutupi mulutku yang masih menganga sambil gemetaran.

“Tuhan Yesus… Aku harus pulang….” Itu yang aku katakan.

Aku berlari ke depan sanggar, aku harus menelepon Mas Fahmi. Aku telepon dia, tapi beliau juga tidak dapat memastikan apa pun, belum ada kejelasan. Aku linglung, bimbang, ragu. Yogi menghampiriku lagi dengan wajah resah, aku tertunduk tiba-tiba. Tulang punggungku menciut, tangaku menutupi mulut dan seketika guncangan itu datang. Ada luapan besar yang menghujam perutku. Aku terisak, seluruh tubuh berguncang.

Yogi lalu memberi usul untuk memeriksa berita tersebut di internet terlebih dulu. Dia menenangkan aku, membimbing aku ke ruang internet tak jauh dari tempat pembacaan naskah tadi.

Sesampainya di ruang internet, di depan layar komputer, aku mengetik kata kunci yang rasa-rasanya seperti “NHM Helikopter”. Tanganku gemetar tak karuan. Ketika layar terbuka dan menampilkan kecelakaan itu, air mataku terpecah tak karuan. Ya Tuhan, ini bukan mimpi? Mereka menyajikan beberapa berita terkait dengan helicopter yang hilang itu.

Om Budi Ros dan kak Dana lalu ikut menghampiriku di depan komputer. Semua terdiam, membaca berita tersebut seakan sedang membaca mantra keramat. Tangisku terpecah lagi. Om Budi Ros lalu menanyakan kronologisnya, dia belum paham benar apa dan mengapa. Aku pun begitu, aku tak paham apa yang terjadi. Aku hanya menjelaskan bahwa Willson bekerja di sebuah pertambangan emas di Halmahera. Dia pergi naik pesawat garuda dari Jakarta ke Manado, dan dari Manado mereka melanjutkan perjalanan menggunakan helicopter ke Halmahera.

Aku segera beranjak, mengambil tas dan sendalku.

“Aku harus pulang….” Itu lagi yang aku katakan seperti meyakinkan diriku sendiri.

Aku menolak halus tawaran dari Ka Yogi dan Ka Dana untuk menemani. Latihan masih berlangsung aku tak mau mengganggu prosesnya, aku ingin pergi setenang mungkin. Rumahku dari sanggar tidak begitu jauh dan aku mengendarai mobil pribadi, pasti akan cepat sampai. Tante Ratna sempat memelukku dan memintaku untuk bersabar. Kepergianku dilepas dengan wajah cemas oleh mereka.

Segera ketika aku keluar dari pelataran sanggar, tangisku terpecah tak karuan, benar-benar seperti orang linglung. Rumahku yang tak jauh dari sanggar itu rasanya seperti ribuan kilometer. Aku menerobos aspal-aspal bolong dan lupa mengambil belokan pertama yang seharusnya mengantarkan aku pulang lebih cepat.

Sesampainya di rumah, aku segera mematikan mesin mobil seperti kesetanan. Entah apa yang aku kejar aku tak tahu. Aku menutup pagar rumah cepat-cepat. Aku menangkap bunyi bahwa pintu rumah sedang di buka dan muncul lah wajah papa dari balik pintu. Aku menangis sejadi-jadinya. Raut wajah papa yang tenang berubah seketika, dia panik.

“Heh, kenapa? Ada apa?”

Dia lalu segera merangkulku dengan wajah ngerti dan tak berhenti bertanya.

“Sssstt… kenapa? Ada apa?”

Badanku berguncang hebat, bukan seperti tangisan tapi seperti gempa hebat yang mengguncang seantero tubuh. Guncangan untuk mengeluarkan sesuatu yang terlalu besar dari kemampuannya.

“Willson pa… Willson… Helikopternya Willson kecelakaan..”

Papa terkejut, sangat terkejut. Aku berlari ke dalam rumah sambil menangis, mengetuk pintu kamar mama, tampaknya mama sudah terlelap. Aku segera berlari ke kamar tidur untuk mencari laptopku dan membawanya ke ruang keluarga di depan televisi. Aku ingin cari tahu lagi kabarnya. Mama akhirnya keluar dari kamar dengan wajah keheranan.

“Kenapa? Ada apa?”

“Willson kecelakaan helicopter ma, dia hilang…” Aku masih sibuk berkutat dengan laptop, mengetik kata kunci untuk mencari berita apa pun yang disediakan oleh internet. Aku masih bisa mendengar suara mama ikut menangis sambil mengajukan banyak pertanyaan. Pikiranku kalut.

Aku membuka facebook dan menemukan message dari ka Beatrix, kaka perempuan Willson. Dia memintaku untuk segera menghubunginya. Aku cepat-cepat mencari Handphone dan menekan nomer telepon yang diberikan dengan sangat tergesa-gesa.

Berita sudah sampai kepadanya, Willson hilang, benar-benar hilang, dan Ka Beatrix yang bekerja di daerah Lampung sudah memesan tiket ke Jakarta. Dia akan sampai di Jakarta esok siang dan aku berjanji akan menjemputnya.

“Katanya serpihan helicopter sudah ditemukan, tapi mereka tidak ada. Kemungkinan mereka mencari tempat berteduh yang aman dek. Kita doakan Willson terus ya dek, kaka yakin dia kuat…” Kata ka Beatrix mantap.

“Aku juga yakin dia kuat ka..” sedikit kelegaan itu menyiramiku.

Aku mulai menulis berita di facebook pribadiku dan sebisa mungkin memberitahu banyak orang untuk turut mendoakan. Harapan kita hanya sejauh doa, hanya doa yang bisa menghangatkannya malam ini.

Mama segera menyalakan TV. Aku dapat melihat running text di Metro TV tak henti-hentinya memberitakan update kecelakaan helikopter itu. Mama menangis dan memanggil-manggil nama Willson.

Aku diam, berusaha untuk tenang. Air mata ku mengeras di pipi, aku tak tahu harus pikir apa. Aku menunggu, menunggu dan menunggu. Aku mencoba menelepon HP Willson tapi sia-sia.

.

Christina:

Sent Wed, 11:11 PM

Sayang, kamu di mana? Aku sayang kamu.. Kamu baik2 aja kan yah yang??

.

Tidak terkirim. Aku menunggu.

.

Christina:

Sent Thu, 12:48 AM

Sayang, kamu dingin gak di sana? Aku kirim seribu peluk dan cium yah supaya kamu hangat di sana. Ayang, doa terus ya, aku temenin kamu terus di sini dalam doa, aku janji bakal temenin kamu terus.. Love you..

.

Tidak terkirim. Aku terus menunggu.

Seumur hidupku, aku tidak pernah merasakan Waktu berjalan selambat itu. Setiap detiknya menghujam jantung dan menyayat-nyayat hati. Setiap bunyi adalah lengkingan senar sumbang yang suram. Dan hembusan angin setajam serpihan-serpihan kaca yang tak hentinya-hentinya melukai.

Beberapa teman meneleponku, mengirim sms, bbm, message di facebook dan twitter. Mike, seorang teman dekat rumah yang sudah aku anggap adikku sendiri pun datang ke rumah. Dia berusaha menenangkan walaupun aku tahu dia sendiri bingung bagaimana caranya. Waktu berjalan sangat lambat, seakan malam itu kena kutuk menjadi lebih panjang ratusan kali.

Sampai akhirnya sebuah dering telepon memecah kesunyian dan berita pun datang dari Ka Beatrix.

……

“Ade.. kamu yang kuat ya.. abang udah gak ada, dia sudah di rumah Bapa”

Tidak ada satu hal pun dalam hidupku yang pernah sebegitu suram dan mengerikan. Aku Marah, benci, takut, emosi, sakit, tak terima, semua bercampur jadi satu. Tidak ada satu kata pun tercipta di dunia ini yang mampu mendefinisikan kesedihan sedalam itu.

“Enggak, Enggak, apaan sih ka, kaka ngomong apa, kaka tau dari mana ka?”

“Enggak, gak mungkin…!!! “

“Enggak mungkin kaka… Ka Beatrix gak mungkin…!!!”

“Aku gak mauuuuuu.. aku gak mauuuuu ka.. gak mungkin….!!!”

Aku setengah berteriak. Ka Beatrix lalu membujukku untuk tenang, dia begitu tabah, begitu kuat, begitu tegar. Aku heran darimana dia mendapatkan kekuatan itu saat ini, aku ingin meminjamnya sebentar saja. Aku sendiri tidak bisa, aku tidak bisa mendengar suaranya lagi. Aku hanya bisa mendengar suaraku yang sudah mulai meracau histeris dan merasakan badanku yang gemetaran. Ka Beatrix meminta supaya aku memberikan Handphonenya kepada mama. Mama lalu sigap menerima Hp ku dan berbicara dengan Ka Beatrix.

Aku terduduk di lantai, tangisku pecah sejadi-jadinya. Kaki ku terhentak-hentak ke lantai, aku tak bisa mengatur gerak tubuhku. Aku berteriak dan menangis. Nafasku sesak. Badanku gemetaran. Aku meracau tak beraturan.

“Gak mungkin… gak mau.. Aku gak mauuuuuuuuuuuuuu!!!”

“Apaan sih? Bohong! Semuanya bohong…..!!”

“Willson masih ada! Enak aja dia pergi.. gak mungkin mama.. gak mau.. gue gak mau mama.. gak mau..!!”

“Ayang, kamu ngapain sih? Gak lucu tau! Gak boleh yang.. aku gak mau! awas ya kamu, pokoknya aku gak mau, denger yang! aku bilang aku gak mauuuuuu!”

“Tuhan Yesus kenapa sih? aku gak mau Tuhan.. Aku gak mau…”

“Apa aja Tuhan.. tolong apa aja.. tapi jangan ini Tuhan.. Tuhan tolong jangan ini…”

Aku terisak, tubuhku berguncang, aku berjalan tak tentu, terduduk di ruang tamu, sebentar terduduk di lantai, aku tak tahu harus kemana dan berbuat apa. Aku ingin berlari mencarinya, tapi kemana? Aku tak mau percaya! Tidak boleh percaya!

Mama yang telah selesai berbicara dengan Ka Beatrix segera menenangkanku. Dia membujukku untuk tenang menghadapi kepergian Willson walaupun dia sendiri berkata-kata sambil menangis. Aku marah sekali padanya, bagaimana mungkin dia percaya kabar ini? Aku merasa mama tengah berkhianat padaku.

“Mama ngomong apa sih?! gak boleh percaya! Awas kalau mama percaya sama berita itu! Inget ma, mama gak boleh percaya. Willson masih ada, dia gak boleh pergi, mama denger gak, gue gak mauuuuu….” Jawabku setengah berteriak.

Kepalaku seakan melayang. Ini mimpi, ya ini pasti mimpi. Aku harus terbangun, ini mimpi buruk. Aku harus bangun!

Banguuuuuuuuuuuuuuun…..!!

Mama masih berusaha menenangkan ku, tapi aku tak bisa. Ini ketakutan terbesarku, lebih besar dari apa pun yang pernah aku bayangkan. aku tak mampu, aku tak kuat, tak mungkin bisa..

Tidak bisa……………….!!!

Malam itu aku berdoa semalam suntuk, aku masih berharap Tuhan tolong dia. Aku berdoa terus menyebut nama Tuhan dan menyanyikan lagu pujian. Entah mengapa, mungkin karena aku sudah tidak bisa berfikir tentang apa pun, aku tidak bisa mengingat lagu lain. Aku hanya dapat mengingat satu lagu “Bapa Engkau sungguh baik”, hanya lagu itu saja, berulang-ulang aku nyanyikan dalam tangis.

“Bapa Engkau sungguh baik, kasihMu melimpah dihidupku
Bapa ku berterima kasih, berkatMu hari ini
Yang Kau sediakan bagiku

Ku naikkan syukurku, buat hari yang Kau bri
Talk habis-habisnya, kasih dan rahmatMu
Selalu baru dan tak pernah, terlambat pertolonganMu
Besar setiaMu disepanjang hidupku”

.

Mama memintaku untuk tidur, dia berdoa bersamaku agar aku juga bisa tenang, dia menderita juga melihatku begitu. Namun untuk memejamkan mata saja aku tidak sanggup. Aku takut. Dan benar saja, dengan tangis dan airmata yang begitu banyak, dengan mata yang sangat berat, aku masih tetap tidak sanggup untuk memejamkan mataku selama 2 hari itu. Aku tidak bisa tenang sebelum aku dapat melihat Willson, bagaimana pun kondisinya.

Malam itu ketika air mataku terkuras habis, aku terdiam lelah meresapi kesunyian malam. Aku ingat sebuah puisi, puisi yang pernah kutulis dan kumuat dalam blogku dulu. Puisi yang melukiskan perasaanku waktu itu ketika dia baru saja pergi ke lapangan. Rasanya puisi itu menghantuiku saat ini, tak henti dia membisikkan baris-barisnya, ini lah titik itu, titik terlengang yang aku tuliskan dahulu.

.

.
Titik Lengang
.

“Hari ini, saat ini..
Sampai lah kita di titik paling lengang
Titik tersepi yang pernah terdengar
Suatu titik di mana kaki seakan tak menginjak tanah dan langit tepat di atas kepala

Ketika kamu mulai melangkah, semuanya sepi
Ketika bayang mulai samar, semuanya sepi
Ketika senja mulai turun, semuanya sepi
Ketika aspal mulai menghitam, semuanya sepi….”

-Christina Maria Panjaitan, 10 Oktober 2010-

______________________________________________________________________________________________

Berita Kematiannya

Aku hanya termangu di depan televisi menyaksikan running text dan beberapa kali berita tentang jatuhnya helikopter NHM itu. Pipiku terasa kaku karena air mata yang terus mengalir dan mengering di permukaannya. Willson sudah dipastikan tewas. Adik dan beberapa saudaranya sudah pergi ke sana untuk mengidentifikasi jenazah. Dia sudah pergi, benar-benar sudah pergi. Pagi itu kedua sahabatku datang ke rumah untuk menemani. Melihat kedua wajah mereka dan merasakan pelukan mereka membuat tangisku tumpah sejadi-jadinya, mereka ikut menangis bersamaku. Aku sungguh tak sanggup berhenti menangis. Sampai akhirnya aku tidak tahan dengan suara televisi, aku mematikan televisi di kamar mama. Aku meminta mama untuk menyaksikan televisi di luar saja, aku tidak ingin mendengar apa pun, aku tidak mau membaca koran, aku tidak mampu membuka internet. Aku takut dengan berita tentang kematiannya. Aku hanya berhubungan dengan ka Beatrix dan beberapa teman Willson untuk mengetahui perkembangan.

Beberapa lama setelah pemakaman Willson, aku baru memberanikan diri membaca berita-berita yang beredar tentang kematiannya. Mungkin ini juga salah satu cara agar aku dapat menerima semua kejadian ini dengan utuh. Walaupun rasanya sulit, aku berusaha untuk mengumpulkan berita-berita tentang dia dan kecelakaan itu.

Berikut berita tentang dia di media dan beberapa link berita-berita dari internet tentang kecelakaan itu.

.

Video Liputan

http://tv.liputan6.com/main/read/3/1061302/1/keluarga-menunggu-jenazah-wilson-joshua

.

http://medan.tribunnews.com/2011/08/04/wilson-joshua-lulus-cum-laude-dan-hobi-panjat-tebing

Wilson Joshua, Lulus Cum Laude dan Hobi Panjat Tebing

Laporan wartawan Tribunnews / Andri MalauTRIBUN-MEDAN.com, JAKARTA -Di mata rekan-rekannya, Wilson Joshua adalah sahabat yang menyenangkan. Wilson digambarkan sebagai sosok yang cerdas dan sayang kepada keluarganya. Menurut beberapa rekan Wilson yang ditemui wartawan Tribunnews.com saat melawat di rumah korban, mereka mengaku sangat kehilangan sosok Wilson.”Wilson itu anak yang cerdas. Dulu ia kuliah di jurusan Geologi Universitas Padjadjaran Bandung dari tahun 2003 hingga 2008. Yang luar biasa, ia lulus dengan predikat cum laude,” ujar seorang rekannya yang datang melayat ke rumah duka di Perumahan Gading Griya Lestari, Kelapa Gading Jakarta Utara, Kamis siang (4/8/2011).Menurut rekannya kuliah itu, Wilson yang lulusan SMA Muntilan Magelang, sejak di bangku kuliah juga dikenal sebagai mahasiswa pecinta alam. Ia suka berpetualang dan panjat tebing. Anak ke-2 dari 3 bersaudara itu, kata rekannya tersebut, juga dikenal sosok penyayang keluarga. Bahkan Wilson juga diketahui masih membantu membiayai kuliah adik bungsunya.Wilson Joshua Mangihuttua Sibarani merupakan salah seorang korban kecelakaan helikopter milik maskapai Yaman Air (Yemenia Airways) yang disewa perusahaan tambang Nusa Halmahera Mining. Helikopter tersebut jatuh di perkebunan Kelurahan Dano Wudu, Kelurahan Ranowulu, Kota Bitung, Rabu (03/08/11) sore. Akibat kecelakaan itu, 10 orang meninggal dunia. (Andri/tribunnews.com)
.

http://regional.kompas.com/read/2011/08/05/04220777/Heli.Ditemukan.Hancur

Heli Ditemukan Hancur

Manado, Kompas – Helikopter PK FUG jenis Bell 412 yang hilang pada Rabu lalu ditemukan dalam kondisi hancur di Perkebunan Sosor, Danowudu, Kota Bitung, Sulawesi Utara, Kamis (4/8) pukul 01.00 dini hari. Delapan penumpang dan dua awaknya ditemukan tewas, di antaranya dua warga negara Australia dan dua dari Afrika Selatan.

Kedelapan penumpang helikopter tersebut adalah karyawan dan kontraktor PT Nusa Halmahera Minerals (NHM). Empat di antaranya adalah warga Indonesia, yakni Dian Rimba Rudiansyah, Wilson Joshua, Zainudin Achmad, dan Roy Nawawi. Adapun empat warga negara asing yang turut menjadi korban diidentifikasi bernama Barry Tomlison, Adrian Aird, Dion Remie, dan Roeloft Roadt.

Pihak NHM dalam siaran persnya semalam belum bersedia merinci nama-nama korban berikut asal-usulnya sebelum proses identifikasi rampung. Namun, diperoleh keterangan pilot helikopter bernama Eddy Purwono (54) dan kru mesin, Omaedi (45).

Korban Dian Rimba Rusdiansyah (29) sempat ditemukan dalam keadaan selamat. Namun, ia kemudian meninggal di Rumah Sakit Prof Dr Kandouw Malalayang, Manado, Kamis pukul 06.00. Ia dievakuasi regu penolong pada pukul 02.30 dan langsung dilarikan ke Manado.

Dr Ferry Kaletos, petugas medis RS tersebut, mengatakan, kondisi Dian sangat kritis saat dievakuasi.

Sampai Kamis malam, belum diketahui sebab-sebab kecelakaan itu. General Manager Bandara Sam Ratulangi PT Angkasa Pura I Heri Sikado mengatakan, kecelakaan akan diselidiki Komite Nasional Kecelakaan Transportasi.

Helikopter tersebut milik PT Nyaman Air yang berkedudukan di Balikpapan, Kalimantan Timur. Sejak Maret 2011, helikopter itu dikontrak PT Nusa Halmahera Mineral, perusahaan tambang emas yang beroperasi di Halmahera.

Tito Ariarto, pilot pesawat Twin Otter milik PT Nyaman Air, mengatakan, Rabu lalu, pesawat yang dikemudikannya terbang hampir bersamaan dengan helikopter naas tersebut dari Bandara Sam Ratulangi menuju Gosowong, Halmahera. Kala itu, pesawat Twin Otter yang mengangkut 14 penumpang lepas landas lebih dulu beberapa menit dari helikopter. Helikopter itu mulai terbang dari Sam Ratulangi pukul 14.26. Beberapa menit kemudian, Tito kehilangan kontak dengan pilot Eddy Purwono.

Komandan Pangkalan Udara Sam Ratulangi Letnan Kolonel (Pnb) Jorry Koloay mengatakan, lokasi jatuhnya helikopter sulit dijangkau karena berada pada ketinggian 900 meter di atas permukaan laut. Untuk mencapai lokasi dibutuhkan waktu dua jam jalan kaki dari jalan raya Danowudu dengan yang medan terjal.

Tim SAR bersama warga yang melakukan pencarian pada Rabu malam menemukan bangkai helikopter tersandar di sebuah pohon. Jasad para korban ditemukan sejauh 10-15 meter dari badan pesawat. (ZAL)

.

http://regional.kompas.com/read/2011/08/05/07514457/Lima.Jenazah.Diterbangkan.ke.Jakarta

Lima Jenazah Diterbangkan ke Jakarta

MANADO, KOMPAS.com- Lima jenasah korban kecelakaan helikopter PK FUG jenis Bell 412 diberangkatkan ke Jakarta, Jumat (5/8/2011) ini. Tiga jenasah diberangkatkan lebih dulu pada penerbangan pagi pukul 06.20 dilanjutkan penerbangan Garuda pada siang hari nanti.

General manajer Bandara Sam Ratulangi Herri Sikado mengatakan, lima jenasah yang diberangkatkan itu adalah Wilson Joshua Sibarani, Dian Rimba Rusdiansyah,  Zainudin Achamd, Eddy Purnomo (pilot), dan teknisi Hunaidi Edi.

Sementara itu, jenasah Roy Nawawi masih disemayamkan di rumahnya di Kawasan Winangun Manado dan jenazah Adrian Aird disemayamkan di rumah istrinya Joice Bernadus di Treman, Kauditan, Minahasa Utara.

Direncanakan Adrian akan dibawa ke Australia, Senin pekan depan dan dimakamkan di sana. Meski demikian proses identifikasi masih berlangsung untuk tiga jenasah korban heli di Rumah Sakit Prof. Dr. Kandouw Malalayang Manado. Tiga jenazah warga negara asing itu adalah Barry George Tomilson, Reolof Johanes Roodt dan Dion William Renie.

“Proses otopsi dan identifikasi dilanjutkan pagi ini,” kata Heri.

.

http://www.tribunnews.com/2011/08/05/ibunda-willson-semoga-kau-dibawa-tuhan-ke-surya

Ibunda Willson: Semoga Kau Dibawa Tuhan ke Surga

Laporan wartawan Tribunnews / Dodo Esvandi

TRIBUN-MEDAN.com, JAKARTA -Kepergian Wilson Joshua, salah seorang korban kecelakaan helikopter yang jatuh di di perkebunan Kelurahan Dano Wudu, Kelurahan Ranowulu, Kota Bitung, menimbulkan kesedihan mendalam bagi keluarganya, tak terkecuali bagi orang tuanya, Ny Sitanggang.

Dari pantauan wartawan tribunnews.com di kediaman almarhum di daerah Kelapa Gading Jakarta, Kamis siang (4/8/2011), rumah tersebut mulai ramai dipenuhi pelayat. Sejumlah kursi dan tenda juga sudah dipasang di depan rumah berpagar biru tersebut. Ny Sitanggang sendiri tampak sangat berduka. Setiap ada pelayat yang datang ke rumah tersebut, ia tak bisa menahan tangis.

Sementara itu beberapa anggota keluarga Wilson juga sudah terbang ke Manado guna menjemput jasad korban. Di rumah itu hanya tinggal Ny Sitanggang ditemani beberapa pelayat dan teman-teman korban.

Menurut beberapa rekannya, Wilson merupakan sosok yang menyenangkan. Pria bernama lengkap Wilson Joshua Mangihuttua Sibarani itu juga dikenal gemar berpetualang naik gunung dan menjelajah alam.

Seperti diberitakan sebelumnya, helikopter milik maskapai Yaman Air (Yemenia Airways) yang disewa perusahaan tambang Nusa Halmahera Mining, jatuh di perkebunan Kelurahan Dano Wudu, Kelurahan Ranowulu, Kota Bitung, Rabu (03/08/11) sore. Akibat kecelakaan itu, 10 orang meninggal dunia.(tribunnews.com)

.

http://regional.kompas.com/read/2011/08/04/07040396/Semua.Penumpang.Helikopter.Tewas

http://www.detiknews.com/read/2011/08/04/174938/1696831/10/keluarga-harap-jenazah-wilson-joshua-bisa-dibawa-ke-jakarta?nd992203605

http://www.detiknews.com/read/2011/08/05/160827/1697628/10/jenazah-wilson-joshua-akan-dimakamkan-di-tpu-pondok-kelapa

http://manado.tribunnews.com/2011/08/03/berita-foto-helikopter-10-menit-sebelum-berangkat-oleh-pingkan-mandagi

http://manado.tribunnews.com/2011/08/03/helikopter-jatuh-di-bitung-diduga-karena-diterjang-petir

http://manado.tribunnews.com/2011/08/04/berita-foto-evakuasi-korban-helikopter-jatuh

______________________________________________________________________________________________

KEHILANGAN

Aku iri pada Tuhan. Tidak pernah se-iri ini. Rasa iri yang sangat menyakitkan. Tuhan telah mengambil Willson seutuhnya, menjadi kepunyaan-Nya Seorang. Aku ingin berbagi dengan Tuhan, sedikit saja..

Ya, sedikit saja..

Akhirnya aku tahu apa itu duka mendalam. Aku pernah menghadapi duka ketika abangku meninggal beberapa tahun lalu. Namun, waktu itu dia meninggal akibat kanker, kami sudah melihatnya kesakitan selama berbulan-bulan di Rumah Sakit. Tuhan memberikan suatu masa di mana kami dapat bersiap-siap untuk menerima kepergiannya.

Tapi kejadian ini? Hanya seperti satu jentikan jari yang membuat segalanya musnah. Benar-benar hancur dan lenyap. Aku tidak siap. Mungkin juga tak kan pernah siap. Aku tak tahu, sebelum aku benar-benar menghadapinya.

Akhirnya aku mengerti mengapa orang yang sedang dalam kedukaan mendalam tidak dapat makan. Bukan karena mereka tidak mau, tapi mereka jelas tidak bisa. Jangan paksa mereka makan, mereka tak kan sanggup mengunyah apa pun.

Pada saat itu rasanya aku hidup di atas pegunungan yang sangat tinggi di atas awan, udara terasa tipis sekali. Ketika mama memaksaku makan, aku mencoba untuk mengunyah, tapi aku seakan kehabisan oksigen. Aku tidak bisa bernafas dengan baik karena menangis terus menerus, bagaimana caranya untuk mengunyah dan menelan, tidak bisa.

Dadaku sesak, dalam arti yang sesungguhnya. Seperti ada kepalan besi yang mengganjal di antar rusukku.  Aku harus berbicara dan menangis, aku harus meracau. Karena kalau aku diam, rasa sakit yang mengganjal itu akan bergerak naik turun, menusuk-nusuki jantungku. Aku harus berbicara, bersuara, menangis dan bernafas dalam satu waktu. Bagaimana caranya bisa makan dalam kondisi itu?

Jika ada orang yang berduka seperti itu, berilah mereka susu, jus, sereal, vitamin atau apa pun itu yang mudah ditelan seperti air. Percayalah, mereka bukan tak mau makan, tapi tak mampu. Itu dua hal yang berbeda.

Baru kali itu aku tidak tertidur selama dua hari penuh, aku sungguh takut memejamkan mata. Padahal mata ini sudah terasa sangat berat dengan tangisan sepanjang hari. Mungkin aku lebih dapat tidur dengan mata terbuka daripada terpejam, aku tak bisa membayangkan  rasanya menutup mata.  Mengerikan.

Aku pernah menulis sebuah tulisan, sudah lama. Tulisan itu rasanya begitu ringan ketika ku tulis dulu, lain halnya dengan sekarang ketika aku membacanya. Sekarang aku benar-benar tahu apa yang aku tulis, aku paham, aku mengerti. Lucu rasanya mendapat nasehat dari diri sendiri di masa lalu.

.

http://christinamariapanjaitan.blogspot.com/2010/05/hello-and-good-bye.html

.

Sweet hello, sad goodbye!

People come, and people go..
When people come and stay near us, we know that they’re here but we don’t know much about them..
after they leave, you’ll realize who they are, and what are they to you..

If you wanna grab something new, something better, something that your heart tells you.

You must lose things in your hand first, right now you must make it empty so you can grab your hope with an open hand. Achieve your dream.

But to let go, it’s never be easy…
Life is an art to let go..
Sincerity is the key to let go..
To let go, we must take sincerity as the art of life..

We learn so much from goodbye than hello!

– Christina Maria Panjaitan, 4 Mei 2010 –

Inilah menariknya membuat tulisan, prosa atau puisi. Suatu hari kita akan membacanya lagi, dan pada saat itu kita memiliki pengertian yang jauh lebih baik ketimbang hari di mana kita menulisnya. Tahu apa sih kita dulu waktu menulisnya?

I always say: “life is a losing game, the art of letting go.” I never thought God gave me a chance to understand the hardest art of life. That is a Death.

Kematian membuat ku mengerti banyak hal. Memang tidak pernah cukup, tapi cukup banyak bagiku untuk melanjutkan hidup dengan pengharapan.

.

Sayang

Kamu tahu sayang, kita ini abadi

Kisah yang Tuhan simpan dalam hati

Semua kalimat-kalimat duka ini fana

Yang nyata hanyalah canda dan tawa kita

.

Mentari akan bersinar lagi sayang

Esok dan keesokannya lagi

Bukan hanya untuk aku atau kamu

Tapi untuk kita

.

Bintang tak sanggup memilih sayang

Tuhan pun tak pilih kasih

Kisah ini terlalu manis

Bahkan untuk dikenang

.

Tuhan lebih mencintaimu daripada aku sayang

Kamu memang sangat mempesona!

Lakon cakap dari sebuah sandiwara

Yang tak seorang pun tahu akhir naskahnya

.

Tuhan layak mendapatkanmu kembali sayang

Aku rela beri semua

Karena Tuhan lebih dulu beri yang terbaik

Yaitu kamu dan ribuan kenangmu

.

Aku akan menulis ribuan syair sayang

Untuk memenuhi aroma mu selalu

Kamu tahu aku suka pelukan-pelukanmu

Betul sayang, aku suka aroma terakhirmu…

______________________________________________________________________________________________

8 Agustus 2011 (TPU Pondok Kelapa)

Pagi itu cerah, sinar mentari cerah tapi tidak terlalu panas. Aku memarkirkan mobil ku dipekarangan TPU yang teduh ternaungi pohon. Aku membuka pintu mobil, melepas kacamata hitamku dan mengarahkan pandanganku jauh ke lokasi makamnya. Ah, di sana…

Aku meraih handphone dari dalam tas dan segera menghubungi Mas Fahmi, rekan sekerja Willson.  Rekan-rekan sekerjanya di NHM ingin berkenalan sekaligus berkunjung ke makamnya. Kami yakin banyak hal yang dapat dibagi, atau setidaknya saling menguatkan untuk menghadapi tanah pekuburan ini, menemui dia yang sudah pergi. Mengenang bersama, mungkin hanya itu yang mampu sedikit melegakan hati.

“Halo…”

“Halo Mas Fahmi, aku udah sampai ya. Mas Fahmi di mana?”

“Oh udah sampai, iya kami sebentar lagi juga sampai, sudah dekat..”

“Oke, aku tunggu ya..”

Hari ini kali pertama aku berkunjung ke makamnya, belum sampai seminggu dia pergi. Sekarang suasana begitu sepi. Aku berjalan menuju kios bunga. Aku melihat bunga warna-warni, begitu indah. Tiba-tiba ada luapan sesak lagi dari perutku, menghujam ke tenggorokan.

“Hari ini cerah sayang, aku mengunjungimu. Aku ingin memberimu bunga, tapi aku tak tahu bunga kesukaanmu. Kamu lah yang selalu memberiku bunga.”

Aku tak tahan melihat tumpukan bunga-bunga indah itu, aku segera melangkahkan kaki menuju nisannya.

Kondisi pemakaman itu amat berbeda, sekarang semuanya sepi, sejuk, damai dan tenang. Aku teringat akan hari itu, dimana hiruk pikuk orang mengantarkannya ke pekuburan. Saudara, teman sejawat, media, semua berebut tempat untuk memberikan penghormatan terakhir untuknya. Aku seolah berada di tempat yang berbeda. Sekarang.

Namun ketika mataku menangkap sebuah salib betuliskan namanya, aku tersenyum. Itu dia…

Aku segera meraih salib itu seakan salib itu akan cepat berlari jika aku tak segera menyentuhnya. Aku meraba nama yang terpatri di salib itu, airmataku pun terlepas jatuh. Ya, terlepas begitu saja….

“Aku tidak merengek sayang, aku hanya haru. Aku tidak bersedih sayang, aku hanya rindu.”

Segera dengan cepat ku hapus bulir-bulir airmata yang berjatuhan itu. Aku tarik nafas panjang. Udara sejuk dari pepohon dan rumput-rumput hijau ini merasuk ke dalam paru-paru, membantu menenangkan hatiku. Suara gesekan daun dan pepohonan membuat pertemuan ini semakin sakral. Ah, terlalu sunyi…

Aku mengalihkan perhatianku ke tempat lain, aku melihat seorang pekerja perawat kuburan berjalan menghampiriku. Ternyata dia perawat kuburan mereka, sebelumnya bapak ini juga sudah merawat kuburan ayah Willson bertahun-tahun.

Dia bercerita bahwa dirinya pun terkejut dengan kabar kepergian willson. Karena baru beberapa bulan lalu mereka bertemu di makam ayahnya ini dan Willson terlihat sehat.

“Dia anak yang baik dan ramah…” ujar pak penjaga. Kami pun bertukar cerita beberapa saat.

Tak lama kemudian, tampak serombongan orang mulai menghampiriku.

Ah, itu dia rombongan kawan-kawan seperjuangannya di tempat kerja.

Aku mendapati wajah Mas Fahmi, yang selama ini Cuma aku lihat di Facebook. Aku pun menjabat tangannya. Juga tangan teman-teman yang lain.

Aku mendapati duka mendalam di mata mereka, sesaat kami diam menatap gundukan tanah dan tanda salib berukirkan namanya. Suasana mistis itu menyelubungi kami, seakan-akan dia sedang menyapa setiap orang melalui lamunan masing-masing.

Mas Fahmi memecah kesunyian dengan bercerita tentang Willson semasa hidup, di sambung dengan cerita teman-teman lain. Senyum mulai menghiasi wajah kami. Tentu saja, membayangkan wajahnya yang selalu tersenyum itu membangkitkan semangat.

Mas Fahmi menceritakan bagaimana cara dia membangunkan Willson di camp, bagaimana cara Willson bercerita. Ledekan yang mas Fahmi berikan kepada cara Willson yang selalu memanggilku ‘ayang’.

“Mas Kris, Willson rajin berdoa gak?” tanyaku. Tiba-tiba aku bertanya kepada mas Kris teman sekamarnya. Perkataanku lebih cepat dari pikiranku.

“Oh rajin, tiap malam dia selalu berdoa” katanya cepat. Aku tersenyum, tersenyum lega. Lalu Mas Kris menambahkan.

“Sejak beberapa bulan lalu dia mulai bawa alkitab ke camp, rajin baca buku kecil itu tuh, apa sih tuh namanya..” katanya sambil menunjukkan bentuk buku itu dengan kedua jarinya.

“Saat teduh” kataku. Aku bahagia mendengar dia selalu membawa alkitab dan saat teduh yang aku berikan. Paling tidak di saat terakhir dia bisa lebih dekat dengan Firman Tuhan sebelum Bapa di surga memanggilnya.

“Setelah baca itu, dia berdoa” jelas mas Kris.

“Lama gak doanya mas?” tanyaku.

“Lama sekitar 10-15 menit” jawabnya.

“Selalu, dia selalu doa malam, kalau lagi di luar juga, setelah tutup kelambu, dia doa, lama, kadang-kadang sambil regangin punggung kalau pegel” kata mas Fahmi sambil mempraktekkan cara Willson meregangkan punggung. Aku mengangguk-angguk, hatiku tersenyum lega, bahkan sebenarnya aku ingin menangis bahagia.

Aku malu, aku yang memberikannya  alkitab dan saat teduh, dia selalu baca dan doa malam. Aku sendiri sering kali bolong-bolong membaca alkitab dan saat teduh, kalau terlalu mengantuk kadang lupa doa malam. Sekarang semua kealfaan tampak tidak pantas, aku terlihat seperti penghianat.

“Kamu hebat yang, kamu benar. Kamu bilang kamu selalu doain kita dan keluarga setiap malam, kamu benar. Aku yang harus belajar lagi. Kamu pasti sudah tenang di rumah Bapa, kamu pendoa yang baik.”

Beberapa temannya yang lain lalu bergilir bercerita tentangnya. Semua tampak berusaha bercerita dengan tegar dan tersenyum. Mungkin kenangan akan dia masih terlalu segar, kami belum merasakan penuhnya kehilangan. Dia seakan masih ada di situ, duduk bersama kami. Aku memperhatikan teman-temannya satu persatu ketika mereka bercerita, aku seakan telah lama mengenal mereka. Aku mengenali tiap mereka dari cerita-cerita Willson setiap malam. Semua cerita yang dilontarkan temannya tidak asing lagi di telingaku. Apalagi mas Kris teman sekamar Willson, hampir setiap malam aku mendengar suara Mas Kris yang juga sedang berbicara dengan istrinya di telepon. Kadang Willson dan Mas Kris saling meledek cara mereka memanggil pasangan ditelepon. Willson selalu cerita, dia bercerita banyak sekali. Ya Tuhan, sungguh. Setiap malam dia selalu bercerita tentang hari-harinya sampai kami mengantuk. Tak terbayangkan harus melalui semua malam tanpa suaranya lagi sebelum tidur.

Mereka bilang Willson sering memamerkan foto-foto kami kepada teman-temannya di site. Foto-foto kami selalu bagus =) Tentu saja bagus, akhir-akhir ini Willson sangat narsis berfoto. Mungkin dia memang ingin mewariskan banyak kenangan dan foto-foto bagus untukku setelah ia pergi.

“Rush hitam, dia mau beli mobil itu. Setelah itu dia mau nabung buat nikah kalian taun depan” kata mas Fahmi ketika kami beranjak meninggalkan pusaranya.

“Apa? Willson bilang begitu?” tanyaku heran.

“Iya, kalau ngobrol-ngobrol kan sering ngebahas-ngebahas ini” ujarnya.

Aku terhenyak. Dia tidak pernah memberitahuku ingin membeli mobil apa. Dan Menikah? Dia tidak pernah menyinggung soal rencana menikah. Dia selalu bilang ingin secepatnya. Tapi tidak pernah memberitahuku. Sehari sebelum dia pergi, ketika aku bertanya sambil bergurau padanya tentang lamaran, dia justru sangat sedih. Aku masih ingat wajahnya ketika dia mengatakan betapa sedih hatinya ketika aku bertanya tentang itu. Kalau dia begitu bersemangat menceritakan tentang rencananya untuk menikahiku kepada orang lain, kenapa tidak berani mengatakannya langsung padaku. Walaupun hanya akan jadi angan-angan kosong, aku ingin mendengar rencananya. Mungkin dia sudah tahu dia harus pergi, jadi tidak ingin membuatku sedih dengan harapan kosong. Entahlah.

Setelah berjalan menuju parkiran, kami kembali bersalaman. Rasanya masih banyak yang ingin diucapkan tapi mungkin kami sendiri tidak tahu bagaimana mengucapkannya, atau bahkan tidak tahu apa yang harus diucapkan. Rombongan rekan NHM akan melanjutkan perjalanan ke makam Rimba salah satu korban kecelakaan maut ini juga. Aku menitipkan salamku untuk keluarga Rimba dan berpamitan pulang. Perjalanan pulang tidak menyisakan banyak cerita, aku hanya termenung sepanjang perjalanan, berusaha menghidupi mimpi ini. Mimpi kehilangan dia dari setiap memori masa depan.

______________________________________________________________________________________________

Mukjizat Masih Ada

Kecelakaan helikopter itu merengut nyawa seluruh penumpangnya yang berjumlah 10 orang. Aku ingin sekali mengetahui bagaimana Willson meninggal, aku sungguh berharap dia tidak mengalami kesakitan. Berbagai versi cerita beredar. Ada yang bilang Willson sempat meloncat dari helikopter, ada yang bilang dia menyangkut di pohon. Salah satu stasiun televisi juga mengatakan Willson terjepit di bagian helikopter dan menahan tubuh Rimba yang sempat selamat walaupun pada akhirnya Rimba juga tidak sanggup untuk bertahan ketika dilakukan tindakan medis. Aku benar-benar hanya ingin tahu bagaimana cerita sebenarnya.

Seorang wartawan yang mengabadikan evakuasi jenazah Willson untuk pertama kali menghubungiku. Dia menanyakan apakah aku ingin melihat foto-foto evakuasi helikopter itu. Tanpa pikir panjang, aku jawab iya. Pada saat itu, aku berfikir hal ini akan menjadi saat yang paling traumatis, pastilah aku akan melihat kengerian, pastilah aku akan histeris atau apa lah itu. Ketika aku membuka foto-foto itu memang benar, aku menangis, tapi yang ada hanyalah tangisan bahagia dan ucapan syukur. Ternyata skenario dari televisi itu memang yang paling masuk akal. Willson tidak meloncat, tubuhnya masih mengenakan safety. Tubuh Willson menahan tubuh Rimba dan mungkin juga itu yang membuat Rimba sempat selamat. Aku mengucap syukur kalau sampai detik terakhir hidupnya pun dia masih dapat melindungi orang lain, melakukan apa yang selalu ingin dia lakukan yaitu memberi untuk orang lain. Kamu memang hebat sayang =)

Aku juga sempat melihat foto-foto evakuasi di album wartawan itu, aku melihat foto Willson ketika dia sudah diturunkan dari bangkai helikopter dan diletakkan di tanah. Di situ aku tidak tahan untuk menangis, aku mengucap syukur tak henti-henti. Saat yang penuh magis itu memenuhiku ketika melihat Willson terbaring dengan tenang dan damai di atas tanah dan rerumputan. Aku melihat Willson terbaring dengan utuh di antara puing-puing besi dan baja yang hancur berantakan dan diantara serpihan-serpihan tubuh teman-temannya. Tuhan ini mukjizat, ini keajaiban. Aku seperti tidak mempercayai apa yang aku lihat. Aku tidak menyangka bahwa kondisi tempat kejadian sekacau itu dan betapa mengherankannya jasad Willson dan Rimba dalam kondisi utuh. Terimakasih Tuhan, Engkau telah menyelamatkan dia, Willson tidak kehilangan bagian tubuh mana pun, dia lengkap, dia utuh. Inilah sebuah mukjizat yang kulihat dan kualami langsung. Besi dan baja hancur berantakan tapi Tuhan meluputkan dia. Tuhan baik, terpujilah Tuhan.

Sudah berapa kali aku bilang bahwa kamu hebat sayang. Tapi kamu tidak percaya. Kamu begitu kuat. Lihat, kamu pergi dengan utuh dan kembali dengan utuh. Kamu masih menyisakan wajah tampanmu untuk kunikmati terakhir kali dan membiarkanku membelai-belai rambutmu seperti dulu. Tidak ada kengerian di wajahmu begitu juga orang yang melihat kematianmu, hanya ada rasa syukur untuk perlindungan ajaib yang Tuhan beri di saat terakhirmu. Kamu jatuh dari langit dan Tuhan sendirilah yang menopang tubuhmu. Kamu pergi dengan tenang, hanya itu yang terlukis di wajahmu. Kehidupanmu adalah persembahan yang harum dan kematianmu adalah rahmat. Kamu adalah kesaksian yang akan selalu menguatkanku.

______________________________________________________________________________________________

Nikmatnya menangis

“Senyummu adalah bingkai-bingkai waktu yg membayangi malam. Kekosongan sesak, kerinduan. Tak sesuatu pun lebih nyata dari airmata”

Bisa dibilang mungkin aku satu-satunya anak perempuan atau paling tidak satu diantara ribuan anak perempuan yang tidak pernah menangis semenjak duduk di bangku Taman Kanak-Kanak. Tidak pernah terlihat menangis sedikit pun di depan teman-teman sekolah, entah karena sangat pemalu entah karena gengsi. Tapi masa iya murid taman kanak-kanak sudah punya gengsi? Entahlah. Aku teringat suatu cerita masa kecilku. Pernah suatu kali aku terseret kumpulan teman-teman yang sedang bermain dorong-dorongan, aku jatuh di pelataran aspal sekolah Santa Maria Cimahi, sekolahku waktu taman kanak-kanak dulu. Tangan dan kaki ku berdarah cukup banyak. Namun bukan itu yang membuat air muka guru ku kebingungan, dia bingung melihat anak muridnya itu tidak menangis sama sekali. Dia segera memanggil mama yang tengah menungguiku di kantin. Setelah luka-lukaku dibersihkan dan diobati, mama membawaku pulang ke rumah.  Sesampainya di rumah aku memeluk mama erat dan menarik bajunya.

“Mamaaaaaa, sakiiiiiiiiiiiiiiittttt……” aku mulai menangis terisak-isak. Mama kaget.

“Lah nangisnya kok sekarang, tadi depan temen-temen sama bu guru katanya gak apa-apa, sekarang nyampe rumah nangis-nangis” kata mamaku heran.

Mama menceritakannya sambil tertawa, aku pun masih ingat karena rasanya memang sakit sekali. Anak kecil yang konyol memang.

Aku tidak menangis di depan orang lain. Aku selalu berusaha tertawa. Ada masalah, tertawa. Makin besar masalahnya, makin besar tertawanya. Aku sadar betapa sulit untuk menghadapi masalah dan beban sebelum kita bisa mentertawakannya. Dari dulu aku selalu menganggap hidup ini lucu. Sejenis serial komedi. Tuhan itu lucu, selera humornya besar. Aku berusaha mengambil sisi humor dari apa pun, karena aku tahu Tuhan gemar bercanda. Aku selalu bisa mentertawakan semua masalah.

Tapi kemarin, Tuhan becandanya kok rada kebangetan ya. Dari si perkasa yang tak bisa menangis di depan orang, sampai lah aku di satu titik terlemah, si anak ingusan rapuh yang tidak tahu bagaimana caranya berhenti menangis setiap kali menjawab telepon atau bertemu dengan teman-temanku.  Dua hari itu aku seperti orang linglung dan bingung, rapuh sekali.

“Willson diambil Tuhan tuh gimana cara ngetawainnya yak? Gak lucu ah God becandanya. Apa aja deh, tapi jangan ini dong” kataku dalam hati.

Aku akhirnya tahu, Tuhan tidak sedang bercanda. Dia mau aku melepas semua tangis yang aku tahan selama ini. Aku bukan Superman dan tak akan pernah menjadi Superman. Superman cuma cerita bohong, khayalan para manusia-manusia lemah yang memiliki segudang keterbatasan.

Tadinya aku pikir hanya tertawa saja yang nikmat, ternyata menangis juga tak kalah nikmat. Seumur hidup aku tidak pernah menangis senikmat itu, tak satu air mata pun tertahan. Rasanya semua mengalir, semua lepas, bablas.

Tangisan ku hari-hari itu begitu dalam, sampai-sampai sepertinya aku belum pernah menangis sama sekali. Mungkin terakhir kali aku menangis sehebat itu ketika aku pertama kali keluar dari rahim ibuku. Pasti lah sangat menyedihkan, seorang bayi dari surga tempat yang maha sempurna dan maha suci harus  menjalani kehidupan di bumi yang penuh dosa. Pasti lah kala itu aku menangis sekencang mungkin, menangis hebat sekali. Mungkin sesedih itu lah tangisanku ketika Willson pergi dengan tiba-tiba, tangisan awal seorang manusia yang terlahir ke dunia. Menangisi segala mimpi-mimpi indah yang tengah kami bangun bersama, menangisi surga yang kami bangun di bumi. Ini lah kenyataannya tak ada surga di bumi, yang ada hanya harapan-harapan duniawi yang bisa menyakiti kita kapan saja.

Love doesn’t hurt, expectation does!

“Manusia itu terlahir egois, merasa bisa mempertahankan apa yang dia miliki. In fact, we have nothing. Di situlah kesedihan bermula. Kesadaran.

Tadinya aku pikir menangis itu hanya untuk orang lemah dan cengeng. Tapi ternyata tangis bisa membuat kita lebih ikhlas, lebih pasrah, lebih tabah, lebih kuat. Tapi bukan berarti harus menangis terus menerus. Itu mah sama juga bo’ong. Menangis lah untuk meraih ketabahan, setelah itu berjalan dengan harapan.

Hal yang paling menarik saat-saat ini adalah kemampuanku untuk mengingat. Setelah aku flash back ke masa lalu, aku berusaha mengingat lagi semua kesedihan dan sakit hati yang pernah aku rasakan sebelum kematian Willson. Aku heran, semua kok rasa-rasanya tidak ada, semua seakan hilang. Kematian Willson seakan menghapus semuanya, menghapus semua kenangan buruk. Kematiannya begitu menyakitkan sampai-sampai aku tidak bisa merasakan kesedihan lain, aku lupa pernah bersedih, aku lupa rasanya sakit hati, aku lupa rasanya tersinggung, aku lupa kemana semua air mata pergi.

Aku meminta pencerahan dalam doa-doaku, mungkin ini lah yang dikatakan penebusan. Kesedihan dan kepasrahan mendalam yang harus dialami untuk menghapus kebencian. Seperti ketika Yesus harus mati di kayu salib. Tak ada kematian yang paling berat dan menyedihkan daripada itu, didera, dipukuli, dicambuk, ditusuk, disalib dan menunggu kematian sampai kehabisan darah. Belum lagi paku yang menembus tangan dan kaki, pastilah berat tubuh Yesus merobek dagingnya sepanjang waktu. Aku membayangkan, bagaimana kah perasaan orang-orang yang mengasihi Yesus kala itu? Pastilah mereka menangis hebat sekali, sungguh aku percaya tak akan ada satu orang pun yang berusaha untuk kuat kala itu, hati mereka pasti hancur, mereka menjerit-jerit dan memukuli diri sendiri karena tak tahan melihat penderitaan Yesus, kedukaan yang tak terbayangkan. Bagi mereka yang mengasihi Yesus, tak akan ada ruang untuk membenci, tak ada ruang untuk sakit hati, yang ada hanya kasih kepada Yesus. Segala sesuatu menjadi tak penting lagi, dosa dan keinginan duniawi sekarang terlihat seperti sampah. Betul-betul tak ada nilainya semua itu jika kita dihadapkan dengan kematian. Tak ada yang berarti di bumi tanpa kasih, tidak ada yang berarti tanpa Yesus. Pemahaman itu merasukiku.

Kematian Willson juga membuat aku merasa dia selalu dekat, kedukaan itu begitu rapat dengan hatiku setiap kali teringat akan dia. Aku yakin setiap orang yang mengasihi Willson juga merasakan hal yang sama, saudara, teman dan rekan kerjanya. Ini adalah kehilangan terakhir, memori, pemikiran dan semua nasehatnya akan selalu menemani kami. Kepergian ini justru membuat kami merasa lebih dekat dengannya. Aku mulai mengerti mengapa Yesus juga harus mati dan meninggalkan bumi. Dia harus pegi ke surga agar Roh Kudus dapat turun kepada tiap-tiap orang yang mengasihi Dia di bumi. Untuk menemani dan menguatkan selalu. Wow! Wow! Wow! Luarbiasa pelajaran tentang kematian ini. Sungguh, ini merupakan pelajaran tak ternilai. Tuhan mengizinkan aku melewati kedukaan ini dengan pengharapan yang sejati. Keabadian yang menembus ruang dan waktu. Tak ada satu tetes air mata pun yang menjadi sia-sia karenanya.

I feel blessed, so blessed.

Sepertinya sederhana ya perihal menangis dan airmata, tapi untukku pribadi, luarbiasa sekali pelajaran tentang menangis ini. Untuk meraih ketabahan, airmata seperti simbol kekuatan. Aku sudah menangis, itu sebabnya aku harus kuat!

“Sayang, pada akhirnya, kamu tidak membuat siapa pun berduka dan menangis karena masalah-masalah duniawi. Engkau membuat semua berfikir dengan cara surgawi. Karena sesungguhnya tak satu pun dari kami mengerti mengapa engkau pergi. Kami pikir kami pintar sayang, memperkatakan masalah-masalah duniawi, memperdebatkan pemerintahan, kebobrokan negara, mengeluhkan perilaku orang lain, menghakimi orang lain tidak beradat, tidak punya sopan santun, tidak taat beragama, tidak punya hati. Kami  seakan mengerti, kami seakan paham, kami seakan paling benar, kami seakan paling pintar, paling bersahaja. Tapi sayang, kamu dan bagaimana kamu pergi, benar-benar membuat kami terdiam tak berbantah. Hidup ini misteri, kita tak kan pernah bisa mengerti. Hanya Tuhan yang tahu, hanya Tuhan yang pasti. Dan sungguh sayang, aku percaya sekarang kamu bersama-Nya. Bersama Dia, bersama kepastian itu, kepastian yang tidak pernah kita temui di bumi.”

______________________________________________________________________________________________

God speaks

Berapa kali aku temui kata-kata itu, “God speaks in many ways“. Entah karena hati yang begitu sensitif dan teramat peka dengan semua hal. Masa-masa kesedihan memampukan aku untuk mendengar dan menangkap banyak hal. Sebelum meninggal pun Willson memberikanku sesuatu yang dia ingin aku ingat, sesuatu yang  mungkin tak dapat dia katakan langsung.

.

Sanctum

Sanctum. Diangkat dari sebuah kisah nyata tentang para “cave diver” yang mencoba mengekplorasi ”Gua Esa’ala” yang terletak di Papua New Guinea. Gua yang sangat besar dan indah. Cave diving sendiri merupakan olahraga paling berbahaya di dunia, terlebih Esa’ala merupakan gua yang belum tereksplorasi seluruhnya, kemungkinan apa pun bisa terjadi. Frank seorang master diver, sudah berhasil membangun sebuah base camp di dalam perut Gua Esa’ala yang tengah di eksplorasi oleh timnya selama beberapa minggu. Frank mengabdikan hidupnya pada Gua, dia sudah banyak mengeksplorasi beberapa gua di belahan bumi. Dia dikenal sebagai cave diver handal, oleh karena itu project ekplorasi ini pun dipercayakan padanya. Berbeda halnya dengan Joshua, anak Frank. Joshua selalu merasa terpaksa mengikuti ekspedisi-ekspedisi ayahnya, dia memang seorang pemanjat namun dia tidak mengerti mengapa ayahnya begitu terobsesi dengan gua. Frank selalu melatih, memberi disiplin dan mengajarkan banyak hal pada Joshua, walaupun Joshua selalu mengeluh. Perjalanan dimulai ketika badai besar terjadi di permukaan, badai memutuskan semua sistem yang menghubungkan para penyelam yang ada di bawah dengan daratan. Runtuhnya jalan keluar ke permukaan membuat para penyelam terperangkap di bawah. Volume air mulai meninggi dan para penyelam terpaksa harus menjari jalan keluar lain dengan menyelam lebih dalam. Berharap mereka dapat menemukan jalan menuju permukaan samudra.

Willson memberikan VCD ini dan menyuruhku menontonnya tepat sehari sebelum dia pergi. VCD ini adalah pemberian terakhirnya. Beberapa hari setelah dia meninggal, aku mencoba untuk menontonnya. Aku kaget karena salah satu pemeran tokoh utamanya pun bernama Joshua, persis seperti namanya. Aku tidak bisa berhenti menangis karena setiap dialog yang ada di dalam film ini seakan Willson langsung yang berbicara padaku. Aku menemukan dia di sana, dia benar-benar sedang berbicara padaku. Mungkin banyak hal yang tidak bisa dia katakan padaku dapat diutarakannya dengan film ini. Aku berterimakasih karena di saat-saat terakhirnya pun dia masih mencoba memberikan aku kekuatan. Aku merasa Frank adalah Willson yang pada akhirnya meninggal dalam Sanctum-nya (tempat suci) sedangkan Joshua adalah pemikiran-pemikirannya yang akan terus bertahan hidup.

Berikut beberapa dialog yang paling mengingatkanku padanya.

.

Friendship

.

“Victoria: What can possibly goes wrong diving in a cave?

Judes: No one dives alone.

.

Victoria: Josh, promise me, you won’t let me fall?

Josh: I promised.

.

George: Beaver smile Judes. Panic is vulture sits on your shoulders. It always like somewhere else.

.

Joshua: Yeah, Carl instruct me through this whole again

Frank: Good, now you get to hear it twice.

Frank: If you panic in that squeeze, anyone behind you is dead.

Frank: No matter what happened, you never ever give up.”

.

Dialog-dialog ini mengingatkanku akan cerita-cerita panjat tebing dan kegiatan alamnya. Betapa alam mengajarkannya arti persahabatan. Saling berbagi, saling menolong, saling mendukung, saling memperhatikan keselamatan yang lain. Semua saling percaya, hal ini yang dapat mengurangi kepanikan jika kesalahan terjadi. Dia bercerita tentang safety pada saat memanjat dan dia juga pernah beberapa kali mengajakku ke toko peralatan memanjat. Wow, dunia yang sangat asing bagiku namun sangat menarik. Aku selalu tertarik dengan cerita-ceritanya terutama yang masih melekat diingatanku adalah perjalanannya memanjat sebuah tebing selama beberapa minggu. Tentang bagaimana dalam setiap ekspedisi setiap individu saling menyemangati satu sama lain. Kalimat andalannya: There is always a game you can’t play alone.

Dia selau memberi semangat dan tidak mudah menyerah, Willson selalu bilang “push the limit, yang!” Aku masih ingat kata-katanya yang selalu membuat aku tertawa “gak ada yang gak bisa kita lakuin kok, cuma makan kepala sendiri aja yang kita gak bisa”. Kenapa harus makan kepala sendiri sih? Pikirku. Dia memang seorang pejuang, mungkin kata-kataku ini terdengar ‘murah’, tapi bagiku dia adalah seorang pahlawan. Pahlawan yang gugur untuk menumbuhkan ribuan harapan dan semangat dalam diriku. Yes, he’s my hero. =)

.

Exploration

“Judes: I did not cave all this way to sit her (cave) on the sidelines and watch. Are we gonna do this, or we gonna just talk about it?”

.

Carl: Life is not a dress rehearsal Josh. You gotta seize the day.

.

Frank & Judes: My God, would you look at that? Since the beginning of time, not a human being has ever seen this look. It’s like a Cathedral. Saint Judes Cathedral. Damn right. There is gonna be whole new cave system up there. I feel it.”

(Unfortunately Judes didn’t make it to the surface, she died)

Frank: Every fiber of judes pain was driven to explore. Judes knew the risk better than anyone else.

Josh: God this thing is a rock dad, no body cares!

Frank: People care

Josh: Oh, they don’t!

Frank: Judes care

Josh: No body out there, in the real world give a shit about this.. this fucken cave!

__

“Carl: He (Frank) is the most determined cave diver in the world.

Josh: Yeah, that’s because he got nothing else.

Victoria: Josh, do you like caving?

Josh: My old man is obsessed with torture, right? All caver, they are like “wow.. I could be the first person to check out some awesome bit of rock which just like the last 10 miles of plentiness rock.” It’s so lame!

Carl: Ah Josh. You just do not get it, do you? Your old men he is.. he is the most respected explores of our time. He’s like Colombus or neil Armstrong. And these rocks, these caves. Ah men, this is it. There is nowhere else left on the planet to explore. I mean, what else you can shine a light where no humans have been before, huh?

Josh: You want me to shine a light where no humans have been before? Here you go. (Josh dropping down his pants and showing them his ass)

__

“Frank: Ok, this way!

Carl: Are you sure?

Frank: No.”

__

“Frank: Fight the weight

Victoria: I can’t do this, any of this.

Frank: You can do this because you have to do this, all right!

Victoria: I’d rather be cold and alive than warm and dead.

Frank: You people have no idea, you have no idea. You spend your lives wrapped in comfort! You want to play of being adventurous? Well this is it!”

.

Suatu kali aku bercerita padanya tentang seorang teman yang sudah mendaki beberapa gunung di Indonesia. Aku bergitu bersemangat menceritakan nama-nama gunung yang didakinya, betapa dia layak mendapat julukan adventurer. Willson tampak tak tertarik. Baginya mendaki gunung dengan menggunakan jalur yang sudah ada sama saja dengan perjalanan-perjalanan biasa. Perjalanan wisata yang bisa dilakukan turis-turis manapun.

“Yang namanya pendaki atau adventurer, kalau mau daki gunung tuh dia pasti punya keinginan untuk bikin jalur baru, jalur yang belum pernah orang lewat. Eksplor tempatnya sampe bisa mencapai puncak, itu baru keren. Daripada pergi ke gunung yang jauh-jauh cuma buat wisata, mending latihan dulu ke gunung yang deket tuh gunung salak contohnya atau di mana lah, latihan bikin dan nyari jalur baru aja di situ.” Katanya.

Orang awam sepertiku mungkin tidak mengerti apa arti dari ekplorasi baginya. Menemukan jalur baru, mendaki, meloncati bebatuan sungai, mengukur, meneliti dan menemukan bebatuan di sana. Aku tidak tahu. Yang aku tahu sekarang, dia pasti teramat sangat bangga bisa mengakhiri perjalanannya sebagai “Exploration Geologist”. Eksplorasi adalah mimpinya, eksporasi adalah hidupnya. Jika dia harus meninggal untuk menjalankan tugasnya sebagai Exploration Geologits, apalagi yang bisa disebutnya sebagai akhir yang manis.

“Every fiber of Willson pain was driven to explore. Willson knew the risk better than anyone else.”

.

Merendah dan Mengenal

“Carl: You’re actually enjoying this aren’t you Frank? Hmm? Making life or death decisions, playing God.

Frank: There’s no God down here. This place does not give a rat’s ass about you or me or any of us. We are bits of dust passing through.

“George: He’s a hell of a fellow, your old man (frank), once you get to know him.”

.

Willson pernah bilang, cara paling mudah untuk mengenal diri sendiri atau seseorang, temuilah dia di alam, di situ kita bisa melihat diri yang sesungguhnya seperti apa. Di alam bebas dengan perjalanan yang sukar, sifat asli seseorang dapat keluar dengan sendirinya. Dia banyak belajar tentang karakter orang dari perjalanannya. Dia mengerti betapa alam selalu mengajarkan setiap orang untuk semakin merendah. Alam mengikis kesombongan manusia. Sesungguhnya semakin orang melakukan perjalanan-perjalanannya, semakin dia paham betapa kecil dirinya. Aku tahu ada koneksi yang khas antara sesama pecinta alam, rasa solidaritas yang sangat tinggi, sangat menarik. Contoh kecil nya saja, walaupun Willson cenderung posesif dan cemburu jika aku memiliki hubungan dekat dengan pria lain bahkan teman-temannya sendiri, tapi dia tidak khawatir jika aku dekat dengan teman panjat tebingnya. Aku kebetulan mengenal seorang temannya dan menjalani beberapa kegiatan alam bersama, dia tidak khawatir jika aku pergi bersama temannya itu. Dia yakin temannya itu akan menjagaku, tak mungkin menggangguku apalagi merebutku darinya. Padahal mereka tidak begitu dekat, hanya mengenal. Ada suatu ikatan magis yang alam jalin dalam hati setiap mereka, mereka mengenal dalam kerendahan dan kesederhanaan. Mungkin itu yang dinamakan ‘persaudaraan dan keluarga besar’ bagi mereka para pecinta alam. Entah lah…

.

Maaf

“Frank: Look Josh. I know I have not been any thing of a father to you, alright. I’m not up there for a stop mate. That is the fact. CD’s, cars, and mortgages. I could never be what your mother needed or probably what you needed.

Josh: Why? Why caves?

Frank: Down here, I can make sense of this. Do you know what I mean? I can….. it’s like my church. I can hold a mirror up ad say: This is who I am.”

.

Mungkin bagian ini yang paling terasa. Ketika Frank meminta maaf karena ketidakhadirannya selama ini. Betapa tidak berdaya nya dia jika dihadapkan dengan kenyataan bahwa dia tidak bisa menjadi ayah, suami dan keluarga yang baik karena selalu meninggalkan orang yang disayang untuk kegiatan eksplorasinya. Dia meminta untuk dimengerti, dia harus berdiam di tempat sucinya, di gua-gua itu. Aku teringat saat aku di Papua, ketika Willson akhirnya merasakan rasa kehilangan, rasa khawatir dan rasa rinduku selama ini setiap kali dia pergi ke site. Dia benar-benar meminta maaf atas ketidakhadirannya selama ini dan berjanji untuk selalu menemani. Sampai dia pergi pun aku sungguh memaafkannya, bahkan itu semua bukan kesalahannya. Aku lah yang harus mengerti.  Ya, itu lah dia, seorang pecinta alam yang menghembuskan nafasnya di alam. Tak ada yang lebih wajar dari itu. That is who he is.

.

Puisi

“Josh: I did not know you are in to poetry.

Frank: I’m not. Your mother was. “

Mungkin tidak banyak yang tahu Willson menyukai puisi atau sastra. Mungkin juga dia baru-baru menyukainya ketika bersamaku. Aku mengenalkannya dengan dunia teater yang sangat ia gandrungi belakangan ini. Dia juga selalu memintaku membuatkannya puisi. “Mana puisi buat aku? aku mau baca…”. Aku selalu ingat caranya mengatakan itu. Aku selalu menyuruhnya membaca blog ku, mencari puisinya sendiri di sana. Setiap kali dia mendapat koneksi internet, dia mencoba untuk membuka blog dan membaca tulisan terbaruku. Walaupun sering kali aku malas menulis berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Aku menulis puisi-puisi itu untuknya tapi aku tidak pernah membacakan puisiku untuknya. Aku ingin sekali membacakan puisiku. Mungkin suatu waktu aku akan membacakan puisiku di nisannya, hanya itu yang bisa aku lakukan, sekarang.

Aku baru menyadari di saat terakhirnya, Willson tengah meminjam 2 buku sastraku mengenai cinta dan kematian, antara lain; Veronica Decides To Die – Paulo Coelho dan Ibu Pergi Ke Surga – Sitor Situmorang. Apakah hanya suatu kebetulan atau apakah dia tengah menghayati kematian yang akan menimpanya sesaat lagi. Entah lah, kehidupannya sendiri adalah puisi bagiku dan puisi-puisi itu entah kapan akan habis tertulis. Mungkin puisi-puisi itu tak ada artinya ketika dia pergi atau mungkin hanya puisi-puisi itulah yang menjadikannya arti.

.

Permainan Takdir

“Josh: Man, we are so close. Now she’s teasing us. (she: cave/fate)

Frank: Oh, don’t take it personally. We are here, that’s the main thing.

Frank: So what would we do? Do we stay here or do we push on? You decide.

(They’re leaving after they wrote: Frank and Josh were here. See ya!!)”

Ya, aku merasa takdir mempermainkan ku dan banyak orang. Atau mungkin hidup ini memang hanya sebuah permainan, kita harus tertawa dan menikmatinya. Mungkin satu-satunya yang berarti adalah pada moment itu, di saat aku masih bisa bersamanya, di saat aku masih bisa menyentuhnya, di saat aku masih bisa memiliki dia secara nyata. Sekarang dia pergi dan permainan berakhir, sekarang berganti kepermainan kesedihan dan kehilangan, aku harus menikmatinya selayaknya ini sebuah permainan. Ya, permainan yang dimainkan setiap orang. Aku mendapat kabar bahkan salah satu korban kecelakaan heli yang turut meninggal bahkan sudah berencana untuk menikah sebulan setelah kecelakaan itu terjadi. Ini adalah trip terakhirnya sebelum melangsungkan pernikahan. Gedung, acara, foto pre-wedding, undangan, semua sudah siap. Aku tak habis pikir membayangkan perasaan keluarga dan calon istrinya. Aku hanya bisa mendoakan mereka, sungguh aku harus lebih kuat untuk dapat mendoakan mereka yang hatinya lebih hancur dariku. Semua orang harus dapat bangkit, semua orang pasti bisa bangkit.

.

Melepas Kepergian

Frank: Put me down Josh. Josh, you.. you trust the cave all right? Trust the cave! Follow the river. It’ll lead you out.

Frank: Josh could you get me into the water? Could you help me into the water?

Frank: You’ve got better instinct than me. So listen to them, all right. You keep going. Do not give up, or you will be back on my shit list.

Josh: No dad, I’m not leaving you here.

Frank: Can you, can you help me. Help me. I don’t want this to take too long.

Josh: No! No! No!

Frank: That’s alright.

Josh: I’ll stay.. I’ll stay with you.. I will stay.. you’ll be fine..

Frank: Hey no! You stay and you’ll die. No just help me. I’m so proud of you Josh. Please help me.

Bagian ini merupakan bagian yang paling memilukan. Ketika Frank menyuruh Joshua untuk merelakannya pergi. Frank terluka parah dan meminta Joshua untuk menenggelamkannya supaya dia bisa meninggal dengan tenang. Ya, mereka yang pergi pastinya tidak ingin kita berlarut-larut dalam kesedihan. Mungkin ini permintaannya yang sangat terakhir, yaitu bisa melepasnya dengan tenang dan berjalan maju dengan harapan akan hidup. Keep going, they proud of us by that.

.

Selalu Ada

Perjalanan Joshua selanjutnya untuk mencari jalan keluar dilakukan seorang diri. Pertama kali dia kehabisan baterai lampu, jalannya menjadi gelap. Lalu dia menyalanakan senter kalung bikinan ayahnya yang diberikannya pada saat ulangtahun Joshua. Senter kecil yang menerangi jalannya. Aku teringat dengan kalung salib pemberian Willson yang dihadiahkannya pada saat ulangtahunku Februari kemarin. Kalung itu yang seakan memberikan aku kekuatan untuk menunggu dan menghadapi jenazahnya, untuk mengantarkannya sampai ke batu nisan. Pada saat penguburannya, aku tak henti-hentinya menggenggam kalung itu seakan dia sumber dari kekuatanku. Dia selalu menemani.

“Frank: Joshua! Josh.. It’s time to go

Joshua: Are we home yet?

Frank: Nearly.          

Ketika akhirnya Joshua kehabisan oksigen dan nyaris pingsan, suara Frank lah yang sayup-sayup membangunkannya dalam angan. Suara Frank menyemangatinya untuk melanjutkan perjalanan. Dan benar saja, ternyata Joshua sudah dekat dari pesisir pantai. Joshua akhirnya selamat dan dapat melanjutkan hidupnya. Kenangan Frank akan selalu menemani dan menyemangatinya.

George was right. I never know my father, but I’ve found him in that cave. He was a hell of a fellow, once you get to know him.

.

DVD Ibadah Raya

Suasana kedukaan memenjarakan hasrat pada rentang waktu yang begitu sepi. Di mana hanya ada detik-detik pedih kerinduan, seperti sebuah gesekan ngilu senar-senar yang memainkan musik-musik resah. Saat itu lah saat, di mana kita tidak bisa berhenti bertanya.

“MENGAPA…?”

“Mengapa Tuhan harus ambil dia sekarang?”

“Mengapa di saat-saat keemasannya dan di saat mimpi-mimpinya sejengkal lagi teraih?”

“Mengapa dengan cara ini?”

“Mengapa harus dia?”

 “Mengapa, mengapa, mengapa dan mengapa”

Tak ada seorang pun yang mampu menghentikan pertanyaan-pertannyaan itu dalam pikiranku. Pertanyaan yang menghantui hari-hariku. Setiap hari aku terbiasa bangun oleh suaranya, kini setiap kali membuka mata yang ada hanya hati sesak dengan kerinduan dan otak yang penuh dengan pertanyaan MENGAPA.

Banyak orang bilang, orang baik biasanya meninggal cepat. Mungkin benar. Banyak juga yang bilang, orang yang patuh terhadap orangtua umurnya panjang. Willson anak yang sangat patuh namun toh dia dipanggil cepat. Bahkan ada juga pandangan miring beberapa orang mengatakan bahwa Tuhan tidak berkenan melindungi mereka yang meninggal karena kecelakaan, kalau Tuhan berkenan pasti orang itu selamat. Dan masih banyak lagi opini-opini lain. Tahukah betapa menderitanya hari-hari itu, hari-hari di mana kita tidak bisa berhenti memikirkan segala hipotesa-hipotesa untuk memahami takdir. Terpenjara dengan argumen sebab-akibat dan berdebat tegang dengan pikiran sendiri. Seakan semua pemikiran itu dapat merubah keadaan. Seakan semua argumen itu dapat membuat situasi menjadi lebih baik. Tapi Firman Tuhan menyatakan kebesaran-Nya yang memang tak kan bisa terlampau akal.

Masih ingat DVD khotbah favorit yang aku copy ke laptop Willson sebelum dia meninggal? Dia membiarkan aku mengambil DVD aslinya untuk ku simpan. Sesungguhnya aku sudah tahu isi dari khotbah itu, tapi kejadian dalam hidup mampu menyingkap lebih banyak arti yang tersembunyi. Setelah dia meninggal, aku kembali memutar DVD itu. Di situ lah aku menemukan jawaban. Jawaban yang akan menghentikan segala pertanyaan yang menghantuiku itu.

Melaui DVD itu Pak pendeta seakan mengingatkan bahwa aku tidak sendiri, banyak orang yang pernah mengalami kesedihan yang sama, bahkan tragedi yang lebih menyakitkan. Dia bercerita tentang sepasang suami istri yang minta didoakan tapi tidak bisa menjelaskan kenapa. Pasangan itu datang kepada Pak Pendeta namun tidak bisa berhenti menangis. Belakangan diketahui bahwa kedua anak mereka mendapat kecelakaan tragis, mereka berdua tenggelam di kolom renang dan meninggal seketika. Kedua anak malang itu terlambat mendapat pertolongan. Tuhan mengambil kedua anak itu dengan sangat tiba-tiba. Dan aku yakin, masih banyak peristiwa-peristiwa tragis lain yang terjadi di belahan bumi. Setiap orang dapat meninggal dengan cara apa pun. Jangankan naik helicopter atau berenang, dalam tidur pun Tuhan mengambil nyawa orang dengan tiba-tiba tanpa sakit penyakit. Semua sama saja. Bahkan seorang nabi pun tak membedakan bagaimana cara dia meninggal.

2 Raja-Raja 13: 14 ; “Elisa menderita sakit yang menyebabkan kematiannya”

Ayat ini mengherankan karena Nabi Elisa adalah nabi yang melakukan banyak mukjizat kesembuhan, bahkan pernah membangkitkan orang mati. Apa tidak aneh nabi yang begitu dasyat karunianya dapat mati karena sakit? Kenapa tidak mati tua di atas kasur dalam tenang atau diangkat langsung ke surga? Kenapa dia harus mati sakit ketika dia sendiri diberi karunia untuk menyembuhkan orang sakit? Bukan karena Nabi Elisa jahat, bukan karena dia banyak dosa, bukan karena dia ini, bukan karena dia itu, but because we don’t know why! Tuhan mengizinkan dia meninggal dengan cara itu, itu lah takdirnya. Titik. Sudah itu saja penjelasannya, tidak perlu ditanyakan lagi.

Ayat yang dibagikan setelah itu lebih membuatku heran.

Pengkotbah 9 : 2-3 ; “2. Segala sesuatu sama bagi sekalian; nasib orang sama: baik orang yang benar maupun orang yang fasik, orang yang baik maupun orang yang jahat, orang yang tahir maupun orang yang najis, orang yang mempersembahkan korban maupun yang tidak mempersembahkan korban. Sebagaimana orang yang baik, begitu pula orang yang berdosa; sebagaimana orang yang bersumpah, begitu pula orang yang takut untuk bersumpah. 3. Inilah yang celaka dalam segala sesuatu yang terjadi di bawah matahari; nasib semua orang sama.”

Aku terpaku membaca Firman itu. Betul juga, pikirku. Tidak ada sesuatu hal pun di dunia ini yang bisa disimpulkan dengan logika secara pasti. Tak ada satu hal pun yang pasti di bumi.

Apakah semua orang baik pasti berkelimpahan harta? Apakah semua orang miskin itu pasti jahat? Toh ada juga koruptor yang kaya raya dan ada juga gelandangan yang baik hati.

Apakah seorang pencuri pasti meninggal tak wajar? Apa semua pemuka agama pasti meninggal tua di atas tempat tidur? Toh banyak juga pencuri yang hidup sampai rambutnya memutih, dan ada juga pemuka agama yang meninggal dengan cara mengenaskan. Bahkan Yesus sekalipun harus mati disalib dengan keadaan menyedihkan.

Amsal 25 : 2 ; “Kemuliaan Allah ialah merahasiakan sesuatu, tetapi kemuliaan raja-raja ialah menyelidiki sesuatu.”

Manusia memang selalu berusaha mengerti Tuhan dengan akal pikiran, sifatnya selalu menyelidik. Tapi jangan sekali-kali melihat, mengukur dan menakar Tuhan sebatas apa yang kita alami. Jika kita melihat Tuhan sebatas apa yang kita alami, iman kita pasti goncang!” kata pendeta itu berulang kali.

Betul, aku bisa merasakan bahwa sebagian besar dari hidup ini memang misteri. Bagaimana kita lahir, bagaimana kita bertemu dengan pasangan kita, bagaimana kita mengandung, melahirkan anak, kembali menghasilkan kehidupan dan pada akhirnya tentang bagaimana kita harus mati. Bagaimana hal-hal itu sanggup dijelaskan oleh pikiran dan logika-logika manusia? Tuhan membuat hidup ini penuh misteri, karena pada saat itulah kebesaran dan kebaikan Tuhan dapat dinyatakan. Supaya kita hidup hanya mengandalkan Tuhan.

“Kalau saya dapat mengerti Tuhan dengan otak saya, maka saya tidak lagi memerlukan Tuhan. Untuk apa Tuhan? Karena Tuhan tidak lebih besar dari otak saya! Saya akan menyembah Tuhan yang melampaui akal pikiran saya. Saya gak ngerti Dia, tapi saya bisa rasakan Dia ada.” Ucap pendeta itu berapi-api.

Ulangan 29 : 29: “Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi Tuhan, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya, supaya kita melakukan segala perkataan hukum Taurat ini.

Nabi Abraham tidak membantah atau bahkan bertanya saat Tuhan menyuruhnya mempersembahkan Ishak, anak tunggal kesayangan Abraham. Abraham hanya percaya dan taat ketika Tuhan menyuruhnya mengorbankan Ishak. Dia tidak tanya kenapa? Mengapa? Tuhan telah memberikan anak ini dengan susah payah di masa tuanya. Ishak adalah anak yang dinanti-nantikan, mengapa setelah anak ini besar Tuhan harus ambil dia lagi? Apa Tuhan kurang kerjaan? No! Abraham hanya pasrah, dia yakin semua yang dimilikinya adalah dari Tuhan. Siapa kah dia yang mampu memberi nasehat atau mengkritik Tuhan? Dia berjalan dengan mantap. Itu sebabnya Abraham disebut sebagai Bapa orang percaya. Sesungguhnya setiap kita sudah tahu dan mengerti apa yang harus kita lakukan. Hidup hanya sesederhana itu. Entah mengapa begitu sulit untuk melakukan apa yang harus kita lakukan. Firman Tuhan sudah sangat jelas.

Kolose 1: 23 “Sebab itu kamu harus bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak bergoncang, dan jangan mau digeser dari pengharapan injil.”

Ada banyak hal di dunia ini yang kita tidak mengerti kenapa hal itu bisa terjadi. Percaya Tuhan bukan karena apa yang kita alami, percaya kepada Tuhan karena Firmannya, karena pribadi-Nya.

Baiklah, jadi semua jelas. Tak ada gunanya aku bertanya lagi. Nasib setiap orang sama dan takdir itu percuma dipertanyakan. Semuanya rahasia. Tuhan ingin aku hidup bukan karena mengerti, tapi hidup karena percaya.

Hatiku masih pedih, luka itu masih termat perih. Tapi aku mengerti, aku harus percaya. Aku mencoba menuliskan kata demi kata untuk diriku sendiri.

“Tuhan Yesus yang baik, sudah 2 minggu lebih Engkau mengambil Willson dari tengah-tengah kami, kedukaan masih terus terasa. Tuhan, aku tidak mengerti kenapa Willson bisa pergi dengan cara begini dan kenapa ini sampai Engkau izinkan terjadi, berikan aku hati yang tetap percaya kepada-Mu, sekali pun aku tidak mengerti banyak hal. Engkau ingin aku hidup karena percaya, bukan karena mengerti. Mampukan aku menjaga imanku agar terus bertahan ya Bapa, aku mau bertekun dan setia kepada-Mu sampai akhir.”

______________________________________________________________________________________________

God is The Best Director

Ya, hidup berjalan, dia tak bisa menunggu. Mungkin pada saat ini aku terpenjara dalam kesedihan yang hanya aku sendiri yang mengerti. Aku berada di sebuah kotak sepi yang hanya aku sendiri yang mengisi. Tapi hidup memaksa, waktu menggilas setiap kedukaan dan kegembiraan, dia ingin semua berputar sesukanya. Tidak peduli betapa dalam kesedihanku aku harus bersuka, dan tidak peduli betapa bersukanya seseorang dia harus merasakan kesedihan. Inilah permainan hidup, sebuah panggung drama besar yang berpentas tak henti-henti. Kita sebagai manusia hanya dituntut untuk menghayati peran kita dengan baik, bermain sebaik mungkin, menaruh segenap hati di setiap adegan.

Paulus Simangunsong, seorang pasangan mainku di pementasan Sampek – Engtay 2010 (Paulus sebagai Sampek dan aku sebagai Engtay), menuliskan kata-kata yang menarik setelah dia mendengar kematian Willson.

TENTANG PERAN KEMATIAN. Perdana di Teater Koma, bujang ditinggal MATI tuan. Terakhir, Jendral, MATI memenggal leher. Di Esplanade, imigran MATI di penjara. Opera Batak, perantau ditinggal MATI orangtua.

Partnerku pemeran Engtay, Christina Maria Panjaitan, kehilangan kekasih di dunia nyata. Aku turut berduka Itokku! Kehidupan tempat kita berperan sungguh-sungguh. Sungguh mencintai dan sungguh ikhlas merelakan-nya pergi. Dan aku percaya, Kau sungguh-sungguh tabah menghadapi keadaan ini. Amin!

Aku tersenyum miris membaca tulisannya, dia betul. Pada pentas Sampek – Engtay itu, aku diceritakan sebagai Engtay, anak perempuan yang kuat, mandiri dan berani. Engtay bahkan menyamar sebagai laki-laki karena keinginannya yang kuat untuk bersekolah (sekolah dulu hanya untuk laki-laki). Tapi, sekuat-kuatnya Engtay, pada akhirnya dia luluh dengan cintanya terhadap Sampek. Cerita tidak berakhir indah, Engtay harus menghadapi kematian Sampek, kekasih yang teramat dia cintai. Sampek meninggal karena tak tahan untuk berpisah dengan Engtay yang tengah dijodohkan dengan orang lain.

Berbulan-bulan aku berlatih memahami kesedihan seorang wanita kuat yang ditinggal kekasih yang teramat dia cintai. Menjiwai runtuhnya tembok pertahanan diri karena cinta yang direbut secara paksa. Siapa yang menyangka, setahun kemudian aku benar-benar harus mengalaminya. Tidak perlu latihan lagi, aku telah menghidupi pentas pura-puraku dulu dengan semua kejadian yang begitu nyata. Aku tengah bermain di atas panggung takdir. Aku tengah menangis dengan air mata yang sesungguhnya. Beberapa teman sampai sekarang masih memanggilku Engtay. Dulu aku bahkan sempat mengenalkan Willson sebagai Sampek-ku pada salah seorang senior teater.

“Kenalkan om, ini Sampek-ku..” kataku waktu itu.

Ya, apa bedanya cerita di atas panggung dan pada kehidupan nyata. Terkadang cerita di atas panggung bahkan terasa lebih nyata dari kehidupan sesungguhnya. Masing-masing kita adalah lakon, Tuhan sutradara agungnya. Kita hanya perlu menjalankan lakon kita sebaik mungkin, mencurahkan segenap hati dan rasa pada setiap babak pementasan. Kepuasan seorang seniman dan pemain teater adalah ketika maksud yang ingin disampaikan sutradara dapat diterima dengan benar oleh semua orang. Yang paling sulit adalah menyampaikan rasa, pesan yang tak terucap. Bahkan peran bujang (pembantu) pun  akan mendapat perhatian besar dari penonton dan pujian dari sutradara ketika dia bermain bagus dan penuh rasa. Pada akhirnya, yang paling penting dari suatu pementasan adalah ketika pemain dan penonton dapat mengambil hikmah dari setiap cerita dan dapat berfikir lebih baik untuk menjalani kehidupan. Oleh karena itu, mari, kita bermain yang bagus!

God is The Best Director.


Sampek-Engtay 2010, Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki.

Engtay tengah berdiri di samping kuburan Sampek. Dialog yang aku lafalkan kala itu terngiang-ngiang sekarang.

“Aku datang padamu Sampek. Kemarin malam kau yang menemuiku dalam mimpi. Begitu jelas, sampai aku tak tahu itu cuma mimpi atau memang kenyataan. Kau tidak berkata apa-apa selain menyebut namaku berulangkali. Kau tidak meminta apa-apa, tapi aku sangat paham apa yang kau kehendaki. Sekarang aku datang. Aku di sini, sekarang.”

.

Kematian dan kehidupan

Bertepatan dengan berita kematian Willson, kebetulan pagi itu abangku yang baru menikah memeriksakan kandungan istrinya ke dokter. Mereka mendapat kabar bahagia bahwa kaka iparku dinyatakan positif hamil. Betapa kematian dan kehidupan diciptakan segaris, nafas ini datang dan pergi, mengalir dengan tenang. Jadi seperti ini lah perasaanku, menyambut keponakan pertamaku. Dalam kesedihan mendalam, aku bersukacita menanti kehadirannya. I’ll become an aunty soon! =)

.

Menerima Kenyataan

Aku tidak ingin ada efek traumatis dari kematian Willson. Dia pergi dengan tenang dan dengan kesaksian begitu dasyat, aku tak ingin menjadikannya semacam batu sandungan atau beban, semua harus aku terima dengan ikhlas. Kepergiannya terlalu tiba-tiba. Walaupun aku tahu dia sudah pergi, terkadang ada bagian dalam diriku yang tidak mau menerima kenyataan itu. Aku harus melakukan sesuatu untuk menghadapinya, aku tidak mau berlari dari apa pun. Minggu-minggu pertama aku melihat fotonya hampir setiap hari. Aku sengaja berulang kali melihat foto-foto ketika kami bersama, setelah itu beralih ke foto-foto evakuasi, lalu beralih lagi ke fotonya sewaktu di dalam peti dan terakhir melihat foto kuburannya. Aku melakukannya berulang kali sampai aku mampu menghapus efek trauma dan kesedihan yang ditimbulkan. Aku ingin membiasakan melihat saat-saat itu sebagai keseluruhan, mengajarkan alam bawah sadarku untuk menerima proses ini sebagai kenyataan. Aku juga senang menceritakan tentang dia, beberapa teman takut aku merasa sedih karenanya, tentu saja tidak. Setiap kali aku bercerita tentang dia dan kematiannya, itu akan membantuku untuk menerima kenyataan itu. Semacam exercise bagi pikiran dan hatiku. Lagipula, semua cerita tentang dia selalu bagus dan menarik, bagaimana bisa aku bosan menceritakannya? =)

Jadi, siapa pun yang ingin bertanya, sharing tentang kejadian ini atau membagikan kisah dan pengalaman mereka ketika Willson hidup, aku sangat terbuka untuk kalian semua. It will be a pleasure for me =)

.

Skenario di atas Skenario

Beberapa hari setelah kepergian Willson teman-teman mengajakku jalan-jalan. Aku menonton hampir semua film bioskop dan kebetulan filmnya sedang bagus-bagus. Di setiap langkah aku teringat dia. Ketika menonton Transformer banyak sekali adegan pesawat jatuh, hantaman dan ledakan. Aku teringat kecelakaan yang menimpanya. Film ini seakan menggambarkan kejadian itu, mungkin begini rasanya, suara ledakannya dan bagaimana dia jatuh dari langit. Begitu juga ketika menonton Harry Potter, saat Harry Potter turun kedalam dunia orang mati, aku teringat Willson. Begini kah suasana dunia orang mati dengan lantai putih, sunyi dan jubah bersahajanya. Aku membayangkan Willson ada di sana, di film itu. Perkataan Dumbledore pada saat itu terngiang-ngiang di kepalaku “Jangan tangisi orang yang sudah mati, tangisi lah mereka yang hidup, terutama yang hidup tanpa cinta”. Kalimat itu seakan seperti Willson sendiri yang sedang mengatakannya secara pribadi untukku. Betul juga, mereka yang mati sudah bahagia, lebih kasihan lah kami yang hidup, terutama mereka yang hidup namun tidak memiliki cinta dan kasih sayang. Mengerikan. Aku seperti menciptakan film di atas film, skenario di atas skenario.

.

Menghadapi setiap kenangan

Sudahkah aku bilang kalau aku tidak mau berlari? Ya, aku berdiri meninggikan wajahku dan menghadapi semua kenangan. Kalau rindu dan ingin menangis ya tidak aku tahan, aku tidak membentengi diri dengan apa pun selain doa. Aku hanya ingin bergerak maju dan membenahi diri. Aku sengaja meminta temanku untuk makan di Sushi Tei dan J.Co tempatku biasa menghabiskan waktu bersama Willson. Aku memakai baju Papua kami dan aksesoris-aksesoris yang dia beli. Aku tidak mau ada satu tempat dan barang pun yang menimbulkan efek traumatis sehingga harus aku hindari sepanjang hidupku. Aku tidak ingin berlari, aku ingin menghadapi semua kenangan.

Beberapa minggu setelah Willson pergi, aku harus pergi ke Bangkok. Tanpa pikir panjang aku langsung menerima tawaran itu. Pesawat, ya ini dia, aku akan menghadapi pesawat dan ketinggian setelah apa yang menimpa Willson. Perjalanan dari Indonesia ke Bangkok cukup mulus, namun perjalanan pulang berlangsung sebaliknya. Pesawat sempat delay karena hujan turun begitu deras. Aku duduk diam di ruang tunggu, menatap atap bandara yang melengkung dan tembus pandang. Melihat cucuran air mengalir tiada henti dan bunyi gemuruh yang sesekali menghiasi potretan langit. Cuaca memang buruk, pada saat pesawat akhirnya berangkat, pesawat mengalami turbulence berkali-kali. Goncangan demi goncangan menghantui, beberapa orang cukup panik. Aku kira aku akan takut, sungguh bayangan tentang kecelakaannya jelas, seperti tergelar begitu saja di depan mataku. Namun entah kenapa pada saat itu aku sangat tenang, setiap goncangannya seperti tepukan yang menidurkanku. Aku tidak takut, walaupun pesawat ini harus jatuh sekalipun, aku sungguh tidak takut. Aku baru menyadari, rasa takut ku sudah hilang, menguap tinggi, entah kemana dia pergi. Kematian bukan sesuatu yang menakutkan lagi. Ya, tidak lagi, bagiku.

.

Don’t Give up On Love So Easily, Many People Willing to Die for it !

Perjalananku ke Bangkok cukup menghibur, bertemu dengan banyak orang baru sejenak dapat melupakan penjara kesedihanku di Indonesia. Aku dan teman-temanku di kantor Bangkok malam itu menyaksikan Live Music tak jauh dari lokasi hotel tempat kami menginap. Sebagian dari mereka baru ku kenal. Di sana kami bertemu dengan beberapa orang lagi dari negara lain dan kami saling bertukar bercerita. Hal yang menarik ketika seorang teman mulai membicarakan tentang percintaan dan pernikahan. Tidak ada yang tahu kalau aku baru saja kehilangan seorang kekasih, aku tidak memberitahu mereka. Dia bercerita bahwa dirinya sudah bercerai sebanyak 2 kali dan telah memiliki 2 orang anak di Eropa dan bagaimana dia jarang bertemu dengan sang buah hati. Tak disangka seorang wanita Amerika tiba-tiba dengan bersemangat menganggkat tangan.

“Saya berumur 34 dan saya sudah bercerai 3 kali!” katanya dengan bangga. Dia tertawa penuh kemenangan karena baru saja mementahkan cerita temanku itu. Rekor, mungkin bercerai 3 kali merupakan rekor baginya.

Setelah itu dia berbicara tentang betapa kurang ajar dan tidak bisa dipercayanya pria, sementara yang pria bercerita tentang wanita. Mereka memandang negatif gender yang satu dengan yang lain, seakan mereka tidak butuh, seakan kita bisa hidup dan berkembangbiak tanpa gender lain. Aku heran dengan pembicaraan ini, padahal sebagian dari mereka sudah memiliki anak dari pernikahan sebelumnya. Apakah mereka sadar bahwa sekarang ini aku tengah duduk dengan para duda dan janda yang gagal mempertahankan pernikahan terlebih buah hati mereka, tapi mereka seakan bangga dengan status itu. Apa segampang itu bagi mereka untuk bercerai, menyia-nyiakan cinta dan buah cinta yang sudah mereka miliki. Apa selalu harus perpisahan yang menjadi jalan keluar untuk setiap ego? Kemana semua komitmen yang diucapkan di hadapan Tuhan dan para keluarga? Apa semudah itu melanggar sumpah yang sudah diucapkan pada Tuhan? Entahlah.

Aku teringat akan Willson, teringat hancurnya perasaanku mendengar kabar kecelakaan itu. Aku berdoa dan menangis dalam kedukaan mendalam, meminta Tuhan selamatkan nyawanya, cuma itu yang aku mau. Jika Tuhan mau, aku rela menggantikan nyawaku untuknya asalkan dia bisa kembali pulang bersama keluarganya. Permintaanku memang gila, aku bahkan mencoba membandingkan kesedihan yang akan dialami keluarganya dan keluargaku jika salah satu diantara kami pergi. Willson lebih banyak tanggungan Tuhan, ambil aku saja kataku. Mungkin kala itu pikiranku kacau, aku sebegitu mengasihinya. Aku sangat sedih mendengar banyak orang menyia-nyiakan cintanya karena perkara-perkara kecil. Melihat perceraian sebagai sebuah lelucon. Bercerai dan berpisah dengan buah hati seperti hal yang lumrah. Apa sih mau nya orang-orang ini? Tidak kah mereka tahu aku bahkan rela memberikan nyawaku untuk seorang kekasih. Mengapa mereka tidak bersyukur karena Tuhan sudah izinkan mereka untuk dapat hidup dan menjalin rumah tangga bersama. Apa segampang itu bagi mereka menyia-nyiakan orang yang mereka sayang? Sekeras apa usaha mereka untuk bertahan? Apa bercerai 3 kali mencerminkan kesuksesan mereka? Apa itu bisa dibanggakan?

Dear Friends, Don’t give up on love so easily. Many people willing to die for it. Selalu hargai setiap kasih sayang dari orang-orang yang mencintaimu. Show them how much you love them every single day. If you cant, reach them with your prayer everyday, cause you never know when you will lose the one you love.

If something bad happen with your relationship, just pray until something good happen. You are committed in God when you are married, your family and relationship are in God’s hand. Do you know everything in God’s hand is beautiful, all you need to do is believe in Him. Keep trying and praying, God will lead you the way. Don’t you ever give up!

.

People and Evil

Banyak sahabat, keluarga, teman bahkan orang yang belum aku kenal turut berdoa dan memberi penghiburan. Aku ingat pagi itu. Suatu pagi di mana aku terbangun dengan hati yang begitu sejuk, seakan ada banyak orang yang sedang menyiraminya dengan air yang penuh dengan bebungaan. Aku seperti mendengar suara yang mengatakan bahwa siraman itu adalah kiriman doa-doa dari banyak orang di sekitarku. Aku yakin doa mereka lah yang selalu dapat menguatkanku. Penghiburan sejati memang hanya datang dari Tuhan. Aku berterimakasih dan mengucap syukur kepada Tuhan atas setiap mereka yang selalu mendukung dan mendoakanku. Setiap dukungan sangat berarti, aku ingin menjabat tangan setiap mereka.

Ketika berduka dan kehilangan, kita berharap semua orang akan mendukung dan memahami. Namun terkadang kita harus menghadapi orang-orang tertentu yang memang tidak bisa mengerti atau tidak mau mengerti. Banyak hal menarik yang aku alami setelah kematian Willson, hal yang membukakan mata tentang betapa kita tidak bisa memahami hati dan pikiran manusia. Dan ada kalanya kita harus menyerah, ikhlas lah untuk tidak mempedulikan kata-kata mereka. Sungguh, aku harus kembali menjadi diriku yang dulu seorang christina yang selalu berusaha mentertawakan masalah, jika tidak mungkin aku sudah mendamprat banyak orang. Aku akan menceritakan kejadian-kejadian “lucu” ini.

Ketika Willson meninggal seorang saudara meneleponku. Aku tahu dia bermaksud menghibur, tapi ketika aku menangis menceritakan kronologi peristiwa, dia lalu memarahiku dan menyuruhku untuk berhenti menangis. Lalu dia menceramahi tentang Tuhan, melarangku agar jangan coba-coba menangis lagi setelah ini, dan menyuruhku mencari penggantinya. Maksudku, baru kemarin aku mendapat kabar kekasihku meninggal secara tiba-tiba karena kecelakaan, apa dia mengharapkan aku merayakan “Ke-single-an-ku” ini dengan canda tawa? Aku hanya berusaha mengakhiri pembicaraan karena aku lelah untuk marah, dia masih menceramahiku tentang kesedihan yang terlarang disebrang telepon.

Ketika jasad Willson masih di rumahnya, ada lagi satu orang yang mengutarakan niatnya untuk menjodohkanku dengan seorang pria saat itu juga. Maksudku, Willson belum dimakamkan, dan aku masih mengenakan baju duka, apa tidak ada waktu lain? Apa se-urgent itu untukku mendapatkan penggantinya?

Kejadian lucu lagi, ada seseorang pria yang mengaku dekat dengan Willson. Dia telah bersumpah pada Willson untuk menggantikan perannya sebagai kekasihku. Dia bahkan bermimpi bahwa aku tengah menyambut tangannya di dalam mimpi dan berusaha memanggilku dengan panggilan sayang seperti yang biasa Willson lakukan. Ketika aku menolaknya, dia marah dan berusaha menimbulkan gosip bahwa aku sudah punya kekasih pengganti Willson sekarang. Di antara semua ucapan dukacita, fitnah itu dia tulis kurang dari 2 minggu sebelum Willson pergi. Banyak orang kehilangan akal sehat mereka, pikirku. Seharusnya kan aku yang terpukul, aku yang harusnya setengah gila dan egois. Bukan kah aku yang seharus butuh dimengerti? Tapi banyak orang yang memang sudah terlalu parah kondisi kejiwaannya sampai-sampai tidak punya tempat dan hati untuk memahami situasi. Mungkin itu yang membuat aku tetap waras, yaitu ketidakwarasan mereka.

Gosip juga sampai ke telinga mamaku yang mengatakan bahwa aku sering mengunjungi pusara Willson sampai larut malam dan betapa depresinya aku. Sungguh, kalau memang menunggui kuburan Willson siang-malam dapat membangkitkannya dari kematian dan mengembalikannya ke sisiku, akan aku lakukan apa pun. Tapi apa dengan cara depresi dan menangisi kuburannya siang malam akan merubah keadaan dan kenyataan bahwa dia sudah pergi ke Rumah Bapa? Aku memang bersedih, tapi apakah Tuhan memberikan pencobaan di luar kemampuanku sehingga aku harus melakukan hal konyol begitu. Apakah orang-orang ini benar-benar kurang kerjaan sampai-sampai harus menyebarkan gosip konyol kepada orang yang sedang ditimpa kedukaan?

Gosip lagi mengatakan bahwa keluargaku bersyukur atas kepergian Willson karena dengan begitu kami dapat berpisah dan aku mendapat jodoh yang lebih baik. Tuhan Yesus yang baik, berkatilah orang-orang ini, sesungguhnya benar adanya perkataan-Mu di atas kayu salib: “Ya Bapa, ampunilah  mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”. Sungguh, mereka tak tahu. Karena jika mereka sadar betapa jahat ucapan mereka, mereka pasti mengerti dan paham tajamnya perkataan itu untuk menyakiti hati kami. Kesadaran mereka tertutup oleh kuasa-kuasa gelap yang hanya Tuhan yang bisa lepaskan dari mereka. Ajarkan mereka menikmati kasih-Mu sehingga mereka juga mendapat kesempatan untuk beroleh pengampunan. Tak ada yang bisa ku lakukan selain mendoakan mereka.

.

TOP SECRET: Give Thanks. God Is Good.

Mengapa aku tidak bisa berhenti menulis tentang Tuhan? Karena memang sebegitu menyedihkannya aku. Aku ingat sebuah tulisan, dialog seorang atheis dan orang beragama. Sang Atheis berkata begini:

“Manusia yang mempercayai adanya Tuhan adalah manusia-manusia lemah”

Lalu setelah itu si yang beragama mendebat si atheis habis-habisan untuk membuktikan bahwa si atheis salah. Aku heran, kenapa harus berdebat tentang keyakinan? Debat tidak akan membuat seseorang bertobat, atau mengganti keyakinan atau apa pun. Karena keyakinan berasal jauh di lubuk hati, hanya bisa tergerak oleh anugerah, bukan ngotot-ngotot-an atau bahkan adu otot. Debat hanya membuat orang lebih teguh bertahan bahkan ketika pendiriannya sudah kalah telak. Debat tentang keyakinan hanya akan membuat seseorang menjadi keras hati. Aku sendiri percaya kepada Tuhan tapi aku tidak bisa lebih setuju dengan kalimat di atas. Manusia yang mempercayai Tuhan memang manusia lemah, lalu kenapa? Apa salahnya dikatakan lemah, apa kita terlalu sombong untuk mengakui kelemahan kita. Justru dalam kelemahan dan ketidakberdayaan manusia, kekuasaan Tuhan dinyatakan. Kematian Willson membuat aku ada di titik ter-rendah, jauh dari kuat, lemah-selemah-lemahnya. Oleh peristiwa ini aku sadar betapa aku membutuhkan kekuatan dari sang Maha Kuasa, kebaikan dari sang Maha Baik dan penghiburan dari sang Maha Penghibur. Aku mengaku bahwa kekuatan yang ada padaku sekarang bukan lah kekuatanku. Tuhan yang memampukan, Dia yang menguatkan, itu lah kesaksianku. Aku lemah maka aku dikuatkan. Aku menangis maka aku dihiburkan.

Kita akan sangat heran mengetahui betapa sederhananya kematian dan kehidupan jika kita mau menerima Tuhan dalam hati kita. Jika aku tidak tahu kemana Willson pergi sekarang, pasti lah aku akan sangat tersiksa, jiwaku akan selalu penasaran mencari dia, tidak mungkin rela dia hilang dan pergi begitu saja ke tempat yang aku tak tahu. Mungkin aku akan bertanya kepada orang pintar atau berusaha memanggil arwahnya dalam mimpi-mimpiku atau hal-hal mistis lain. Tapi aku dapat merasa tenang, karena aku percaya. Aku tahu di mana Willson berada sekarang, aku tahu kemana dia pergi.  Dia aman bersama Bapa di Surga, Bapa yang selama ini aku kenal. Bapa yang baik dan penuh kasih. Betapa sederhananya hidup jika dihadapkan dengan kematian.

‘Death is just a part of life’

Kematian akan lebih mudah diterima dan dimengerti jika kita menyadari bahwa kita tidak berasal dari Bumi. Bukan di sini kampung halaman kita. Suatu hari kita harus kembali ke sana, ke tempat kita dahulu berasal. Tidak ada yang mengerikan dari kematian, melainkan saat yang penuh kerinduan untuk kembali pulang. Ya, semua orang akan kembali ke sana, segitu wajar lah arti kematian. Jadi, sia-sia lah apa yang kita kumpulkan di bumi dengan tamaknya, kematian merangkul kita dengan telanjang.

“Filipi 3 : 8. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia daripada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus, 9. dan berada dalam Dia bukan dengan kebenaranku sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan. 10. Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya, 11. supaya aku akhirnya memperoleh kebangkitan dari antara orang mati.”

Berapa kali aku mendengar kata-kata “God is good all the time, and all the time God is good”. Kalimat ini seperti kalimat gila jika aku menulisnya sekarang, di waktu dunia serasa begitu kejamnya merebut paksa orang terkasihku dan di waktu air mata tak berhenti mengaliri rasa sakit hatiku. Tapi entah mengapa, betapa pun menyakitkannya kejadian ini, aku tetap tidak sanggup mengatakan Tuhan itu jahat, karena aku tau itu tidak benar. Tuhan tetap baik dan akan selalu begitu. Tahu darimana? Entahlah, mungkin ini yang dinamakan kepercayaan.

“Ibrani 11: 1 &3. Iman adalah segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. 3. Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh Firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat”

Aku baru menyadari hal ini bukan sesuatu yang dapat dimengerti, aku sendiri tidak mengerti mengapa Tuhan masih baik dalam situasi begini. Kebaikan Tuhan bukan hal yang bisa diberitakan, dimengerti dan dipercaya begitu saja. Ini murni sebuah anugerah. Tidak  seorang pun layak mendapatkan anugerah, maka itu dia disebut anugerah. Sesuatu yang cuma-cuma, pemberian, tapi tidak bisa didapat begitu saja. Anugerah bukan lah ketika kita mendapat berkat melimpah, kekayaan dan kekuasaan. Anugrah adalah ketika kita dapat merasakan kebaikan Tuhan dalam situasi apa pun. Itu yang luar biasa. Anugerah bukan ketika kita mampu menjadi orang kaya dan berkuasa, tapi ketika kita mampu mengucap syukur siapa pun kita. Kebaikan Tuhan adalah anugerah yang hanya bisa dirasakan orang-orang yang percaya. Believers. Jadi, bersyukurlah senantiasa sebab Tuhan baik dan akan selalu begitu. =)

.

Life is full of choices, choose to rejoice.

Hari itu seorang sahabat datang berkunjung ke rumah, dia ingin memberi penghiburan. Ketika melihat wajahku, dia seakan tidak bisa berkata apa-apa, hanya memperhatikanku sambil tersenyum-senyum aneh. Aku tahu dia bingung mau bicara apa dan mengingat dia sahabatku aku tahu benar kebingungannya, lucu sekali melihatnya begitu. Aku mulai tertawa, dia mulai tertawa. Kami pun tertawa terus tanpa bicara, seakan menyimpan setiap dialog di dalam pikiran kami. Ya, mentertawakan takdir yang sedang ‘lucu-lucunya’ menghampiriku.

“Suer, kalau gue jadi lu, gue palingan sekarang cuman bisa ngobrol sama tikus ato sama tembok doang” candanya sambil tertawa.

“Gue juga bingung, speechless…” kataku.

Beberapa hari setelah itu aku ditimpa berbagai macam gosip dan masalah, masih terkait kepergian Willson. Aku sudah tidak bisa tersenyum atau bahkan tertawa lagi. Di tengah banyaknya dukungan masih ada yang berusaha menjatuhkan. Entah kenapa aku terpengaruh omongan miring ketimbang bersyukur atas semua orang yang mendukung. Aku kembali menghubungi sahabatku, bercerita panjang lebar tentang betapa menyakitkannya sms-sms itu. Aku memutuskan untuk menjadi korban pada saat itu. Aku ingat kata-kata yang diberikan sahabatku:

“Ngapain sih lu dengerin omongan yang gak penting kaya gitu? Lu tau gak sih kalau kita semua ini sayang sama lu, gue gak mau hidup lu hancur karena masalah ini, gue gak rela.” Katanya sungguh-sungguh.

Aku sadar satu hal. Siapa pun mereka yang ingin menjatuhkanku pada saat itu, mereka bukan siapa-siapa. Siapa sih mereka? Mengapa aku harus mengorbankan orang-orang yang ku sayangi demi mereka yang bahkan tak peduli perasaanku? Ini hal yang sering kali terjadi dalam hidupku dan juga dialami oleh banyak orang. Kenapa kita harus terfokus pada hal-hal negatif yang dilemparkan oleh orang-orang yang tidak berkepentingan di hidup kita. Sedangkan orang-orang yang kita sayangi, orang yang selalu ada untuk mendukung kita, malah dengan mudah kita abaikan. Betapa mudahnya kita reaktif pada hal-hal negatif ketimbang hal yang positif. Pantas saja infotainment makin subur berkembang. Kita haus akan berita negatif dan sibuk membicarakan kehidupan orang lain. Mencari-cari kelemahan orang lain dan membicarakannya dengan riang. Sama hal nya dengan diriku waktu itu, sibuk memikirkan perkataan negatif  dari satu dua orang sampai mengabaikan kasih sayang dan dukungan dari banyak orang. Bodoh sekali rasanya!

Mendengar kata-kata tulus dari sahabatku waktu itu, aku berhenti mengeluh. Aku menyesal tengah membiarkan diriku sendiri dikuasai hal-hal negatif ketimbang positif. Percayalah, semakin banyak hal baik yang berusaha kita lakukan, akan semakin sering kita diuji. Maksud disalahartikan, niat yang tak dianggap. Sebab musababnya tak perlu kita tahu dan tak perlu kita mengerti. Fokus saja untuk terus menjalankan kebaikan. Aku sudah kehilangan orang yang paling kusayangi dengan cara yang paling tragis, tak akan ada hal yang lebih buruk lagi dari ini, pikirku. So, this too will past.

“Hidup yang tidak diuji, tidak layak untuk dijalani (Sokrates)”

Hidup pilihan, kita memilih. Aku tidak membutuhkan peristiwa tragis ini untuk menjadi hancur, aku bisa hancur kapan saja. Setiap hari, setiap saat, dunia selalu menarik kita kepada kehancuran. Buka jendela, lihat televisi, banyak cara yang ditawarkan untuk menjadi hancur dengan segala kenikmatan sesaat, dan banyak berita yang tengah menyatakan betapa sudah hancurnya dunia ini. Semua orang stres, semua orang egois, semua orang haus kasih sayang dan pengakuan. Mengorbankan orang lain demi diri sendiri, menyakiti dan menghancurkan bumi. Bukan hanya aku yang sedang berdiri di persimpangan, jutaan orang sedang berdiri bersamaku. Bencana alam, penyakit, kecelakaan, pembunuhan, kelaparan, kemiskinan, ketidakadilan, korupsi, kecanduan, semua orang protes. Semua orang merasa menjadi korban.

Aku? Apakah aku korban? Ini juga pilihan.

Aku memilih untuk tidak menjadi korban. Kehilangan dan rasa sakit ini sudah cukup berat diterima semua orang, aku tidak ingin lebih menyakiti orang-orang yang aku sayangi dengan kemurungan dan depresi. Aku tidak ingin protes, aku ingin bersyukur. Aku tidak ingin mengkritik, aku ingin memperbaiki diri. Aku tidak ingin menyakiti, aku ingin menyayangi. Aku tidak ingin menjadi batu sandungan, aku ingin menjadi berkat. Kata-kata yang selalu aku bisiki pada diriku sendiri:

“Lebih baik berpura-pura menjadi kuat, daripada membiarkan diri jatuh di saat kita tahu kita bisa menjadi lebih kuat”

Aku sendiri lemah, masih sering menangis, masih sering terkenang. Tapi mereka, keluarga, sahabat dan bahkan Willson, aku akan selalu kuat karena mereka. Aku ingin selalu tersenyum untuk mereka. Ini perintah, Bersukacitalah senantiasa!

“Filipi 4: 4-9. Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukaticalah! 5. Hendaklah kebaikanmu hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat! 6. Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. 7. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus. 8. Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu. 9. Dan apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengan dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukan lah itu. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu”

.

Cinta

Pertanyaan banyak orang sekarang, kapan aku siap untuk menerima cinta yang lain, apakah aku trauma? Pertama kali aku merasa pertanyaan ini seperti pertanyaan yang tidak pantas, tidak berempati. Tapi semakin hari semakin banyak yang mempertanyakan sehingga aku jadi bertanya-tanya sendiri. Aku tidak punya kuasa untuk menyatakan kapan. Bisa 10 tahun lagi, 5 tahun lagi, tahun depan, bulan depan, besok, bahkan hari ini. Siapa yang tahu? Setiap hal ada waktunya, setiap hal ada musimnya. Ada musim menanam, ada musim menuai, ada musim bersedih ada musim bergembira. Hatiku selalu terbuka oleh setiap kemungkinan dan tidak ada faktor trauma. Ini waktunya Tuhan, bukan waktuku. Biarkan Yang Maha Kuasa yang menentukan arahnya. Aku teringat dengan perkataan seorang teman dulu. Aku heran bagaimana dia bisa memutuskan hubungannya setelah 5 tahun lebih berpacaran. Apa tidak sulit? Dia berkata begini:

“Love can not be removed, but it can be substituted” katanya.

Menarik. Aku setuju dengan teorinya. Siapa sih yang tidak memiliki mantan kekasih, hampir setiap orang yang menikah dulunya pernah memiliki mantan kekasih. Dahulu sewaktu mereka menjalin hubungan dengan mantan kekasih, mereka juga mencintai pasangan mereka, mereka tidak bisa lebih yakin kalau apa yang mereka rasakan pada saat itu adalah benar adanya cinta. Tapi ternyata hubungan tidak berhasil bukan melulu karena tidak cinta, banyak faktor lain yang menentukan cinta mau dibawa kemana. Setelah akhirnya putus, kemana cinta yang mereka rasakan itu pergi? Apakah hilang? Apakah hati mereka hancur berkeping-keping seperti yang sering digambarkan puisi dan lirik-lirik lagu. Tentu tidak. Kita akan teramat sangat terkejut jika kita menyadari betapa kuat dan fleksibelnya hati kita. Dia didera, disakiti, ditinggalkan, dikhianati, dihancurkan tapi pada akhirnya tetap menjadi sebuah hati yang utuh. Biasanya seseorang dapat menyadari kekuatan mereka saat mereka tidak punya pilihan lain selain menjadi kuat. Kita dapat mencintai lagi dengan hati yang sama, hati kita tetap utuh untuk mencinta seberapa pun dunia mendera. Dan cinta yang dulu tidak hilang, kenangannya tetap ada, tidak bisa dihapus. Cinta yang baru tidak mungkin menghapus cinta yang lama.

Mengapa kita harus memenjarakan cinta dengan definisi-definisi. Ada yang bilang hanya cinta seorang istri kepada suami yang tak tergantikan, atau cinta seorang ibu yang tidak tergantikan, atau cinta seorang kakak yang tidak tergantikan atau cinta keluarga yang tidak tergantikan, itulah yang katanya cinta abadi. Tahukah kita berapa jumlah anak yatim piatu di dunia ini? Jangankan memiliki keluarga, mengenal ibunya pun tidak pernah. Yang lebih beruntung akhirnya mendapatkan ibu angkat yang bisa mencintai lebih dari ibu kandung yang menelantarkannya. Cinta begitu universal. Cinta ada di setiap hubungan dan semua cinta tidak tergantikan. Cinta tidak bisa dibandingkan dan memang tidak untuk dibandingkan karena pasti akan berbeda. Karena sebagaimana uniknya setiap manusia begitulah juga uniknya setiap cinta dan kenangan.

Tentu saja tidak mungkin ada yang bisa menghapus Willson, dia adalah dia, begitu juga orang lain sebelum dan setelah dia. Willson tidak pernah menghapus orang-orang yang aku cintai sebelum dia, dan orang lain setelah Willson pun tidak mungkin menghapus kenangan akan dia. Love can not be removed, but it can be substitude. Ini lah kedewasaan.

Mungkin suatu hari aku akan duduk dan bercerita tentang Willson kepada anak-anakku

“Dulu sewaktu mama masih muda, Tuhan pernah kirimkan mama seorang malaikat tanpa sayap. Dia begitu hebat dan kuat. Dia mengajarkan mama banyak hal. Dia membisikkan rahasia-rahasia yang Tuhan ajarkan padanya. Suatu hari Tuhan menyuruh Dia kembali ke surga. Sebelum pergi, dia memberikan mama sebuah kompas agar mama tidak tersesat dan dapat menyusulnya ke Rumah Bapa. Setelah itu dia terbang ke surga dengan wewangian yang sangat harum. Kompas itu telah mama bagikan juga kepada kalian, kalian harus terus menyimpannya agar kita dapat berkumpul bersama di Rumah Bapa. Sayang, kalian jangan lupa berdoa ya.”

______________________________________________________________________________________________

Pesan terakhirmu adalah nafas hidupku

Banyak orang menulis tentang perjalanan-perjalanan jauh mereka ke sudut-sudut bumi, perjalanan yang memakan waktu panjang dengan jalan berliku.

Kita tak pernah menginjakkan kaki ke sana, hanya dengan angan kita menjelajahinya berdua.

Kita tak banyak waktu duduk bersama, hanya dengan rasa kita saling membisiki cinta dan bersurat doa setiap saat.

Perjalanan ini sebentar sayang, kurang dari dua tahun takdir berpihak kepada kita.

Tapi, kamu mengajarkan ku akan kekekalan yang tak terhitung manusia. Kamu menelanjangi segala pengertian.

Kamu menyadarkan ku betapa semunya waktu.

Bagiku kamu bukan hanya sekedar cerita,

Bagiku kamu bukan sekedar rasa,

Bagiku kamu bukan sekedar kamu,

Langkahmu berhenti, tapi tidak bagiku..

Perjalanan masih panjang sayang, dan kamu akan selalu ada, menopangku dengan doa.

Ya, bagiku kamu adalah sebuah Doa.

Pesan terakhirmu sunguh luar biasa sayang. Sebelum pergi kamu meninggalkan ku sebuah kompas. Kompas yang akan menunjukkan ku arah pulang ke Rumah Bapa. Kompas itu bernama Doa.

Aku tahu kamu dalam damai sayang, kamu sudah hafal arah pulang. Sampai saat terakhir pun kamu memintaku untuk terus berdoa. Kamu di rumah Bapa itu yang aku percaya.

Aku ingin bersedih, aku ingin menangis, tapi untuk apa?

Bukan kah keikhlasan adalah kebahagiaan jika melihat orang yang disayang bahagia? Bukankah mencintai itu memberi bukan hanya memiliki?

Aku kehilangan, aku rindu setengah mati, namun sampai kapan?

Bukankah tangis tak kan mengembalikanmu padaku? Bukan kah seperti Tuhan, kau pun juga sekarang hanya sedekat doa.

Rindu tak kan hilang sayang, setiap pagi, setiap malam, setiap hari. Yang hilang justru ragu dan ketidakpastian untuk melangkah dengan berani.

Kamu memberiku keberanian. Aku tak takut kehilangan apa pun lagi sekarang, oleh kematian pun tidak! Semua fana, semu, sementara. Hanya Tuhan yang pasti.

Sudah berapa pagi tak terbangun oleh suara ceriamu, dan berapa malam tak tertidur oleh kata sayangmu. Sepertinya mendung, sepertinya sepi.

Tapi entah kenapa sayang, aku merasa dekat. Dekat sekali. Tak pernah sedekat ini. Kau telah melekat di hati. Kita tak terpisahkan lagi.

Kita kenal Tuhan Yesus sayang, Dia Bapa yang baik. Doa-doa kita adalah nafas yang tak pernah mati. Kehilangan ini semu, begitu juga waktu. Kita abadi =)

.

Sayang, kamu bagai bunga yang baru saja mekar. Dipetik oleh Tuhan selagi semerbak. Teruntuk Yesus, kehidupanmu adalah persembahan harum dan kematianmu adalah rahmat. Kamu bukan saja kekasih yang hebat, tapi juga seorang putra, abang, adik, saudra, sahabat, pekerja, pemanjat tebing dan geologist yang luarbiasa. Aku bersyukur pernah mengenalmu dan melewati saat-saat terakhir yang manis bersama. Pesan terakhirmu “Sayang, jangan lupa berdoa yah” akan menjadi nafas bagi kehidupanku

____________________________________________________________________________________________

Terimakasih

http://christinamariapanjaitan.blogspot.com/2010/10/terimakasih.html

.

Terimakasih Tuhan, untuk ruang dan waktu
Terimakasih untuk segala ketidaksempurnaan
Kau telah merancang masa yang sungguh manis
Semerbak cerita yang selalu romantis

Terimakasih Tuhan, untuk segala nada yang mengalun
Terimakasih untuk relung kelabu penuh rindu
Kau telah menjadikannya wewangian malam yang riuh
Temaram gemintang yang hangat dan teduh

Terimakasih…..

-Christina Maria Panjaitan-

149 responses »

  1. haiii K”christina…
    bnyk yg mw aku katakan,aku julia…
    merasakan hal yg sama setahun yg lalu (11 juli 2010)…
    boleh aku bertemu dgnmu?
    bls emailku ya kak.
    thx
    GBU

  2. hai christina…
    crita nya sungguh mengharukan, membuat aku turut merasakan apa yg kmu rasakan.
    kisah kalian membuat aku sadar bahwa terkadang tidak mensyukuri apa yang dimiliki saat ini. kadang kurang peduli dengan org yg begitu tulus mengasihi.
    trima kasih sudah berbagi kisah yg mungkin pahit buat mu, tapi bisa menjadi berkat buat yg membacanya.
    tetap smangat buat menjalani smuanya ya. Gbu

  3. Hai christina,
    Memang kehilangan orang yang kita cintai itu sangat menyakitkan. Tapi akan menyakitkan
    jika kehilangan dia bukan karena dia harus dipanggil terlebih dahulu untuk bertemu dengan
    Bapa kita disurga. Kehilangan karena dia harus bersama orang lain dan itu tanpa sepengetahuan
    kita.. dan dikhianati… rasanya… seperti kehilangan semuanya. Sampai hari ini dan saya menuliskan
    comment ini ke kamu…. saya masih belum bisa melupakan dia…. walau sakit… Sampe rasanya saya ga sanggup dan bertahan. Kenapa Tuhan, merencanakan ini semua…. mengapa harus ada
    sakit hati karena kehilangan.

  4. halo kk christina,, salam kenal dari nopel silitonga..

    crita kk memang sulit utk di lupakan bila itu sampai trjadi pada kita,, tpi prcayalah kak,, Allah itu Kasihh,, Allah itu baikk,, rancangan Tuhan adalah rancangan damai sejhatera,, Dia tdk akan prnah membiarkan kita sndiriii,, mngkin sakit juga prnah aku rasakan kakk walau bukan sakit krna sprti kisah kk,, tpi aku slalu blajar utk bisa brsyukur dalam sgala hal.. bahwa aku bsa utk brdiri dan maju lebih baik dari skarang ,, yg pasti saat ini org yg kk sayangi tlah duduk di pangkuan Allah Bapa di surga,, tetap smangatt n smilee kak,, sesakit apapun yg kita rasakan slalu blajar utk brsyukur dalam sgala hal krna itu yg Tuhan mau dari anak2Nya… miss u kak.. JESUS BLESS u n me 🙂

    snang bisa membaca blog kk,… 🙂

  5. Turut berduka cita yah..semoga keluarga yg ditinggalkan diberikan ketaabahan..adaa rencana Tuhan yang indah buaat keluarga..
    Semuanya bgt indah, banyak pesan bagus untuk menjalin sebuah hubungan dengan pasangan kita..
    Trima kasih yaah udah mau berbagi..Gbu

  6. Di saat orang yg sangat kita cintai di panggil Khalik Pencipta, beribu doa ampunan dosa meluncur dari jiwa yg dalam berharap sang Mesias hadir membangkitkan dan mengembalikan napas kehidupan walaupun hanya utk masa sedetik. Rasanya waktu bersama sang kekasih sangat sangat begitu singkat dimasa hidupnya. Ito christine….. Tiada suatupun perkara yang dihadirkan Tuhan di dalam hidup kita yang tiada hikmah dan urapan. Aku baca semua tulisanmu ito. Sama dengan yg itomu ini alami dahulu. Jangan biarkan orang yg sangat kita cintai lirih menunduk di sisi Bapa melihat kita tdk mampu mengangkat kepala dan tersenyum menyambut matahari esok.

  7. speechless saya melihat ketegeran hatimu sistha, Tuhan menyediakan yang terbaik untuk kita, terimkasih untuk cerita ini, aku sangat terharu, belom setahun kk uda boleh tegar menghadapi kenyataan , yang ga semua orang bisa lalui dalam waktu yang singkat. Dan terlihat kaka memang orang yang dekat dengan Tuhan. Saya ingin lebih mengenal, dan belajar dari kk tentang hati yang sangat tegar yang kk miliki itu. Sukses untuk kaka yach!! setiap airmata kita Tuhan perhitungkan. Bang wilson pasti bilang ma Tuhan Yesus, kalo dia sangat bersyukur punya kesemapatan tuk jadi pacar kaka, Makasih ka christin… Tuhan memberkati

  8. Aku setuju kata2 Wilson tentang hidup di asrama akan membentuk seorang anak mempunyai karakter yang kuat. Dan kalau kelak punya anak, akan kukirim dia juga ke sekolah berasrama.

    Salam strike/dip, Wilson!
    Be strong with your compass, Christina!

  9. Hi Christine,
    Lagi asyik menulis, tiba-tiba googling sebuah info tentang valley. Gak tau kenapa aku klik link ini, padahal bukan link paling atas. Awalnya gw bingung dengan tagline blog ini Geologist Never Die, They Just Get Stoned. Tersirat dalam benak gw, jangan-jangan maksudnya…

    Gw scroll down dengan cepat dan benar apa yang gw pikirkan. Setelah itu gw scroll up lagi dan mulai membaca dan membaca dan terus membaca….

    One thing I wanna say is, nothing coincidental. Looks like I incidentally found your blog … but God has plan to me… to find you, someone who still clinging in God’s Word during darkest and hardest time and afterwards.

    Your writing pinched me.

    Thanks for sharing. Wish u all the best and I believe God always be with you.

    Ur sister in Jesus name
    Mery DT

  10. hai kak christina,,

    awalnya aku dapet link ini dari seorang teman,,
    melalui link ini aku dapet banyak inspirasi dari kak wilson..
    apalagi dengan kata-kata “cara paling mudah untuk mengenal diri sendiri atau seseorang, temuilah dia di alam, di situ kita bisa melihat diri yang sesungguhnya seperti apa. Di alam bebas dengan perjalanan yang sukar, sifat asli seseorang dapat keluar dengan sendirinya. Dia banyak belajar tentang karakter orang dari perjalanannya. Dia mengerti betapa alam selalu mengajarkan setiap orang untuk semakin merendah. Alam mengikis kesombongan manusia. Sesungguhnya semakin orang melakukan perjalanan-perjalanannya, semakin dia paham betapa kecil dirinya”..
    itulah salah satu alasan mengapa aku menyukai alam,,
    lewat alam kita bisa merasakan hidup,,

    semangat kak christina,, Tuhan telah memberi apa yang terbaik untuk kita,, 🙂

  11. Kak christina,kisahnya mengharukan bgt.aku dpt link ini dari temen dan aku ikut nangis bacanya kak.tetap semangat ya kak,aku juga bakal doain kakak.Tuhan Yesus pasti punya rencana terbaik untuk kakak 🙂

  12. thank you for the post. it must have been difficult to get through all of this, but hopefully you have. this post has been a blessing. I pray for Wilson and I pray for you. May God always bless you and be with you.

  13. selamat malam kak christina..saya dapet blog ini dari seseorang..dia telah membacanya terlebih dahulu..dan kemudian dia meminta saya untuk membacanya..saya terkejut waktu melihat foto dari Wilson…ternyata teman kuliah satu angkatan saya (bukan yang meminta saya membaca blog ini) dulu pernah menunjukkan foto itu..teman saya itu dulu sekolah di Van Lith juga..dia lulus tahun 2003..satu angkatan juga dengan Wilson mungkin jika dilihat dari tahun kelahiran…waktu itu dia memasang foto Wilson sebagai profile pict di BB nya….dan bercerita tentang kematian Wilson…

    Cerita kak christina sangat mengharukan…memang berat kehilangan seseorang..Tetap semangat ya kak christina..Wilson will always stay in your heart…forever and ever…God Bless…

  14. Salam,

    pagi-pagi melihat email di approve pertemanan di linkedin, tak sengaja tertarik membaca blog, dan belum berhenti membaca sampai menyelesaikan tulisannya…

    Tuhan selalu punya rencana yang indah, dengan caraNya

  15. menginspirasi banget ka, apalagi yg baca itu young geologist semoga bs ngispirasi saya sama ky beliau jd eksploration geologist
    Godbless

  16. Memang seorang “geologist tidak akan mati”….walau kerjaan jauh dr keluarga…namun hatinya akan tetap untuk keluarga…geologist bagi orang lain itu berat tp bagi yang menjalaninya mengasyikkan. bagaimanapun takdir tdk diketahui sebelumnya…semua adalah Rencana Bapa di Surga…..
    Geo Yofan Elaman (Junior Geologist STTNAS Yogyakarta)

  17. Chriss,,,, ini kedua kalinya aku baca tulisan mu tentang adik kami wilson..
    Wilson adlah adik angkatan kami sewaktu di geologi UNPAD. Kami sering bersama dulu sewaktu dijatinangor. Bersama dengan ben, bernard,. Mereka adalah teman dekat wilson, yang mungkin kamu mengenal mereka jg..
    Kebetulan angkatan kami (angk 2000), menjadi penanggung jwab untuk MABIM (masa bimbingan)
    angkatan 2003. Dari situlah aku mengenal pribadin nya dy..
    Dy sering main ke kostan, minjem diktat, copy file2 geologi, ngebahas soal pemetaan geologi, ato cmn Sekedar say hi sama ngopi bareng di teras kostan..
    Yang aku inget dy pernah nanya,, ” bang, lu kan banyak kenal cewe batak, kenalin lah ama gw. Yang baik tapinya… ” .
    Lalu aku bilang ke dy, ” ya elah soon.. Lu kan ganteng, badan tegap, masa org kaya lu pake nyari minta dikenalin. ”
    Puji Tuhan, dia mendapatkan dirimu, yang mencintai dengan tulus, dan aku berteimakasih untuk itu. karena wilson, buat aku dia orang jg yang tulus, pribadi yang kuat, menurut ku dy yang terbaik di angkatannya..
    wilson, telah pergi…tp menurut ku dy ga pergi..
    dy ad di sekitar kita, melalui semangatnya yang selalu ada dihati setiap orang yang mengenal dy.
    Tetap semangat ya chriss.. aku yakin kamu telah “mencuri” lebihbanyak semangatnya adik kami Wilson. terus berpengharapan sama Tuhan..
    Aku yakin dan percaya, dari melihat tulisan mu, kamu sudah mempunyai kedewasaan dalam iman.
    dan itu harta terbesar yang kamu miliki, untuk kamu menjalani hidup..
    Terima kasih sudah mau sharing dan mau membagikan tentang adik kami wilson..
    Terima kasih, terima kasih…
    Allah Bapa memberkati mu selalu..

    togar manurung

  18. Tuhan selalu punya cara menjadikan segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan ketika dia mulai menulis rancangan-Nya lewat hidup Wilson dan Christina. Jangan berhenti Christina karna Tuhan pun belum berhenti….

  19. Christina, I love your blog. Cinta kalian abadi.. Sungguh, membaca tulisan ini aku merasa seperti kamu. Aku seperti menyelami perasaanmu bagaimana saat itu. Tp kamu kuat 🙂 Tuhan Yesus sangat baik.. Cinta kalian, abadi. Entah kamu mempunyai org lain dan memiliki anak nantinya, willson itu slalu menjadi malaikatmu. Be tough dear 🙂

  20. Reblogged this on gleanings and commented:
    haah… postingan ini.. sudah 2 atau 3 kali gue baca. awalnya karena berita 2 tahun lalu yg sempat gempar di lingkungan kampus, khusunya geologi. ada senior mereka yg meninggal karena kecelakaan helikopter saat kerja. Berhubung pacar gue juga geologi, dan punya banyak teman geologi, beritanya bikin penasaran juga, sampai akhirnya… blog kak Christina ini banyak menjadi status BBM saat itu dan banyak dibaca sama anak-anak UNPAD. entah tanpa sadar gue yg mencari persamaan kisah, atau memang benar ada nya beberapa aspek yg mirip dikisah pacaran mereka dan pacaran gue.. tp yg pasti, kisah ini bikin gue mikir setiap habis baca hehe. berpikir ulang lagi tentang geologist ku itu, tentang hidup, mati, cinta, dan Tuhan pastinya.

    trimakasih banyak ka Christina untuk mau berani menulis dan membagi cerita. selalu penasaran dengan kehidupan kaka sekarang… semoga segera menulis lagi

    salam,
    penyuka seni dan sastra

  21. Sesuatu yang sangat berat ditinggalkan seseorang yg sangat kita sayangi,sebagian orng beriman mengatakan sebagai “kembali kerumah bapa”
    Berduka adalah hal yg sangat lumrah tinggal bagaimana kita menyikapinya saja,dan sah-sah aja orang memberikan penghiburan bagi sesama.
    Saya tidak mengenal dia tetapi kami satu profesi sebagai geologist.memang pekerjaan yg berhubungan dengan alam mempunyai resiko yang cukup besar.
    Tetaplah kuat dan berjalanlah dalam iman yg km yakini.

    Salam kenal,

    Yora
    -Geologist-

  22. Saya mengalami hal yg sama…sampai sekarang luka itu belum sembuh juga….serasa Tuhan tidak adil kepada kita….terbayang Tuhan tertawa dgn penderitaan kita….

  23. Christina…

    You wrote such a beautiful story about him. All I could say is stay strong, be humble and keep going. I think Wilson would love you to keep writing too not necessarily about him. I hope one day you’ll meet another great guy, maybe not like him… Like you mention somewhere here, things happen for a reason. Hugs and Kisses from Canada

  24. kau adalah salahsatu wanita terkuat yang pernah kulihat, kisahmu memberikan banyak pelajaran untuk setiap insan yang sudah membaca, semoga kekasihmu berada di tempat ternyaman untuknya..

  25. Pernah membacanya beberapa tahun lalu, rindu membacanya lagi…
    Seperti membaca sebagian dari diriku…
    Pencinta Alam gak pernah mati, hanya dipersatukan kembali dengan alam dan TUHAN-nya

  26. Dear Christina,

    My best friend adviced me to read this blog.
    Your story has inspired me. You’re such wonderful women and Wilson is such amazing man. I’m so blessed. God loves you so much.

  27. Kak Chriss… terima kasih sudah menulis cerita ini. sy dikuatkan dan melihat sebuah perjumpaan yg indah antara kakak, Tuhan Yesus dan Bang Willson. Terus menikmati Tuhan kak. Salam

  28. christina, semoga indah selalu hari2mu tanpanya….saat ini saya juga sedang mesra2 nya dengan seseorang yang bekerja di sana, dan pas saat ini saya juga tnpa kabar dari dia, selama aq baca cerita kamu di sini,semua kata-katanya hampir sama,dan qta juga memanggil ayank,hehhehe :P….smg dia juga baik2 saja d sana saat ini,karena sudah hmpir dua minggu saya tidak tahu kabarnya…sudah tidak tau lagi rasanya,kadang bisa menghibur diri kadang tiba2 pengen menangis terus dan terus jika rindu ini tidak bisa tertahan…hanya bisa menunggu karena semua hape
    tidak aktif. maaf saya jadi curhat tp rasanya sama ketika dia di lapangan lama dan tidak ada kabar, rindu rindu dan rindu banget…doa ku buat sayangku di sana.semoga dia baik-baik saja di sana dan sehat :)….buat christina i love your blog,cinta kalian indah,sungguh….:)

  29. Salam sejahtera, Christina

    Sebelumnya saya turut berduka, walau bisa dibilang terlambat. Mudah2an kamu senantiasa diberi kekuatan.
    Penggalan kisah haru masa lalumu sungguh luar biasa, bahkan disaat kelammu kamu msh sanggup berbagi kisahmu pada yg lain lewat caramu sendiri.
    Pergulatan emosi, bayangan masa lalu, harapan masa depan, berbaur dibalut kesedihan yg mendalam, namun kamu msh cukup kuat dan berpikir jernih yg terbukti lewat isi dan makna yg terkandung dalam tulisanmu.
    Entah bagaimana kamu mewujudkannya, namun menurutku kamu cukup tegar melewatinya disaat-saat sulitmu. Tulisanmu ini pastilah menggugah hati banyak orang, ya termasuk saya juga, walaupun menurutku dalam kenyataanya mungkin saja banyak lagi yg ingin kamu ungkapkan dalam tulisanmu. Itulah sebabnya diawal aku cuma menganggap sepenggal kisah.

    Dan menurutku kisahmu ini bukan hanya cerita tentang cinta saja, namun sudah bicara memaknai hidup dan kehidupan.

    Wilsonmu pastilah orang yg luar biasa, tercermin dr tulisanmu.
    Dia dengan dunianya (yg pasti blm disurga karna dalam ke-kristen-an, penetapan itu ada dihari penghakiman), dan kamu dengan duniamu yaitu dunia org hidup merupakan 2 dunia yg berbeda. Masanya sudah selesai, dan dia melaluinya (menurutku) dengan baik dan luar biasa. Tinggal kamu, kita semua yg didunia ini yg perlu berbenah melewati hari yg dipercayakan bagi kita.

    Terkadang aku jg berpikir, akankah aku menyesali pilihan hidup yg dipercayai bagiku di akhir hidupku nanti ?

    Percayalah bahwa setiap org memliki panggilan hidupnya masing-masing, dan itu hanya berlaku semasa kita hidup. Jadi jangan sia-siakan sisa hidupmu.

    Semoga kini kamu sudah menemukan kebahagiaanmu.
    GBU

    NB : tulisanmu tidaklah lengkap kl kamu msh tenggelam pada masa lalumu.

    Salam hangat!

  30. Ya seperti itulah resiko pekerjaan geologist, mulai dari naik pesawat berulang-ulang kali, speed boat berjam-jam, dan menerobos hutan. Namun dari banyaknya resiko yang diambil ada ‘kepuasaan’ tersendiri menjalani sebagai geologist yang mungkin tak ditemukan dalam disiplin ilmu lainnya. Sebagai orang yang pernah menjalani profesi seperti Wilson, saya jadi terinspirasi memunculkan sebuah sub geologi baru : Geo-Romance 🙂

  31. Cerita ini membuat saya sangat terharu,karna saya pernah dekat dengan beliau semasa saya kerja Di PT.Kasongan Bumi Kencana(KBK).
    Beliau Adalah Sosok Sahabat Yang Sangat Luar Biasa Yang Setia pada kawan2nya.
    Selamat Jalan Sahabatku….walaupun kau sudah tidak ada, Tapi Cerita kehidupan akan selalu Ada,Dan akan Di kenang Oleh sahabat2mu Dan Orang2 yang terdekat denganmu.

  32. Hy kak.. Sebelumny aku minta maaf karna komen di blog kakak sekarang. Bukan maksud mau ngingetin masalalu kakak. Tapi di sini aku belajar bgaimana kuatny kakak… Saat ini pasti kakak sedang berbahgia,, aku ngak bisa ngebyangin gmana kalau aku di posisi kakak, munggkin aku juga akan bunuh diri. Tapi sungguh kakak kuat.. Jangan nangis lagi kak. Maaf aku kembli ngingetin masalalu kakak. Tapi jujur kalau aku di posisi kakak aku akan banga punya masalalu kayak gini… Semangat selalu kak

  33. Dear kak Christina yang kuat. Aku tau ini semua berat seolah aku bisa merasakannya. Setiap untaian kata dan kalimatmu membuat perkata2an dan nilai2 dari almarhum seperti berbicara secara nyata. Kakak sudah berhasil mengambil hikmah yg dalam dari kejadian berat ini. Kak, aku percaya dia ada di Rumah Bapa sekarang dan buatmu kak tetaplah sehebat ini. I love you.

Leave a comment